CONTOH MAKALAH KEFARMASIAN DI INDONESIA (SEJARAH FARMASI, PENGERTIAN FARMASI)



Makalah farmasi adalah makalah yang menjelasakan secara spesifik mengenai kefarmasian di indonesia. Di artikel ini saya akan memberikan contoh makalah tentang farmasi, sejarah farmasi, pengertian, dan lain sebagainya. sehingga bisa dijadikan acuan bagi pembaca untuk pembuatan makalah pembaca.


BAB I 

PENDAHULUAN


1.1. Latar Belakang

Farmasi didefinisikan sebagai profesi yang menyangkut seni dan ilmu penyediaan bahan obat, dari sumber alam atau sintetik yang sesuai, untuk disalurkan dan digunakan pada pengobatan dan pencegahan penyakit. Farmasi mencakup pengetahuan mengenai identifikasi, pemilahan (selection), aksi farmakologis, pengawetan, penggabungan, analisis, dan pembakuan bahan obat (drugs) dan sediaan obat (medicine). Pengetahuan kefarmasian mencakup pula penyaluran dan penggunaan obat yang sesuai dan aman, baik melalui resep (prsecription) dokter berizin, dokter gigi, dan dokter hewan, maupun melalui cara lain yang sah, misalnya dengan cara menyalurkan atau menjual langsung kepada pemakai.

1.2. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah makalah ini yaitu :

1. Bagaimana sejarah farmasi?

2. Siapakah tokoh-tokoh yang berperan di bidang farmasi?

3. Bagaimana perkembangkan farmasi?


1.3. Tujuan

Adapun tujuan penulisan makalah ini yaitu :

1. Mengetahui sejarah Farmasi

2. Mengetahui Tokoh di bidang Farmasi

3. Mengetahui bagaimana Farmasi Masa Kini

4. Mengetahui bagaimana  Farmasi masa Depan




BAB II 

PEMBAHASAN



2.1. Sejarah Farmasi

Farmasi adalah profesi kesehatan yang menghubungkan kesehatan ilmu dengan ilmu kimia dan dibebankan dengan memastikan penggunaan yang aman dan efektif dari obat farmasi . Kata ini berasal dari bahasa yunani :φάρμακον (pharmakon), yang berarti "obat" atau "obat"  (bentuk awal dari kata tersebut adalah mycenaean yunani pa-ma-ko, dibuktikan dalam B linear script suku kata ) .

Ruang lingkup dari praktek farmasi termasuk peran lebih tradisional seperti peracikan dan penyaluran obat-obatan, dan juga mencakup layanan modern lebih terkait dengan perawatan kesehatan , termasuk layanan klinis, meninjau obat untuk keamanan dan keampuhan, dan memberikan informasi obat. Apoteker , karena itu, adalah ahli pada terapi obat dan para profesional kesehatan dasar yang menggunakan obat mengoptimalkan untuk menyediakan pasien dengan hasil kesehatan positif.

Sebuah pendirian yang farmasi (dalam arti pertama) dipraktekkan disebutapotek, kimia atau (di Amerika Serikat) toko obat. toko obat AS umumnya hanya menjual obat-obatan tidak, tapi juga bermacam-macam barang seperti permen (permen), kosmetik , dan majalah , serta minuman ringan atau makanan.

Apotek Kata berasal dari akar kata farmasi yang merupakan istilah yang digunakan sejak abad-17 15. Selain tanggung jawab farmasi, farmasi menawarkan nasihat medis umum dan berbagai layanan yang sekarang dilakukan semata-mata oleh praktisi spesialis lain, seperti bedah dan kebidanan. The Pharma (seperti yang dimaksud) sering dioperasikan melalui toko ritel yang, di samping bahan untuk obat-obatan, tembakau dijual dan obat-obatan paten. Para pharmas juga menggunakan herbal lainnya tidak terdaftar.

Dalam penyelidikan bahan herbal dan bahan kimia, pekerjaan farmasi yang dapat dianggap sebagai pelopor dari ilmu-ilmu modern kimia dan farmakologi, sebelum perumusan metode ilmiah.

2.1.1. Sejarah Awal Farmasi Dunia

Sejak masa Hipocrates (460-370 SM) yang dikenal sebagai “Bapak Ilmu Kedokteran”, belum dikenal adanya profesi Farmasi. Seorang dokter yang mendignosis penyakit, juga sekaligus merupakan seorang “Apoteker” yang menyiapkan obat. Semakin lama masalah penyediaan obat semakin rumit, baik formula maupun pembuatannya, sehingga dibutuhkan adanya suatu keahlian tersendiri. Pada tahun 1240 M, Raja Jerman Frederick II memerintahkan pemisahan secara resmi antara Farmasi dan Kedokteran dalam dekritnya yang terkenal “Two Silices”. Dari sejarah ini, satu hal yang perlu direnungkan adalah bahwa akar ilmu farmasi dan ilmu kedokteran adalah sama.

Dampak revolusi industri merambah dunia farmasi dengan timbulnya industri-industri obat, sehingga terpisahlah kegiatan farmasi di bidang industri obat dan di bidang “penyedia/peracik” obat (=apotek). Dalam hal ini keahlian kefarmasian jauh lebih dibutuhkan di sebuah industri farmasi dari pada apotek. Dapat dikatakan bahwa farmasi identik dengan teknologi pembuatan obat.

Pendidikan farmasi berkembang seiring dengan pola perkembangan teknologi agar mampu menghasilkan produk obat yang memenuhi persyaratan dan sesuai dengan kebutuhan. Kurikulum pendidikan bidang farmasi disusun lebih ke arah teknologi pembuatan obat untuk menunjang keberhasilan para anak didiknya dalam melaksanakan tugas profesinya.

Dilihat dari sisi pendidikan Farmasi, di Indonesia mayoritas farmasi belum merupakan bidang tersendiri melainkan termasuk dalam bidang MIPA (Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam) yang merupakan kelompok ilmu murni (basic science) sehingga lulusan S1-nya pun bukan disebut Sarjana Farmasi melainkan Sarjana Sains.

Departemen Tenaga Kerja Republik Indonesia (1997) dalam “informasi jabatan untuk standar kompetensi kerja” menyebutkan jabatan Ahli Teknik Kimia Farmasi, (yang tergolong sektor kesehatan) bagi jabatan yang berhubungan erat dengan obat-obatan, dengan persyaratan : pendidikan Sarjana Teknik Farmasi.

Buku Pharmaceutical handbook menyatakan bahwa farmasi merupakan bidang yang menyangkut semua aspek obat, meliputi : isolasi/sintesis, pembuatan, pengendalian, distribusi dan penggunaan.

Silverman dan Lee (1974) dalam bukunya, “Pills, Profits and Politics”, menyatakan bahwa :

1). Pharmacist lah yang memegang peranan penting dalam membantu dokter menuliskan resep rasional. Membanu melihat bahwa obat yang tepat, pada waktu yang tepat, dalam jumlah yang benar, membuat pasien tahu mengenai “bagaimana,kapan,mengapa” penggunaan obat baik dengan atau tanpa resep dokter.

2). Pharmacist lah yang sangat handal dan terlatih serta pakart dalam hal produk/produksi obat yang memiliki kesempatan yang paling besar untuk mengikuti perkembangan terakhir dalam bidang obat, yang dapat melayani baik dokter maupun pasien, sebagai “penasehat” yang berpengalaman.

3). Pharmacist lah yang meupakan posisi kunci dalam mencegah penggunaan obat yang salah, penyalahgunaan obat dan penulisan resep yang irrasional.

Sedangkan Herfindal dalam bukunya “Clinical Pharmacy and Therapeutics” (1992) menyatakan bahwa Pharmacist harus memberikan “Therapeutic Judgement” dari pada hanya sebagai sumber informasi obat.

Melihat hal-hal di atas, maka nampak adanya suatu kesimpangsiuran tentang posisi farmasi. Dimana sebenarnya letak farmasi ? di jajaran teknologi, Ilmu murni, Ilmu kedokteran atau berdiri sendiri ? kebingungan dalam hal posisi farmasi akan membingungkan para penyelenggara pendidikan farmasi, kurikulum semacam apa yang harus disajikan ; para mahasiswa bingung menyerap materi yang semakin hari semakin “segunung” ; dan yang terbingung adalah lulusannya (yang masih “baru”), yang merasa tidak “menguasai “ apapun.

Di Inggris, sejak tahun 1962, dimulai suatu era baru dalam pendidikan farmasi, karena pendidikan farmasi yang semula menjadi bagian dari MIPA, berubah menjadi suatu bidang yang berdiri sendiri secara utuh.rofesi farmasi berkembang ke arah “patient oriented”, memuculkan berkembangnya Ward Pharmacy (farmasi bangsal) atau Clinical Pharmacy (Farmasi klinik).

Di USA telah disadari sejak tahun 1963 bahwa masyarakat dan profesional lain memerlukan informasi obat tang seharusnya datang dari para apoteker. Temuan tahun 1975 mengungkapkan pernyataan para dokter bahwa apoteker merupakan informasi obat yang “parah”, tidak mampu memenuhi kebutuhan para dokter akan informasi obat Apoteker yang berkualits dinilai amat jarang/langka, bahkan dikatakan bahwa dibandingkan dengan apotekeer, medical representatif dari industri farmasi justru lebih merupakan sumber informasi obat bagi para dokter.

Perkembangan terakhir adalah timbulnya konsep “Pharmaceutical Care” yang membawa para praktisi maupun para “profesor” ke arah “wilayah” pasien.

Secara global terlihat perubahan arus positif farmasi menuju ke arah akarnya semula yaitu sebagai mitra dokter dalam pelayanan pada pasien. Apoteker diharapkan setidak-tidaknya mampu menjadi sumber informasi obat baik bagi masyarakat maupun profesi kesehatan lain baik di rumah sakit, di apotek atau dimanapun apoteker berada.

2.1.2. Sejarah Kefarmasian Indonesia

Farmasi sebagai profesi di Indonesia sebenarnya relatif masih muda dan baru dapat berkembang secara berarti setelah masa kemerdekaan. Pada zaman penjajahan, baik pada masa pemerintahan Hindia Belanda maupun masa pendudukan Jepang, kefarmasian di Indonesia pertumbuhannya sangat lambat, dan profesi ini belum dikenal secara luas oleh masyarakat. Sampai proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia, para tenaga farmasi Indonesia pada umumnya masih terdiri dari asisten apoteker dengan jumlah yang sangat sedikit.

Tenaga apoteker pada masa penjajahan umumnya berasal dari Denmark, Austria, Jerman dan Belanda. Namun, semasa perang kemerdekaan, kefarmasian di Indonesia mencatat sejarah yang sangat berarti, yakni dengan didirikannya Perguruan Tinggi Farmasi di Klaten pada tahun 1946 dan di Bandung tahun 1947. Lembaga Pendidikan Tinggi Farmasi yang didirikan pada masa perang kemerdekaan ini mempunyai andil yang besar bagi perkembangan sejarah kefarmasian pada masa-masa selanjutnya.Dewasa ini kefamasian di Indonesia telah tumbuh dan berkembang dalam dimensi yang cukup luas dan mantap. Industri farmasi di Indonesia dengan dukungan teknologi yang cukup luas dan mantap. Industri farmasi di Indonesia dengan dukungan teknologi yang cukup modern telah mampu memproduksi obat dalam jumlah yang besar dengan jaringan distribusi yang cukup luas. Sebagian besar, sekitar 90% kebutuhan obat nasional telah dapat dipenuhi oleh industri farmasi dalam negeri

Demikian pula peranan profesi farmasi pelayanan kesehatan juga semakin berkembang dan sejajar dengan profesi-profesi kesehatan lainnya  Selintas Sejarah Kefarmasian Indonesia

1. Periode Zaman Penjajahan sampai Perang Kemerdekaaan

Tonggak sejarah kefarmasian di Indonesia pada umumnya diawali dengan pendidikan asisten apoteker semasa pemerintahan Hindia Belanda.

2. Periode Setelah Perang Kemerdekaan Sampai dengan Tahun 1958

Pada periode ini jumlah tenaga farmasi, terutama tenaga asisten apoteker mulai bertambah jumlah yang relatif lebih besar. Pada tahun 1950 di Jakarta dibuka sekolah asisten apoteker Negeri (Republik) yang pertama , dengan jangka waktu pendidikan selama dua tahun. Lulusan angkatan pertama sekolah asisten apoteker ini tercatat sekitar 30 orang, sementara itu jumlah apoteker juga mengalami peningkatan, baik yang berasal dari pendidikan di luar negeri maupun lulusan dari dalam negeri.

3. Periode Tahun 1958 sampai dengan 1967

Pada periode ini meskipun untuk memproduksi obat telah banyak dirintis, dalam kenyataannya industri-industri farmasi menghadapi hambatan dan kesulitan yang cukup berat, antara lain kekurangan devisa dan terjadinya sistem penjatahan bahan baku obat sehingga industri yang dapat bertahan hanyalah industri yang memperoleh bagian jatah atau mereka yang mempunyai relasi dengan luar negeri. Pada periode ini, terutama antara tahun 1960 – 1965, karena kesulitan devisa dan keadaan ekonomi yang suram, industri farmasi dalam negeri hanya dapat berproduksi sekitar 30% dari kapasitas produksinya. Oleh karena itu, penyediaan obat menjadi sangat terbatas dan sebagian besar berasal dari impor. Sementara itu karena pengawasan belum dapat dilakukan dengan baik banyak terjadi kasus bahan baku maupun obat jadi yang tidak memenuhi persyaratan standar.Sekitar tahun 1960-1965, beberapa peraturan perundang-undangan yang penting dan berkaitan dengan kefarmasian yang dikeluarkan oleh pemerintah antara lain :

(1) Undang-undang Nomor 9 tahun 1960 tentang Pokok-pokok Kesehatan

(2) Undang-undang Nomor 10 tahun 1961 tentang barang

(3) Undang-undang Nomor 7 tahun 1963 tentang Tenaga Kesehatan, dan

(4) Peraturan Pemerintah Nomor 26 tahun 1965 tentang Apotek. 

Pada periode ini pula ada hal penting yang patut dicatat dalam sejarah kefarmasian di Indonesia, yakni berakhirnya apotek dokter dan apotek darurat.

Dengan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 33148/Kab/176 tanggal 8 Juni 1962, antara lain ditetapkan :

(1) Tidak dikeluarkan lagi izin baru untuk pembukaan apotek-dokter, dan

(2) Semua izin apotek-dokter dinyatakan tidak berlaku lagi sejak tanggal 1 Januari 1963.

Sedangkan berakhirnya apotek darurat ditetapkan dengan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 770/Ph/63/b tanggal 29 Oktober 1963 yang isinya antara lain :

(1) Tidak dikeluarkan lagi izin baru untuk pembukaan apotek darurat,

(2) Semua izin apotek darurat Ibukota Daerah Tingkat I dinyatakan tidak berlaku lagi sejak tanggal 1 Pebruari 1964, dan

(3) Semua izin apotek darirat di ibukota Daerah Tingkat II dan kota-kota lainnya dinyatakan tidak berlaku lagi sejak tanggal 1 Mei 1964.Pada tahun 1963, sebagai realisasi Undang-undang Pokok Kesehatan telah dibentuk Lembaga Farmasi Nasional (Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 39521/Kab/199 tanggal 11 Juli 1963).

2.2. Tokoh Di Bidang Kefarmasian

Ilmuwan-ilmuwan yang berjasa dalam perkembangan farmasi dan kedokteran antara lain adalah:

1. Hippocrates (460 – 370 Sebelum Masehi)

Hippocrates adalah seorang dokter Yunani yang memperkenalkan farmasi dan kedokteran secara ilmiah. Dia menerangkan obat secara rasional, dan menyusun sistematika pengetahuan kedokteran, serta meletakkan pekerjaan kedokteran pada suatu etik yang tinggi. Hasil uraiannya dari beratus-ratus obat-obatan pada masa itu menimbulkan suatu istilah “Farmakon”, yang diartikan sebagai obat yang dimurnikan haya untuk tujuan kebaikan. Hippocrates diberi penghargaan yang tinggi dan disebut sebagai “Bapak Ilmu Kedokteran”.

2. Dioscorides (abad ke-1 Setelah Masehi)

Dioscorides adalah seorang dokter Yunani yang juga ahli Botani. Dia meruapakan orang yang pertama kali menggunakan ilmu tunbuhan sebagai Ilmu Farmasi Terapan. Hasil karyanya De Materia Medika dianggap sebagai awal dari pengembangan botani farmasi, yang kemudian ilmu bidang ini sekarang dikenal sebagai Farmakognosi.

Obat-obat yang berhasil dibuat oleh Dioscorides antara lain Opium, Ergot, Hyoscyamus, dan Cinnamon.

3. Galen (130 – 200 Setelah Masehi)

Galen adalah seorang dokter dan ahli farmasibangsa Yunani yang menciptakan suatu sistem yang sempurna dari fisiologi, patologi, dan pengobatan. Dialah yang memulai pembuatan obat-obatan yang berasal dar tumbuhan dengan mencampur atau melebur masing-masing bahan, yang sekarang ini disebut sebagai “Farmasi Galenika”.

4. Philippus Aureolus Theophratus Bombastus van Hohenheim (1493 – 1541 Setelah Masehi)

Philipus adalah seorang dokter dan ahli kimia dari Swiss yang menyebut dirinya sebagai “Paracelcus”. Pengaruhnya sangat besar terhadap perubahan dan perkembangan dunia farmasi, yakni menyiapkan bahan obat yang spesifik untuk melawan penyakit dan memperkenalkan sejumlah besar zat kimia obat secara internal.

5. Ibnu Al-Baitar

Lewat risalahnya yang berjudul Al-Jami fi Al-Tibb (Kumpulan Makanan dan Obat-obatan yang Sederhana), beliau turut memberi kontribusi dalam dunia farmasi. Di dalam kitabnya itu, dia mengupas beragam tumbuhan berkhasiat obat (sekarang lebih dikenal dengan nama herbal) yang berhasil dikumpulkannya di sepanjang pantai Mediterania. Lebih dari dari seribu tanaman obat dipaparkannya dalam kitab itu. Seribu lebih tanaman obat yang ditemukannya pada abad ke-13 M itu berbeda dengan tanaman yang telah ditemukan ratusan ilmuwan sebelumnya. Tak heran bila kemudian Al-Jami fi Al-Tibb menjadi teks berbahasa Arab terbaik yang berkaitan dengan botani pengobatan. Capaian yang berhasil ditorehkan Al-Baitar melampaui prestasi Dioscorides. Kitabnya masih tetap digunakan sampai masa Renaisans di Benua Eropa.



6. Abu Ar-Rayhan Al-Biruni (973 M – 1051 M)

Al-Biruni mengenyam pendidikan di Khwarizm. Beragam ilmu pengetahuan dikuasainya, seperti astronomi, matematika, filsafat dan ilmu alam. Ilmuwan Muslim yang hidup di zaman keemasan Dinasti Samaniyaah dan Ghaznawiyyah itu turut memberi kontribusi yang sangat penting dalam farmasi. Melalui kitab As-Sydanah fit-Tibb, Al-Biruni mengupas secara lugas dan jelas mengenai seluk-beluk ilmu farmasi. Kitab penting bagi perkembangan farmasi itu diselesaikannya pada tahun 1050 M – setahun sebelum Al-Biruni tutup usia. Dalam kitab itu, Al-Biruni tak hanya mengupas dasar-dasar farmasi, namun juga meneguhkan peran farmasi serta tugas dan fungsi yang diemban seorang farmasis.

7. Abu Ja’far Al-Ghafiqi (wafat 1165 M)

Ilmuwan Muslim yang satu ini juga turut memberi kontribusi dalam pengembangan farmasi. Sumbangan Al-Ghafiqi untuk memajukan ilmu tentang komposisi, dosis, meracik dan menyimpan obat-obatan dituliskannya dalam kitab Al-Jami’ Al-Adwiyyah Al-Mufradah. Kitab tersebut memaparkan tentang pendekatan metodologi eksperimen, serta observasi dalam bidang farmasi.

8. Al-Razi

Sarjana Muslim yang dikenal di Barat dengan nama Razes itu juga ikut andil dalam membesarkan bidang farmasi. Al-Razi memperkenalkan penggunaaan bahan kimia dalam pembuatan obat-obatan seperti pada obat-obatan kimia sekarang.

9. Sabur Ibnu Sahl (wafat 869 M)

Ibnu Sahal adalah dokter pertama yang mempelopori pharmacopoeia (farmakope). Dia menjelaskan beragam jenis obat-obatan. Sumbangannya untuk pengembangan farmasi dituangkannya dalam kitab Al-Aqrabadhin. Dalam kitabnya beliau memberikan resep kedokteran tentang kaedah dan teknik meracik obat, tindakan farmakologisnya dan dosisnya untuk setiap penggunaan. Formula ini ditulis untuk ahli-ahli farmasi selama hampir 200 tahun.

10. Ibnu Sina

Dalam kitabnya yang fenomenal, Canon of Medicine, Ibnu Sina juga mengupas tentang farmasi. Ia menjelaskan lebih kurang 700 cara pembuatan obat dengan kegunaannya. Ibnu Sina menguraikan tentang obat-obatan yang sederhana.

2.3. Farmasi Masa Kini

Sejarah industri farmasi modern dimulai 1897 ketika Felix Hoffman menemukan cara menambahkan dua atom ekstra karbon dan lima atom ekstra karbon dan lima atom ekstra hidrogen ke adlam sari pati kulit kayu willow. Hasil penemuannya ini dikenal dengan nama Aspirin, yang akhirnya menyebabkan lahirnya perusahaan industri farmasi modern di dunia, yaitu Bayer. Selanjutnya, perkembangan (R & D) pasca Perang Dunia I. Kemudian, pada Perang Dunia II para pakar berusaha menemukan obat-obatan secara massal, seperti obat TBC, hormaon steroid, dan kontrasepsi serta antipsikotika.

Sejak saat itulah, dunia farmasi  terus berkembang dengan didukung oleh berbagai penemuan di bidang lain, misalnya penggunaan bioteknologi. Sekolah-sekolah farmasi saat ini hampir dijumpai di seluruh dunia. Kiblat perkembangan ilmu, kalau bolehh kita sebut, memang Amerika Serikat dan Jerman (karena di sanalah industri obat pertama berdiri).

Dunia Farmasi masa kini telah banyak mengalami perkembangan yang sangat pesat dengan majunya perkembangan dunia Iptek. Dulu, ketika manusia mulai mengerti dan mendalami masalah kesehatan, terbentuklah satu profesi yang bertanggung jawab dalam menanggulangi masalah ini yang sering kita sebut dengan dokter. Kemudian, seiring berjalannya waktu, semakin banyak permasalah kesehatan yang ditemui. sehingga tak mungkin bagi seorang dokter mendalami semua ilmu terkait bidang kesehatan. Selanjutnya, banyak terjadi pemekaran bidang ilmu pengetahuan dari bidang kesehatan, salah satunya adalah ilmu farmasi. Jika mendengar kata farmasi, maka gambaran yang terbentuk di masyarakat adalah seorang ahli obat-obatan. "tukang" buat obat- begitulah sebutan yang sering terdengar.

 Benar memang, farmasi adalah bagian dari ilmu kesehatan yang mendalami masalah terkait obat. Dulu, seorang farmasis berorientasi untuk membuat sediaan (seperti sirup, tablet, kapsul,dan salep) obat sehingga diharapkan dengan obat tersebut, dapat menyembuhkan penyakit atau paling tidak megurangi rasa sakit atau menghambat progresifitas penyakit. Ahli farmasi berlomba-lomba dalam menemukan obat baru atau memodifikasi obat sehingga dapat memberikan efek penyembuhan yang lebih baik dari obat lain.

 Namun ternyata, di lapangan ditemukan banyaknya masalah terkait penggunaan obat. Seorang pasien menjadi "lebih sakit" akibat menggunakan obat-obatan tersebut. Kenapa?  Banyak hal yang menyebabkan hal itu. Cipolle, 1998- meerangkan dalam bukunya bahwa ada 7 kategor masalah terkait obat, yaitu membutuhkan tambahan terapi obat, terapi obat yang tidak perlu, terapi salah obat, dosis terlalu rendah, dosis terlalu tinggi, reaksi obat yang merugikan, dan kepatuhan. Hal ini kemudian menjadi permasalahan yang cukup menarik perhatian di dunia kesehatan. Berangkat dari kejadian-kejadian di lapangan seperti di atas, maka sekitar tahun 80-an, konsentrasi farmasi di Indonesia mulai melakukan pengembangan ke arah patient oriented atau pelayanan yang berorientasi pada pasien yang ditekuni oleh ahli-ahli bidang farmasi klinis. Sebenarnya di USA, farmasi klinis telah menjadi perhatian sejak sekitar tahun 60-an. Namun, di Indonesia farmasi klinis baru memperlihatkan perkembangan di tahun 2000-an dengan tercetusnya PP 51 yang memuat peraturan standar pelayanan kefarmasian.

 Lalu, apa yang dikerjakan oleh farmasis klinis di lapangan? Ini juga menjadi pertanyaan pertama saya ketika mendengar istilah farmasi klinis. Contoh terdekatnya, selama ini ketika kita "singgah" ke apotek, kita tak pernah tau siapa apoteker yang bertugas di apotek tersebut. Sehingga banyak masyarakat yang beranggapan bahwa petugas yang selama ini melayani pembelian obat di apotek adalah apoteker atau menyamakan antara asisten apoteker dengan apoteker. Selama ini, apoteker tak pernah ada di tempat ketika apotek buka. Setelah PP 51 diberlakukan, apoteker wajib berada di tempat selama apotek buka. Lalu, apa gunanya bagi masyarakat ?  Nah, jika Anda mengalami sakit ringan atau perlu informasi mengenai obat-obat yang Anda konsumsi, jangan sungkan untuk berkonsultasi dengan apoteker di apotek Anda. Dengan Anda mengetahui informasi seputar obat yang Anda konsumsi, Anda telah mengurangi resiko terkena masalah terkait obat seperti di atas. Misalnya, ketika Anda diresepkan Antibiotik oleh dokter, hal-hal yang harus Anda ketahui ialah bahwa Antibiotik haruslah diminum dengan waktu yang teratur dan digunakan hingga obat yang diresepkan habis. Penggunaan antibiotik tidak boleh dibarengi dengan antasida (obat mag) dan pemberian susu dalam waktu yang berdekatan. Apoteker Anda akan menjelaskan hal-hal lain yang perlu Anda ketahui.

 Obat akan menyembuhkan penyakit ketika diberikan dengan dosis dan cara penggunaan yang tepat. Namun jika tidak, obat justru bisa membunuh Anda secara spontan atau perlahan-lahan.

Pendidikan farmasi berkembang seiring dengan pola perkembangan teknologi agar mampu menghasilkan produk obat yang memenuhi persyaratan dan sesuai dengan kebutuhan. Kurikulum pendidikan bidang farmasi disusun lebih ke arah teknologi pembuatan obat untuk menunjang keberhasilan para anak didiknya dalam melaksanakan tugas profesinya.

Dilihat dari sisi pendidikan Farmasi, di Indonesia mayoritas farmasi belum merupakan bidang tersendiri melainkan termasuk dalam bidang MIPA (Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam) yang merupakan kelompok ilmu murni (basic science) sehingga lulusan S1-nya pun bukandisebut Sarjana Farmasi melainkan Sarjana Sains.

Departemen Tenaga Kerja Republik Indonesia (1997) dalam “informasi jabatan untuk standar kompetensi kerja” menyebutkan jabatan Ahli Teknik Kimia Farmasi, (yang tergolong sektor kesehatan) bagi jabatan yang berhubungan erat dengan obat-obatan, dengan persyaratan : pendidikan Sarjana Teknik Farmasi.

Buku Pharmaceutical handbook menyatakan bahwa farmasi merupakan bidang yang menyangkut semua aspek obat, meliputi : isolasi/sintesis, pembuatan, pengendalian, distribusi dan penggunaan.

Silverman dan Lee (1974) dalam bukunya, “Pills, Profits and Politics”, menyatakan bahwa :

1. Pharmacist lah yang memegang peranan penting dalam membantu dokter menuliskan resep rasional. Membanu melihat bahwa obat yang tepat, pada waktu yang tepat, dalam jumlah yang benar, membuat pasien tahu mengenai “bagaimana,kapan,mengapa” penggunaan obat baik dengan atau tanpa resep dokter.

2. Pharmacist lah yang sangat handal dan terlatih serta pakart dalam hal produk/produksi obat yang memiliki kesempatan yang paling besar untuk mengikuti perkembangan terakhir dalam bidang obat, yang dapat melayani baik dokter maupun pasien, sebagai “penasehat” yang berpengalaman.

3. Pharmacist lah yang meupakan posisi kunci dalam mencegah penggunaan obat yang salah, penyalahgunaan obat dan penulisan resep yang irrasional. Sedangkan Herfindal dalam bukunya “Clinical Pharmacy and Therapeutics” (1992) menyatakan bahwa Pharmacist harus memberikan “Therapeutic Judgement” dari pada hanya sebagai sumber informasi obat.

Di Inggris, sejak tahun 1962, dimulai suatu era baru dalam pendidikan farmasi, karena pendidikan farmasi yang semula menjadi bagian dari MIPA, berubah menjadi suatu bidang yang berdiri sendiri secara utuh.rofesi farmasi berkembang ke arah “patient oriented”, memuculkan berkembangnya Ward Pharmacy (farmasi bangsal) atau Clinical Pharmacy (Farmasi klinik).

Di USA telah disadari sejak tahun 1963 bahwa masyarakat dan profesional lain memerlukan informasi obat tang seharusnya datang dari para apoteker. Temuan tahun 1975 mengungkapkan pernyataan para dokter bahwa apoteker merupakan informasi obat yang “parah”, tidak mampu memenuhi kebutuhan para dokter akan informasi obat Apoteker yang berkualits dinilai amat jarang/langka, bahkan dikatakan bahwa dibandingkan dengan apotekeer, medical representatif dari industri farmasi justru lebih merupakan sumber informasi obat bagi para dokter.

Perkembangan terakhir adalah timbulnya konsep “Pharmaceutical Care” yang membawa para praktisi maupun para “profesor” ke arah “wilayah” pasien.

Secara global terlihat perubahan arus positif farmasi menuju ke arah akarnya semula yaitu sebagai mitra dokter dalam pelayanan pada pasien. Apoteker diharapkan setidak-tidaknya mampu menjadi sumber informasi obat baik bagi masyarakat maupun profesi kesehatan lain baik di rumah sakit, di apotek atau dimanapun apoteker berada.


2.4. Farmasi Masa Depan

Tidak bisa kita pungkiri bahwa pendidikan tinggi farmasi mengambil peran yang sangat vital dalam menghasilkan lulusan farmasi yang berkompeten. Hal ini didasarkan kepada fungsi dan peran perguruan tinggi sebagai penghasil sumber daya yang berkualitas yang berdasarkan kepada Tri Dharma perguruan tinggi. 

Untuk mewujudkan hal tersebut, perguruan tinggi farmasi dituntut untuk selalu melakukan perbaikan secara terus-menerus karena secara konseptual ilmu kefarmasian akan terus berkembang dan perkembangan dalam dunia kefarmasian harus direspon secara cepat dan aktual.

Komponen utama dalam dunia pendidikan adalah kurikulum. Begitu juga pendidikan tinggi farmasi. Untuk mendapatkan lulusan yang berkompeten, kurikulum farmasi pun harus berlandaskan kompetensi dan sesuai dengan kebutuhan dunia kerja sehingga lulusan yang dihasilkan nantinya bisa dijamin kualitasnya. Ini merupakan pekerjaan berat untuk seluruh stakeholder, baik itu pemerintah, asosiasi perguruan tinggi farmasi maupun perguruan tinggi farmasi itu sendiri.

Permasalahan kunci hari ini adalah pendidikan tinggi farmasi belum bisa merespon permintaan dunia kerja dalam menghasilkan sumber daya manusia yang diinginkan dan sesuai dengan kebutuhan. Hal ini disebabkan oleh tidak adanya komunikasi yang berkelanjutkan antara perguruan tinggi sebagai “produsen” dengan pemberi pekerja sebagai “konsumen”. Perguruan tinggi farmasi berjalan dengan teori-teori yang notabene textbook tidak sejalan dengan realita dunia kerja hari ini. Tak ayal, miss-link and match selalu mewarnai hubungan keduanya. Dunia kerja hari ini masih menganggap bahwa teori perkuliahan adalah sebuah kehidupan maya dan berbeda dengan dunia kerja sebagai sebuah realita.

Untuk itu, ke depannya kurikulum dunia pendidikan tinggi farmasi harus disesuaikan dengan apa yang dibutuhkan dunia kerja. Agar sejalan, perlu adanya sebuah korelasi antara perguruan tinggi farmasi dengan pihak yang membutuhkan sumberdaya yang dihasilkan fakultas farmasi, baik itu industri, pemerintahan, ataupun dunia usaha.

Untuk mewujudkan suatu kurikulum yang sesuai dengan permintaan dunia kerja, perlu sebuah forum bersama antara pelaku dunia kerja sebagai pihak yang membutuhan lulusan farmasi yang berkompeten, pemerintah sebagai pengatur regulasi dan pihak perguruan tinggi sebagai penghasil lulusan.

Penting untuk membahas perkembangan baru kefarmasian, perubahan-perubahan paradigma kefarmasian dan segala sesuatu yang berkaitan dengan dunia kefarmasian sehingga nantinya akan tercipta sesuatu sinergisitas antar semua pihak yang terlibat dalam dunia kefarmasian tersebut, sehingga peran perguruan tinggi farmasi benar-benar terlihat sebagai poros depan kemajuan dunia farmasi.



BAB III 

PENUTUP


3.1. Kesimpulan

Dari pembahasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa :

1. Perkembangan ilmu farmasi dari zaman ke zaman bisa di bilang sangat pesat

2. Pada masa kini farmasi masih kurang di kenal di masyarakat , bahkan peranannya di bidang kesehatan masih kurang di perhatikan

3. Perkembangna farmasi masa depan akan lebih baik bila di tunjang dengan bekal pendidikan yang memadai, untuk itu maka untuk memajukan dunia farmasi harus di mulai dengan membangun sistem pendidikan farmasi yang berkualitas

3.2. Saran

Melihat perkembangan kefarmasian yang cukup pesat, disarankan bagi pembaca untuk memahami bagaimana sistem farmasi di indonesia beroperasi agar tidak bingung ketika berurusan dalam bidang kefarmasian.


DAFTAR PUSTAKA

https://pharmacy.umich.edu/prospective-students/discover/what-pharmacy 

https://www.researchgate.net/publication/321331560_History_of_Pharmacy

Ahmadi, Abu & Supratmo, A. 2008. Ilmu Alamiah Dasar. Jakarta:Rineka Cipta.

Ansel, H.C., 1995, The Prescription in : Genaro,A.R., (Ed.), Remington The Science and Practice of Pharmacy, Mack Publising Company. 

Ansel, H. C., Popovich,N.G.,Allen, L.V., 1999 , Pharmaceutical Dosage Forms and Drug Delivery Systems, 7th Ed., Williams & Wilkins, Philadelphia. 

Rovers, J.P., Currie, J.D., Hagel, H.P., McDonough, R.P., Sobotka, J.L., 2003, A Practical Guide to Pharmaceutical Care, 2nd  Eddition, AphA, Washington, D.C. 

Cipolle, R.J., Strand, L.M., and Morley, P.C., 1998, Pharmaceutical Care Practice, McGraw Hill, New york.  


Demikianlah Makalah kefarmasian di Indonesia. Jika tertarik dengan sejarah lainnya bisa membaca artikel terbaru kami mengenai Sejarah Thomas Fitzpatrick dan Josephine Myrtle Corbin

Posting Komentar untuk "CONTOH MAKALAH KEFARMASIAN DI INDONESIA (SEJARAH FARMASI, PENGERTIAN FARMASI)"