CONTOH MAKALAH 5 KASUS KEWARGANEGARAAN (3 DALAM NEGERI DAN 2 LUAR NEGERI)
MAKALAH
5 KASUS KEWARGANEGARAAN (3 DALAM NEGERI DAN 2 LUAR
NEGERI)
Oleh :
contohmakalahgan.blogspot.com
KELAS contoh makalah
SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN CONTOH
MAKALAH
TAHUN 2016
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah menganugerahkan kepada
kita semua buah kecerdasan yaitu otak, dengan kapasitor memori yang besar,
sehingga kita sebagai khalifah di muka bumi ini, merupakan makhluk yang paling
mulia derajatnya dari sebaik-baik kejadian dari semua makhluk yang diciptakan
Allah.
Shalawat
dan salam senantiasa terpanjatkan kepada Nabi kita Muhammad SAW, yang telah
membawa kita dari alam kegelapan menuju dunia yang terang benderang, sampai
dengan saat ini. Alhamdulillahirobbil alamin, dalam kesempatan kali ini penulis
telah menyelesaikan satu buah makalah yang berjudul “MAKALAH 5 KASUS (3 DALAM NEGERI
DAN 2 LUAR NEGERI)” yang dalam hal ini sekaligus bertujuan untuk memberikan
pengetahuan kepada pembaca mengenaii kewarganegaraan.
Tidak banyak kata yang dapat diutarakan penulis, mengingat
manusia adalah tempatnya salah, oleh sebab itu saya sadar bahwa makalah ini
memiliki kekurangan dan kelebihan. Sehingga kritik dan saran dari pembaca
sangat di harapkan.
Pringsewu, 22 Februari 2016
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL............................................................................................ i
KATA PENGANTAR.......................................................................................... ii
DAFTAR ISI........................................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................... 2
1.3 Tujuan Penulisan............................................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Problem Kewarganegaraan........................................................................ .... 3
2.2 Warga
Negara yang mencari Suaka........................................................... .... 23
2.3 Hak dan
Kewajiban warga Negara yang sering terabaikan............................ 45
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan..................................................................................................... 67
3.2 Saran............................................................................................................... 67
DAFTAR PUSTAKA
BAB 1
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Tingkat pertumbuhan penduduk yang tinggi serta kemiskinan yang banyak
terjadi di negara-negara berkembang merupakan salah satu pemicu terjadinya
migrasi. Selain hukum kewarganegaraan dilihat dari sudut kelahiran,
kewarganegaraan seseorang juga dapat dilihat dari sisi perkawinan yang
mencangkup asas kesatuan hukum dan asas persamaan derajat. Asas
Kesatuan Hukum berdasarkan pada paradigma bahwa suami-istri ataupun ikatan
keluarga merupakan inti masyarakat yang meniscayakan suasana sejahtera, sehat
dan tidak terpecah. Dalam menyelenggarakan kehidupan bermasyarakatnya,
suami-isteri atau keluarga yang baik perlu mencerminkan adanya suatu kesatuan
yang bulat.
Untuk
merealisasikan terciptanya kesatuan dalam keluarga atau suami-isteri, maka
semuanya harus tunduk pada hukum yang sama. Dengan adanya kesamaan pemahaman
dan komitmen menjalankan kebersamaan atas dasar hukum yang sama tersebut,
meniscayakan adanya kewarganegaraan yang sama, sehingga masing-masing tidak
dapat perbedaan yang dapat mengganggu keutuhan dan kesejahteraan keluarga.
Sedangkan dalam
asas persamaan derajat ditentukan bahwa suatu perkawinan tidak
menyebabkan perubahan status kewarganegaraan masing-masing pihak. Baik suami
ataupun isteri tetap berkewarganegaraan asal, atau dengan kata lain sekalipun
sudah menjadi suami isteri, mereka tetap memiliki status kewarganegaraan
sendiri, sama halnya ketika mereka belum dikatakan menjadi suami isteri.
Asas ini
menghindari terjadinya penyelundupan hukum. Misalnya, seseorang yang
berkewarganegaraan suatu negara dengan cara atau berpura-pura melakukan
pernikahan dengan perempuan di negara tersebut. Setelah melalui perkawinan dan
orang tersebut memperoleh kewarganegaraan yang diinginkannya, maka ia
menceraikan isterinya. Untuk menghindari penyelundupan hukum semacam ini,
banyak negara yang menggunakan asas persamaan derajat dalam peraturan
kewarganegaraannya.
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan
masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1.
Apa yang dimaksud dengan
warga negara?
2. Apa itu problem kewarganegaraan?
3.
Apa saja hak dan kewajiban
warga Negara yang terabaikan?
C. TUJUAN PENULISAN
Penulisan makalah ini bertujuan untuk memaparkan
hal sebagai berikut.
1.
Untuk memberikan pengetahuan
tentang apa itu warga negara.
2.
Untuk mengetahui tentang
problem kewarganegaraan.
3.
Untuk memberikan informasi
mengenai hak dan kewajiban warga Negara yang terabaikan
BAB II
PEMBAHASAN
A. PROBLEM
KEWARGANEGARAAN
A.
Pengertian Kewarganegaraan
Negara
memiliki wewenang untuk menentukan warga negara sesuai dengan asas yang dianut
negara tersebut. Asas kewarganegaraan yang dianut oleh suatu negara mrpakan
prinsip yang menjadi pedoman dalam menentukan kewarganegaraan pada negara
tersebut. Perbedaan asas tiap-tiap negara disebabkan karena perbedaan latar
belakang negara, cita-cita masa depan, letaknegara, dan kondisi perkembangan
yang ada.
Adapun
yang dimaksud dengan kewarganegaraan ialah keanggotaan seseorang dalam kontrol
satuan politik tertentu (secara khusus: negara) yang dengannya membawa hak
untuk berpartisipasi dalam kegiatan politik.
Seorang
Warga Negara Indonesia (WNI) adalah orang yang diakui oleh UU sebagai warga
negara Republik Indonesia. Kepada orang ini akan diberikan Kartu Tanda
Penduduk, berdasarkan Kabupaten atau (khusus DKI Jakarta) Provinsi, tempat ia
terdaftar sebagai penduduk/warga. Kepada orang ini akan diberikan nomor
identitas yang unik (Nomor Induk Kependudukan, NIK) apabila ia telah berusia 17
tahun dan mencatatkan diri di kantor pemerintahan. Paspor diberikan oleh negara
kepada warga negaranya sebagai bukti identitas yang bersangkutan dalam tata hukum
internasional.
B.
Asas Kewarganegaraan
Dalam menerapkan asas kewarganegaraan,
dikenal dengan 2 pedoman , yaitu asas kewarganegaraan berdasarkan kelahiran dan
asas kewarganegaraan berdasarkan perkawianan. [1]
1. Asas Kelahiran
Pada umumnya penentuan
kewarganegaraan berdasarkan pada sisi kelahiran seseorang dikenal dengan 2 (dua
) asas kewarganegaraan, yaitu ius solo
dan ius sanguinis.
Kedua istilah tersebut berasal dari
bahasa latin. Ius berarti hukum,
dalil atau pedoman, soli berasal dari
kata solum yang berarti negeri, tanah
atau daerah dan sanguinis yang
berarti darah. Dengan demikian, ius soli
berarti pedoman kewarganegaraan yang berdasarkan tampat atau daerah kelahiran.
Negara yang menganut asas ini akan mengakui kewarganegaraan seorang anak yang
lahir sebagai warganegaranya hanya apabila anak tersebut lahir di wilayah
negaranya, tanpa melihat siapa dan darimana orang tua anak tersebut. Asas ini
memungkinkan adanya bangsa yang modern dan multikultural tanpa dibatasi oleh ras,
etnis, agama, dan lain-lain. Contoh negara yang menganut asas ini adalah AS,
Argentina, Banglades dan Brazil.
Sedangkan ius
sanguinis adalah pedoman kewarganegaraan berdasarkan darah atau keturunan.
Negara yang menganut asas ini akan mengakui kewarganegaraan seorang anak
sebagai warga negaranya apabila orang tua dari anak tersebut adalah memiliki
status kewarganegaraan negara tersebut (dilihat dari keturunannya). Asas ini
akan berakbibat munculnya suatu negara dengan etnis yang majemuk. Contoh negara
yang menganut asas ini adalah negara-negara yang memiliki sejarah panjang
seperti negara-negara Eropa dan Asia. Contoh negara yang menganut asas ius
sanguinis ini yakni Brunai, Jordania, Malaysia, Belanda, Cina.
2. Asas Perkawinan
Selain
hukum kewarganegaraan dilihat dari sudut kelahiran, kewarganegaraan seseorang
juga dapat dilihat dari sisi perkawinan yang mencangkup asas kesatuan hukum dan asas
persamaan derajat.
Asas
kesatuan hukum
berdasarkan pada paradigm bahwa ikatan keluarga merupakan inti masyarakat yang
meniscayakan suasana sejahtera. Untuk merealisasikan terciptanya kesatuan dalam
keluaraga, maka semua harus tunduk pada hukum yang sama. Dengan adanya kesamaan
pemahaman dan komitmen menjalankan kebersamaan atas dasar hukum yang sama
tersebut, meniscayakan adanya kewarganegaraan yang sama.
Sedangkan dalam asas persamaan derajat ditentukan bahwa suatu perkawinan tidak
menyebabkan perubahan status kewarganegaraan masing-masing pihak. Baik suami
maupun istri tetap berwarganegara asal, atau dengan kata lain sekalipun telah
menjadi suami –istri, mereka tetap memiliki status kewarganegaraan sendiri,
sama halnya ketika mereka belum menjadi suami-istri, seperti halnya yang
tercantum dalam undang-undang No. 16 tahun 2006 yang mengatur kewarganegaraan
Indonesia yang menikah dengan warga Negara asing yang hak-haknya dilindungi
oleh undang-undang tersebut.
3.
Asas Kesatuan
Hukum
Asas kesatuan
hukum berangkat dari paradigma bahwa suami istri ataupun ikatan keluarga
merupakan inti masyarakat yang meniscayakan suasana sejahtera, sehat, dan tidak
terpecah. Dalam menyelenggarakan kehidupan bermasyarakatnya,suami istri ataupun
keluarga yang baik perlu mencerminkan adanya suatu kesatuan yang bulat.
Supaya terdapat keadaan harmonis dalam keluarga diperlukan kesatuan secara yuridis maupun dalam jiwa perkawinan, yaitu kesatuan lahir dan batÃn. Dan kesatuan hukum dalam keluarga ini tidak bertentangan dengan filsuf persamaan antara suami istri sehingga sekedar mencari manfaatnya bagi sang suami saja.
Supaya terdapat keadaan harmonis dalam keluarga diperlukan kesatuan secara yuridis maupun dalam jiwa perkawinan, yaitu kesatuan lahir dan batÃn. Dan kesatuan hukum dalam keluarga ini tidak bertentangan dengan filsuf persamaan antara suami istri sehingga sekedar mencari manfaatnya bagi sang suami saja.
4.
Asas Persamaan
Derajat
Menurut asas
persamarataan bahwa perkawinan sama sekali tidak mempengaruhi kewarganegaraan
seseorang, dalam arti masing-masing istri atau suami bebas menentukan sikap
dalam menen tukan kewarganegaraanya.
Asas ini menghindari terjadinya penyelundupan hukum, misalnya seseorang yang berkewarganegaraan asing ingin memperoleh status kewarganegaraan suatu Negara dengan cara atau berpura-pura melakukan pernikahan dengan pasangan di Negara tersebut.
5.
Sistem Kewarganegaraan
berdasarkan Naturalisasi
Adalah suatu perbuatan hukum yang dapat menyebabkan seseorang memperoleh status kewarganegaraan, Misal : seseorang memperoleh status kewarganegaraan akibat dari pernikahan, mengajukan permohonan, memilih/menolak status kewarganegaraan.
Adalah suatu perbuatan hukum yang dapat menyebabkan seseorang memperoleh status kewarganegaraan, Misal : seseorang memperoleh status kewarganegaraan akibat dari pernikahan, mengajukan permohonan, memilih/menolak status kewarganegaraan.
a. Naturalisasi Biasa
Yaitu suatu
naturalisasi yang dilakukan oleh orang asing melalui permohonan dan prosedur
yang telah ditentukan.
b. Naturalisasi Istimewa
Yaitu
kewarganegaraan yang diberikan oleh pemerintah (presiden) dengan persetujuan
DPR dengan alasan kepentingan negara atau yang bersangkutan telah berjasa
terhadap negara.
Asas
kewarganegaraan Indonesia berdasarkan UU No. 12 Tahun 2006 dibagi menjadi 4,
antara lain ;
1. Asas Ius Soli
Asas
yang menentukan kewarganegaraan seseorang berdasarkan negara tempat
kelahiran.
Contoh
: seseorang yang dilahirkan di negara A maka ia akan menjadi warga negara A
walaupun orangtuanya adalah warga negara B (dianut Oleh Inggris, Mesir, dan
Amerika)
2. Asas Ius Sanguinis
Penentuan
kewarganegaraan berdasarkan keturunan atau pertalian darah. Artinya penentuan
kewarganegaraan seseorang berdasarkan kewarganegaraan orang tuanya, bukan
berdasarkan negara tempat tinggalnya.
Contoh
: seseorang yang dilahirkan di negara A tetapi orang tuanya adalah warga negara
B maka orang tersebut tetap menjadi warga negara B (dianut oleh Cina)
3. Asas Kewarganegaraan Tunggal
Asas
yang menentukan satu kewarganegaraan bagi setiap orang.
Contoh
: seseorang tidak boleh mempunyai status kewarganegaraan lain apabila ia tetap
ingin berkewarganegaraan Indonesia.
4. Asas Kewarganegaraan Ganda Terbatas
Asas
menentukan kewarganegaraan ganda bagi anak-anak sesuai dengan ketentuan yang
diatur dalam undang-undang ini. Undang-undang ini pada dasarnya tidak mengenal
kewarganegaraan ganda (bipatride) ataupun tanpa kewarganegaraan (apatride).
Kewarganegaraan ganda yang diberikan kepada anak dalam undang-undang ini
merupakan suatu pengecualian. Namun ada suatu negara dalam menentukan
kewarganegaraannya hanya menggunakan asas ius soli atau ius sanguinis saja,
maka dapat mengakibatkan dua kemungkinan yang terjadi yaitu bipatride dan
apatride.
Contoh
negara yang menerapkan asas ius soli adalah Amerika Serikat, sedangkan yang
menerapkan asas ius sanguinis adalah Cina. Seorang warga negara Cina yang
melahirkan anak di Amerika Serikat, menurut asas yang dianut oleh masing-masing
negara tersebut memiliki dua kewarganegaraan yaitu warga negara Amerika Serikat
dan warga negara Cina. Sebaliknya warga negara Amerika Serikat yang melahirkan
seorang anak di Cina menurut asas tersebut tidak memiliki kewarganegaraan
(apatride).
C.
Masalah Kewarganegaraan
Karena
penentuan kewarganegaraan yang berbeda-beda, hal ini dapat menimbulkan masalah
kewarganegaraan, antara lain;
1. Apatride (tidak
berkewarganegaraan)
Apatride adalah tanpa
kewarganegaraan yang rimbul apabvila penurut peraturan kewarganegaraan, seseorang
tidak diakui sebagai warga Negara dari Negara manapun. Misalnya Agus dan ira
adalah suami istri yang berstatus Negara B yang berasal dari ius soli. Mereka
berdomisili di Negara A yang berasas ius sanguinis. Kemudian lahirlah anak
mereka Budi, menurut Negara A, Budi tidak diakui sebagai warga negaranya,
karena orangtuanya bukan warga negaranya. Begitupula menurut Negara B, Budi
tidak diakui sebagai warga negaranya, karena lahir di wilayah Negara lain.
Dengan demikian Budi tiak mempunyai kewarganegaraan atau apatride.
Dengan
keadaan apatride ini mengakibatkan seseorang tidak akan mendapat perlindungan
dari negara manapun juga.
Contoh:
Seorang anak dariorang tua warga Negara X yang
menganut ius soli dilahirkan di Negara Y
yang menganut ius sanguinis tidak
memperolehkewarganegaraan baik Negara X (Karena tidak lahir disana)
maupunkewarganegaraan Y (karena bukan merupakan keturunan warga Negara
tersebut).Akibatnya anak tersebut tidak memiliki kewargangeraan (Aptride)
2. Bipatride (berkewarganegaraan ganda)
Bipatride adalah dwi
kewarganegaraan, yang merupakan timbulnya apbila menurut peraturan dari dua
Negara terkait seorang dianggap sebagai warga Negara kedua Negara itu. Misalnya
Adi dan Ani adalah suami isteri yang berstatus warga Negara A, namun mereka
berdomisili di Negara B. Negara A menganut asas ius sanguinis dan Negara B
menganut asas ius soli. Kemudian lahirlah anak mereka, Dani. Menurut Negara A
yang menganut asas ius sanguinis, Dani adalah warga Negaranya karena mengikuti
kewarganegaraan orang tuanya. Menurut Negara B yang menganut asas ius soli,
Dani juga warga Negaranya, karena tempat kelahirannya adalah di Negara B.
dengan demikian Dani mempunyai status dua kewarganegaraan atau bipatride.
Dengan
demikian mengakibatkan ketidakpastian status orang yang bersangkutan dan
kerumitan administrasi tentang kewarganegaraan tersebut.
Contoh:
seseorang keturunanbangsa Y ( ius sanguinis ) lahir di Negara X (
ius soli ). Oleh
karena ia keturunan bangsa Y maka dianggapsebgai warga Negara Y. akan tetapi,
Negara X juga menganggap warga negaranyakarena berdasarkan tempat lahirnya.
Sehingga anak tersebut mempunyaikewarganegaraan ganda.
3. Multipatride (lebih dari 2
berkewarganegaraan)
Seseorang yang memiliki 2 atau
lebih kewarganegaraan Contoh : Seorang yang BIPATRIDE juga menerima pemberian
status kewarganegaraan lain ketika dia telah dewasa, dimana saat menerima
kewarganegaraan yang baru ia tidak melepaskan status kewarganegaraan yang lama.
Maka
dari itu permasalah diatas harus dihindarai dengan upaya-upaya sebagai berikut;
a. Memberikan kepastian hukum yang
jelas akan status kewarganegaraannya.
b. Menjamin hak-hak perlindungan hukum
yang pasti bagi seseorang dalam kehidupan bernegara.
Sistem
yang sering digunakan untuk menentukan status kewarganegaraan adalah;
-
Stelsel
aktif
Seseorang
akan menjadi warga negara suatu negara dengan melakukan tindakan-tindakan hkum
tertentu secara aktif. Dalam stelsel ini seorang wraga negara memiliki hak
opsi, yaitu hak untuk memilih suatu kewarganegaraan.
-
Stelsel
pasif
Seseorang
dengan sendirinya menjadi warga negara tanpa harus melakukan tindakan-tindakan
hukum tertentu. Dalam stelsel ini seorang warga negara memiliki hak repudiasi,
yaitu hak untuk menolak suatu kewarganegaraan.
Penyelesaian
masalah kewarganegaraan menurut salah satu keputusan KMB dipergunakan stelsel
aktif dengan hak opsi untuk penduduk Indonesia keturunan Eropa. Dan stelsel
pasif dengan hak repudiasi untuk keturunan Timur Asing.
Pelaksanaan
kedua stelsel tersebut mengakibatkan berlakunya dua konsekuensi hukum, yaitu
hak opsi dan hak repudiasi. Pengertian hak opsi adalah hak untuk memilih suatu
kewarganegaraan dan berpindah kewarganegaraan tertentu. Hak opsi berlaku dalam
stelsel aktif. Sedangkan pengertian hak repudiasi adalah hak untuk menolak
suatu kewarganegaraan yang ditawarkan oleh negara lain. Ini artinya, seseorang
tetap memilih negara kelahirannya. Hak repudiasi berlaku dalam stelsel pasif.
Dalam sejarah hukum
kewarganegaraan di Indonesia, Indonesia pernah menggunakan hasil Konferensi
Meja Bundar (KMB) di awal-awal masa kemerdekaan. Salah satu keputusan KMB
adalah pemberlakuan stelsel aktif dengan hak opsi bagi penduduk Indonesia
keturunan Eropa. Sedangkan penerapan stelsel pasif dengan hak repudiasi
diberlakukan bagi penduduk Indonesia keturunan Timur Asing seperti keturunan
Cina, Korea, Arab, dan Jepang.
Contoh yang dapat mengganggu kewarganegaraan antara lain :
1) Perkawinan Campuran
Dalam
perundang-undangan di Indonesia, perkawinan campuran didefinisikan dalam
Undang-undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, pasal 57 : ”yang dimaksud
dengan perkawinan campuran dalam Undang-undang ini ialah perkawinan antara dua
orang yang di Indonesia tunduk pada hukum yang berlainan, karena perbedaan
kewarganegaraan dan salah satu pihak berkewarganegaraan Indonesia”.
Selama
hampir setengah abad pengaturan kewarganegaraan dalam perkawinan campuran
antara warga negara indonesia dengan warga negara asing, mengacu pada UU
Kewarganegaraan No.62 Tahun 1958. Seiring berjalannya waktu UU ini dinilai
tidak sanggup lagi mengakomodir kepentingan para pihak dalam perkawinan
campuran, terutama perlindungan untuk istri dan anak.
Menurut
teori hukum perdata internasional, untuk menentukan status anak dan hubungan
antara anak dan orang tua, perlu dilihat dahulu perkawinan orang tuanya sebagai
persoalan pendahuluan, apakah perkawinan orang tuanya sah sehingga anak
memiliki hubungan hukum dengan ayahnya, atau perkawinan tersebut tidak sah,
sehingga anak dianggap sebagai anak luar nikah yang hanya memiliki hubungan
hukum dengan ibunya.
Barulah
pada 11 Juli 2006, DPR mengesahkan Undang-Undang Kewarganegaraan yang baru yang
memperbolehkan dwi kewarganegaraan untuk memberikan pencerahan baru dalam
mengatasi persoalan-persoalan yang lahir dari perkawinan campuran.
2) Permasalahan yang Timbul
Persoalan
yang rentan dan sering timbul dalam perkawinan campuran adalah masalah
kewarganegaraan anak.UU kewarganegaraan yang lama menganut prinsip
kewarganegaraan tunggal, sehingga anak yang lahir dari perkawinan campuran
hanya bisa memiliki satu kewarganegaraan, yang dalam UU tersebut ditentukan
bahwa yang harus diikuti adalah kewarganegaraan ayahnya. Pengaturan ini
menimbulkan persoalan apabila di kemudian hari perkawinan orang tua pecah,
tentu ibu akan kesulitan mendapat pengasuhan anaknya yang warga negara asing.
Dengan
lahirnya UU Kewarganegaraan yang baru, sangat menarik untuk dikaji bagaimana
pengaruh lahirnya UU ini terhadap status hukum anak dari perkawinan campuran.
Definisi anak dalam pasal 1 angka 1 UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan
Anak adalah :“Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas)
tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan”.
Dalam
hukum perdata, diketahui bahwa manusia memiliki status sebagai subjek hukum
sejak ia dilahirkan. Pasal 2 KUHP memberi pengecualian bahwa anak yang masih
dalam kandungan dapat menjadi subjek hukum apabila ada kepentingan yang
menghendaki dan dilahirkan dalam keadaan hidup.Manusia sebagai subjek hukum berarti
manusia memiliki hak dan kewajiban dalam lalu lintas hukum.Namun tidak berarti
semua manusia cakap bertindak dalam lalu lintas hukum. Orang-orang yang tidak
memiliki kewenangan atau kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum diwakili
oleh orang lain.
Dengan
demikian anak dapat dikategorikan sebagai subjek hukum yang tidak cakap
melakukan perbuatan hukum.Seseorang yang tidak cakap karena belum dewasa
diwakili oleh orang tua atau walinya dalam melakukan perbuatan hukum.Anak yang
lahir dari perkawinan campuran memiliki kemungkinan bahwa ayah ibunya memiliki
kewarganegaraan yang berbeda sehingga tunduk pada dua yurisdiksi hukum yang
berbeda. Berdasarkan UU Kewarganegaraan yang lama, anak hanya mengikuti
kewarganegaraan ayahnya, namun berdasarkan UU Kewarganegaraan yang baru anak
akan memiliki dua kewarganegaraan. Menarik untuk dikaji karena dengan
kewarganegaraan ganda tersebut, maka anak akan tunduk pada dua yurisdiksi
hukum.
3) Kewarganegaraan Ganda
Bila
dikaji dari segi hukum perdata internasional, kewarganegaraan ganda juga
memiliki potensi masalah, misalnya dalam hal penentuan status personal yang
didasarkan pada asas nasionalitas, maka seorang anak berarti akan tunduk pada
ketentuan negara nasionalnya. Bila ketentuan antara hukum negara yang satu dengan
yang lain tidak bertentangan maka tidak ada masalah, namun bagaimana bila ada
pertentangan antara hukum negara yang satu dengan yang lain, lalu pengaturan
status personal anak itu akan mengikuti kaidah negara yang mana. Lalu bagaimana
bila ketentuan yang satu melanggar asas ketertiban umum pada ketentuan negara
yang lain.
Sebagai
contoh adalah dalam hal perkawinan, menurut hukum Indonesia, terdapat syarat
materil dan formil yang perlu dipenuhi.Ketika seorang anak yang belum berusia
18 tahun hendak menikah maka harus memuhi kedua syarat tersebut.Syarat materil
harus mengikuti hukum Indonesia sedangkan syarat formil mengikuti hukum tempat
perkawinan dilangsungkan.Misalkan anak tersebut hendak menikahi pamannya
sendiri (hubungan darah garis lurus ke atas), berdasarkan syarat materiil hukum
Indonesia hal tersebut dilarang (pasal 8 UU No. 1 tahun 1974), namun
berdasarkan hukum dari negara pemberi kewarganegaraan yang lain, hal tersebut
diizinkan, lalu ketentuan mana yang harus diikutinya.
Dalam
menentukan kewarganegaraan seseorang, dikenal dengan adanya asas
kewarganegaraan berdasarkan kelahiran dan asas kewaraganegaraan berdasarkan
perkawinan.Dalam penentuan kewarganegaraan didasarkan kepada sisi kelahiran
dikenal dua asas yaitu asas ius soli dan ius sanguinis.Ius artinya hukum atau
dalil.Soli berasal dari kata solum yang artinya negari atau tanah.Sanguinis
berasal dari kata sanguis yang artinya darah.Asas Ius Soli; Asas yang
menyatakan bahawa kewarganegaraan seseorang ditentukan dari tempat dimana orang
tersebut dilahirkan.Asas Ius Sanguinis; Asas yang menyatakan bahwa
kewarganegaraan sesorang ditentukan beradasarkan keturunan dari orang tersebut.
Selain
dari sisi kelahiran, penentuan kewarganegaraan dapat didasarkan pada aspek
perkawinan yang mencakupa asas kesatuan hukum dan asas persamaan derajat.Asas
persamaan hukum didasarkan pandangan bahwa suami istri adalah suatu ikatan yang
tidak terpecahkan sebagai inti dari masyarakat.Dalam menyelenggarakan kehidupan
bersama, suami istri perlu mencerminkan suatu kesatuan yang bulat termasuk
dalam masalah kewarganegaraan. Berdasarkan asas ini diusahakan ststus
kewarganegaraan suami dan istri adalah sama dan satu.
Penentuan
kewarganegaraan yang berbeda-beda oleh setiap negara dapat menciptakan problem
kewarganegaraan bagi seorang warga.Secara ringkas problem kewarganegaraan
adalah munculnya apatride dan bipatride.Appatride adalah istilah untuk
orang-orang yang tidak memiliki kewarganegaraan.Bipatride adalah istilah untuk
orang-orang yang memiliki kewarganegaraan ganda (rangkap dua).Bahkan dapat
muncul multipatride yaitu istilah untuk orang-orang yang memiliki
kewarganegaraan yang banyak (lebih dari 2).
4) Undang-Undang yang Mengartur Warga
Negara
Perundangan kewarganegaraan yang
dikeluarkan oleh Pemerintah Indonesia yang pertama ini (UU No. 3 Tahun 1946),
yang menjadi penduduk negara ialah mereka yang
bertempat tinggal di Indonesia selama satu tahun berturut-turut
Dalam Konfrensi Meja Bundar 1949
dicapai suatu persetujuan perihal penentuan kewarganegaraan antara RI dengan
Kerajaan Belanda
Dalam UU No. 62 Tahun 1958 mengatur
tentang :
1. Siapa yang dinyatakan berstatus
warganegara Indonesia
2. Pewarganegaraan biasa atau
naturalisasi
3. Akibat pewarganegaraan
4. Pewarganegaraan istimewa
5. Kehilangan kewarganegaraan Indonesia
6. Siapa yang dinyatakan berstatus
orang asing
Adapun
Undang-Undang yang mengatur tentang warga negara adalah Undang-Undang No.12
Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia.Pewarganegaraan adalah
tatacara bagi orang asing untuk memperoleh kewarganegaraan Republik Indonesia
melalui permohonan.Dalam Undang-Undang dinyatakan bahwa kewarganegaraan
Republik Indonesia dapat juga diperoleh memalului pewarganegaraan.
Permohonan
pewarganegaraan dapat diajukan oleh pemohon juika memenuhi persyaratan sebagai berikut:
telah berusia 18 (delapan belas) tahun atau sudah kawin, pada waktu mengajukan
permohonan sudah bertempat tinggal di wilayah negara Republik Indonesia paling
singkat 5 (lima) tahun berturut-turut atau paling singkat 10 (sepuluh) tahun
tidak berturut-turut, sehat jasmani dan rohani, dapat berbahasa Indonesia serta
mengakui dasar negara Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, tidak pernah dijatuhi pidana karena melakukan tindak
pidana yang diancam dengan pidana penjara 1 (satu) tahun, jika dengan
memperoleh kewarganegaraan Indonesia, tidak menjadi kewarganegaraan ganda,
mempunyai pekerjaan dan/atau berpenghasilan tetap, membayar uang
pewarganegaraan ke Kas Negara.
Undang-Undang Kewarganegaraan yang berlaku
sekarang adalah UU No. 12 Tahun 2006, yang mulai berlaku sejak diundangkan pada
tanggal 1 Agustus 2006, dengan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006
Nomor 63, beberapa bagian dari undang-undang itu yang mengenai
ketentuan-ketentuan :
1. siapa yang menjadi warganegara
Indonesia,
2. syarat dan tata cara memperoleh
Kewarganegaraan Republik Indonesia,
3. kehilangan Kewarganegaraan Republik
Indonesia
4. syarat dan tata cara memperoleh
kembali Kewarganegaraan Republik Indonesia
5. ketentuan pidana
D. Pewarganegaraan
Pewarganegaraan biasa atau
Naturalisasi biasa syarat yang harus dipenuhi :
1. Telah berusia 18 tahun
2. Pada waktu mengajukan permohonan
sudah bertempat tinggal di wilayah negara republik Indonesia paling singkat 5
(lima) tahun berturut-turut atau paling singkat 10 (sepuluh) tahun tidak
berturut-turut
3. Sehat jasmani dan rohani
4. Dapat berbahasa Indonesia dan
mengakui dasar negara Pancasila dan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945
5. Tidak pernah dijatuhi pidana karena
melakukan tindak pidana yang yang diancam dengan pidana penjara 1 (satu) tahun
atau lebih
6. Jika dengan memperoleh
Kewarganegaraan RI, tidak menjadi kewarganegaraan ganda
7. Mempunyai pekerjaan dan / atau
berpenghasilan tetap
8. Membayar uang pewarganegaraan ke Kas
Negara
2. Pewarganegaraan Istimewa
atau Naturalisasi Istimewa
Naturalisasi istimewa dapat
diberikan kepada mereka (warga asing) yang telah berjasa kepada negara RI atau
dengan alasan kepentingan negara dapat diberikan Kewarganegaraan RI oleh
Presiden setelah memperoleh pertimbangan DPR RI, kecuali dengan pemberian
kewarganegaraan itu mengakibatkan yang bersangkutan berkewarganegaraan ganda
(pasal 20 UU. No. 12 Tahun 2006)
Orang asing yang berjasa kepada
negara RI karena : prestasinya yang luar biasa dibidang kemanusiaan, Ilmu
Pengetahuan dan tehnologi, kebudayaan, lingkungan hidup, serta keolahragaan
telah memberikan kemajuan dan keharuman nama bangsa Indonesia.
Orang asing yang diberi
kewarganegaraan karena alasan kepentingan negara : orang asing yang dinilai
oleh negara telah dapat memberikan sumbangan yang luar biasa untuk kepentingan
memantapkan kedaulatan negara dan untuk meningkatkan kemajuan khususnya di
bidang perekonomian Indonesia
3. Kehilangan
Kewarganegaraan
Menurut UU No. 12 Tahun 2006 seorang
warga negara RI dapat kehilangan kewarganegaraan apabila :
1. Memperoleh kewarganegaraan lain atas
kemauannya sendiri
2. Tidak menolak atau melepaskan
kewarganegaraan lain, sedangkan orang yang bersangkutan mendapat kesempatan
untuk itu
3. Dinyatakan hilang kewarganegaraannya
oleh Presiden atas permohonannya sendiri, yang bersangkutan sudah berusia 18
(delapan belas) tahun atau sudah kawin, bertempat tinggal di luar negeri, dan
dinyatakan hilang Kewarganegaraan RI tidak menjadi/tanpa kewarganegaraan
4. Masuk dalam dinas tentara asing
tanpa ijin terlebih dahulu dari Presiden
5. Secara sukarela masuk dalam dinas
negara asing, yang jabatan dalam dinas semacam itu di Indonesia sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan hanya dapat dijabat oleh WNI
6. Secara sukarela mengangkat sumpah
atau menyatakan janji setia kepada negara asing atau bagian dari negara asing
tersebut
7. Tidak diwajibkan tetapi turut serta
dalam pemilihan sesuatu yang bersifat ketatanegaraan untuk suatu negara asing
8. Mempunyai paspor atau surat yang
bersifat paspor dari negara asing atau surat yang dapat diartikan sebagai tanda
kewarganegaraan yang masih berlaku dari negara lain atas namanya
9. Bertempat tinggal diluar wilayah
negara RI selama 5 tahun terus menerus bukan dalam rangka dinas negara, tanpa
alasan yang sah dan dengan sengaja tidak menyatakan keinginannya untuk tetap
menjadi WNI sebelum jangka waktu 5 tahun berikutnya yang bersangkutan
tidak mengajukan pernyataan ingin tetap menjadi WNI kepada Perwakilan RI yang
wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal yang bersangkutan, padahal Perwakilan
RI telah memberitahukan secara tertulis kepada yang bersangkutan, sepanjang
yang bersangkutan tidak menjadi tanpa kewarganegaraan.
E.
CONTOH KASUS PROBLEM KEWARGANEGARAAN
Beberapa
contoh kasus kewarganegaraan di Indonesia antara lain:
1.
Tamara
Blezensky & Mike Lewis
Pernikahan
Tamara Bleszynsky dan Mike Lewis merupakan pernikahan dengan dua
kewarganegaraan berbeda. Namun pernikahannya hanya bertahan selama dua tahun,
dan dikaruniai seorang putra, Kenzou Leon Blezynski Lewis (1,5 tahun).
Anak-anak memang selalu menjadi
korban perceraian. Persoalan menjadi rumit saat perceraian terjadi di antara
dua insan berbeda kewarganegaraan. Menghadapi kondisi tersebut, Tamara tak
menganggapnya masalah besar.
"Enggak masalah kok,"
ungkap Tamara ditemui di Cilandak Town Square, Jakarta Selatan, Jumat
(15/6/2012)
Wanita berdarah Polandia-Sunda ini
tidak mempermasalahkan status kewarganegaraan buah hatinya karena telah
diizinkan memiliki dua kewarganegaraan sekaligus. Sehingga dirinya tidak akan
memaksakan putranya menjadi warga negara Indonesia.
"Sekarang kan diperbolehkan dua
negara," tutupnya.
2.
Naturalisasi
Pemain seperti ifan bachdim dan kim jeffrey kurniawan tersebut bisa
dinaturalisasi sepanjang memiliki darah Indonesia, bisa dari kakek/nenek atau
ayah/ibu. Pada kasus ini, syarat tinggal minimal diabaikan. Ayah Irfan Bachdim
merupakan warga negara Indonesia yang tinggal di Belanda dan beristrikan orang
Belanda. Berdasarkan aturan garis keturunan, Irfan Bachdim bisa ditarik menjadi
warga negara Indonesia tanpa harus tinggal lama di Indonesia.
Beberapa contoh kasus problem kewarganegaraan di luar negeri antara lain:
1.
Martino
dan Mellyna adalah suami isteri yang berstatus ius-soli. Mereka berdomisili di
negara Jepang yang berasas
ius-sanguinis. Kemudian lahirlah anak mereka, Hatada. Menurut negara Jepang,
Hatada tidak diakui sebagai warganegaranya, karena orang tuanya bukan
warganeganya. Begitu pula menurut negara Kolombia, Budi tidak diakui sebagai
warganegaranya, karena lahir di negara lain. Dengan demilian Budi tidak mempunyai
kewarganegaraan atau Apatride.
2.
Jennifer
Lopez memiliki darah keturunan bangsa Latin ( Brazil ) yang menganut asas Ius
Soli, tapi ia lahir di Belanda yang menganut asas Ius Sanguinis. Jadi Jennifer
tidak memiliki status kewarganegaraan dari kedua negara Brazil dan Belanda.
Brasil tidak mengakui Jennifer Lopez sebagai warga negara karena ia lahir di
luar negara Brazil. Dan dia bukan warga negara Belanda, karena ia tidak
memiliki darah atau keturunan bangsa Belanda .
3.
Kontroversi mengenai status kewarganegaraan yang
melibatkan member girl group TWICE, Tzuyu sepertinya semakin memanas. Seperti
yang diketahui, kontroversi ini bermula saat JYP Entertainment tak menuliskan
Cina, melainkan Taiwan pada status kewarganegaraan Tzuyu di profil TWICE, yang
berujung pada kritikan dari netizen Cina.
Para netizen Cina menganggap bahwa
Tzuyu mendukung terpisahnya Taiwan dari daratan Cina, yang kini memang tengah
menjadi perdebatan hangat di politik Tiongkok. Terlebih lagi, Tzuyu sebelumnya
diketahui memegang bendera Korea dan Taiwan untuk menunjukkan status
kewarganegaraannya dalam program MBC ‘My Little Television’.
Kontroversi ini pun akhirnya membuat
JYP memutuskan untuk menunda segala aktivitas Tzuyu dan TWICE di Cina untuk
sementara waktu. Melalui akun Weibo resminya, JYP juga merilis pernyataan
terkait kontroversi yang menimpa maknae TWICE tersebut.
“Termasuk Tzuyu, JYP Entertainment
tidak pernah membuat pernyataan atau tindakan apapun terkait dengan politik di
Cina. Tzuyu adalah seorang gadis yang masih berusia 16 tahun. Dengan umur dan
pengalamannya, ia bukanlah seseorang yang bertindak dengan sebuah motif
politik,” tulis JYP dalam pernyataannya.
Pihaknya melanjutkan, “Karena
kontroversi ini, pekerjaan sehari-hari JYP di Cina menjadi terpengaruh, yang
membuat rekan kami yang sudah kami ajak kerja sama merasa tidak nyaman. Melihat
situasi ini, hingga kontroversinya mereda, JYP Entertainment telah membuat
keputusan akan menunda seluruh kegiatan Tzuyu di Cina.”
Kontroversi ini juga semakin hangat
diperbincangkan saat penyanyi asal Taiwan yang menentang keluarnya Taiwan dari
daratan Cina, yaitu Huang An mengkritik tindakan yang dilakukan Tzuyu di
program MBC tersebut.
B. WARGA NEGARA YANG MENCARI SUAKA
Sebelum memasuki pembahasan mengenai
Warga Negara pencari suaka sebelumnya ada beberapa hal yang harus pahami
mengenai para pencari suaka tersebut.
A. Migrasi
Migrasi
yang terjadi selama ini baik yang terjadi di Indonesia ataupun belahan dunia
lain adalah sebuah peristiwa yang tidak dapat dihindarkan. Jika
dipertanyakan sejak kapan adanya migrasi mungkin akan ada banyak versi, tapi
yang jelas migrasi sudah ada sejak peradaban manusia itu pun ada.
Migrasi
Penduduk atau migrasi manusia adalah perpindahan penduduk dari suatu daerah ke
daerah lain, berjarak jauh dan terbentuk dalam kelompok yang besar yang
tujuannya adalah menetap di suatu daerah. Migrasi melintasi perbatasan wilayah,
provinsi, negara, atau internasional. Orang-orang yang bermigrasi ke wilayah
yang disebut imigran, sementara pada titik keberangkatan mereka disebut
emigran.
Migrasi
disebut juga dengan mobilitas penduduk yang definisi nya sama yaitu perpindahan
penduduk dari suatu daerah ke daerah lain. Mobilitas penduduk terbagi dua yaitu
bersifat nonpermanen atau sementara misalnya turis baik nasional maupun manca
negara, dan ada pula mobilitas penduduk yang bersifat permanen atau menetap di
suatu daerah. Mobilitas penduduk permanen disebut migrasi.
Macam-macam migrasi itu sendiri adalah :
1.
Migrasi internasional (migrasi antarnegara)
Migrasi
internasional (migrasi antarnegara) adalah perpindahan penduduk dari suatu
Negara ke Negara lain. Migrasi internasional meliputi imigrasi, emigrasi, dan
remigrasi. Imigrasi, yaitu masuknya penduduk dari Negara lain ke suatu
Negara dengan tujuan menetap.
Emigrasi, yaitu
berpindahnya penduduk atau keluarnya penduduk dari suatu Negara ke Negara lain
dengan tujuan menetap. Remigrasi, yaitu kembalinya penduduk dari suatu
Negara ke Negara asalnya.
2.
Migrasi internal (migrasi nasional)
Migrasi
internal (migrasi nasional) adalah perpindahan penduduk yang masih berda dalam
lingkup satu wilayah Negara.
I.
Faktor-Faktor yang menyebabkan migrasi
Berikut ini
adalah beberapa faktor yang menyebabkan manusia / orang pelakukan
aktifitas migrasi:
1.
Alasan Politik / Politis, Kondisi perpolitikan suatu
daerah yang panas atau bergejolak akan membuat penduduk menjadi tidak betah
atau kerasan tinggal di wilayah tersebut.
2.
Alasan Sosial Kemasyarakatan, Adat-istiadat yang
menjadi pedoman kebiasaan suatu daerah dapat menyebabkan seseorang harus
bermigrasi ke tempat lain baik dengan paksaan maupun tidak. Seseorang yang
dikucilkan dari suatu pemukiman akan dengan terpaksa melakukan kegiatan
migrasi.
3.
Alasan Agama atau Kepercayaan, Adanya tekanan atau
paksaan dari suatu ajaran agama untuk berpindah tempat dapat menyebabkan
seseorang melakukan migrasi.
4.
Alasan Ekonomi, Biasanya orang miskin atau golongan
bawah yang mencoba mencari peruntungan dengan melakukan migrasi ke kota. Atau
bisa juga kebalikan di mana orang yang kaya pergi ke daerah untuk
membangun atau berekspansi bisnis.
5.
Alasan lain, Contohnya seperti alasan pendidikan,
alasan tuntutan pekerjaan, alasan keluarga, alasan cinta, dan lain sebagainya.
II.
Imigran Gelap (Illegal migration)
Illegal migration diartikan sebagai suatu usaha untuk
memasuki suatu wilayah tanpa izin. Imigran gelap dapat pula berarti bahwa
menetap di suatu wilayah melebihi batas waktu berlakunya izin tinggal yang sah
atau melanggar atau tidak memenuhi persyaratan untuk masuk ke suatu wilayah
secara sah.
Terdapat tiga bentuk dasar dari imigran gelap. Yang pertama
adalah yang melintasi perbatasan secara ilegal (tidak resmi). Yang kedua adalah
yang melintasi perbatasan dengan cara, yang secara sepintas adalah resmi
(dengan cara yang resmi), tetapi sesungguhnya menggunakan dokumen yang
dipalsukan atau menggunakan dokumen resmi milik seseorang yang bukan haknya,
atau dengan menggunakan dokumen remsi dengan tujuan yang ilegal. Dan yang
ketiga adalah yang tetap tinggal setelah habis masa berlakunya status resmi
sebagai imigran resmi.
Philip Martin dan Mark Miller menyatakan bahwa smuggling
merupakan suatu istilah yang biasanya diperuntukkan bagi individu atau keompok,
demi keuntungan, memindahkan orang-orang secara tidak remsi (melanggar ketentuan
Undang-Undang) untuk melewati perbatasan suatu negara. Sedangkan PBB dalam
sebuah Konvensi tentang Kejahatan Transnasional Terorganisasi memberikan
definisi dari smuggling of migrants sebagai sebuah usaha pengadaan secara
sengaja untuk sebuah keuntungan bagi masuknya seseorang secara ilegal ke dalam
suatu negara dan/atau tempat tinggal yang ilegal dalam suatu negara, dimana
orang tersebut bukan merupakan warga negara atau penduduk tetap dari negara
yang dimasuki (Philip, op cit). Sedangkan pengertian people smuggling
adalah sebuah istilah yang merujuk kepada gerakan ilegal yang terorganisasi
dari sebuah kelompok atau individu yang melintasi perbatasan internasional,
biasanya dengan melakukan pembayaran berdasarkan jasa. Penyelundupan migran
merupakan suatu tindakan, baik langsung maupun tidak langsung, guna memperoleh
suatu keuntungan finansial atau material lainnya dengan cara memasukkan
seseorang yang bukan warga negara atau penduduk tetap suatu negara tertentu
secara ilegal ke negara tersebut.
Berdasarkan pengertian di atas, dapat dinyatakan bahwa
terdapat tiga unsur penting yang harus ada (baik secara terpisah maupun tidak)
untuk menyatakan suatu tindakan tersebut tergolong people smuggling,
yaitu harus ada kegiatan melintasi tapal batas antar negara, aktivitas tersebut
merupakan aktivitas yang bersifat ilegal, dan kegiatan tersebut memiliki maksud
untuk mencari keuntungan.
a.
Imigran Gelap dan Indonesia Sebagai Negara Transit
Menurut
catatan Badan PBB untuk Urusan Pengungsi (UN High Commissioner for Refugees)
tahun 2010 jumlah pengungsi di dunia adalah sekitar 43.3 juta juta dimana
27.1 di antaranya adalah Internally Displaced Persons dan 15.2 juta jiwa
adalah pengungsi (lintas negara). Negeri asal pengungsi yang terbanyak
adalah berturut-turut Afghanistan, Irak, Somalia, Burma, Colombia, Vietnam,
Eritrea, China, Sri Lanka, Turkey dan Angola. Sedangkan negeri tujuan
pengungsi, ataupun yang kemudian menerima para pengungsi adalah Amerika
Serikat, Canada, Australia, New Zealand, Netherlands, Denmark dan negara-negara
Scandinavia (Swedia, Finlandia dan Norwegia).
Indonesia
sendiri tidak tergolong sebagai negeri tujuan pengungsian. Walaupun
Indonesia pernah berpartisipasi dengan menyediakan Pulau Galang di Kepulauan
Riau sebagai penampungan pengungsi asal Vietnam dan Cambodia (tahun 1979 –
1996) atas mandat dari PBB (UNHCR). Disamping Pulau Galang, pulau lain
seperti Natuna, Tarempa dan Anambas juga menjadi tempat transit dan pemprosesan
manusia perahu.
Posisi
Indonesia saat ini lebih dikenal sebagai negeri transit pengungsi dari negeri
Asia lain yang akan menuju Australia. Pengungsi yang menjadikan Indonesia
sebagai negeri transit datang dari Irak, Afghanistan, Sri Lanka maupun Burma
(etnis Rohingya). Kebanyakan pengungsi datang dengan menggunakan
jalur laut (sebagai manusia perahu) dan memilih pantai selatan Jawa hingga ke
Nusa Tenggara sebagai tempat bertolak menuju Australia.
Dan Jawa
Barat selatan adalah salah satu tempat bertolak paling ideal. Disamping karena
merupakan titik terdekat menuju Pantai Chrismas Australia, juga karena
pantai selatannya begitu panjang. Ideal bagi para mafia penyelundup
manusia untuk berkelit dari otoritas keamanan laut. Sejatinya bukan hanya
Jawa Barat. Rute lainnya adalah pantai selatan Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali,
NTB hingga NTT. Indonesia sudah sejak lama menjadi negeri pilihan untuk
transit menuju negeri idaman, Australia atau Selandia Baru. Tak sekedar
transit, banyak oknum WNI yang ternyata turut memfasilitasi imigrasi
gelap tersebut atau biasa disebut dengan penyelundup manusia (human smuggler).
Sebelum
kasus tahun 2011-2012, salah satu kasus yang terkenal adalah Tampa Incident
Agustus 2001. Ketika itu sekitar 438 pengungsi Afghanistan terdampar di
tengah laut internasional beberapa puluh kilomer dari Pulau Christmas.
Mereka menumpang kapal Indonesia Palapa
1 yang berperan selaku penyelundup manusia dengan bayaran
tertentu. Mereka kemudian ditolong kapal MV Tampa yang berbendera
Norwegia yang sedang berlayar di daerah tersebut. Sayangnya, otoritas
Australia kemudian menolak menerima mereka di tanah Australia dan mengirim para
manusia perahu tersebut ke negara Nauru untuk ditahan sementara dan diproses
klaim suaka-nya. Terkait dengan begitu banyaknya kasus imigran gelap dan
pengungsi/ pencari suaka yang menjadikan Indonesia sebagai negera transit.
b.
HAM Untuk
Imigran Gelap di Indonesia
Setiap
manusia di dunia ini pasti memiliki HAM yang telah mereka bawa sejak mereka di
lahirkan. HAM adalah hak-hak yang memang seharusnya di dapat oleh setiap
individu dimanapun mereka berada. Akan tetapi, setiap individu juga harus
memenuhi tugas dan kewajibannya dahulu sebelum menuntut hak-hak mereka. Tak
terkecuali bagi mereka para imigran gelap yang masuk ke Indonesia. Walaupun
memang sebenarnya mereka telah melanggar hukum di Indonesia, dengan masuk ke
dalam wilayah Indonesia secara ilegal dan tanpa dokumen yang lengkap. Bahkan,
banyak dari para imigran gelap itu yang tinggal dan sudah menetap lama di
berbagai wilayah di Indonesia ini.
Sebenarnya,
imigran gelap yang ada di Indonesia tidak hanya mereka yang memang masuk secara
ilegal untuk menetap disini atau memang sudah tinggal lama disini namun tidak
punya dokumen lengkap tentang diri mereka.
Para
pengungsi dari negara lain dan para pencari suaka yang masuk secara ilegal ke
wilayah negara ini juga di kategorikan sebagai imigran gelap. Mereka bukannya
tanpa balasan menjadi imigran gelap, selain karena takut akan penyiksaan atau
ancaman penyiksaan (persecution) yang terjadi atas dasar perbedaan suku, agama,
ras, etnis, golongan sosial, keyakinan politik , kelompok kepentingan, dan
lain-lain, mungkin mereka juga telah hilang harapan terhadap keamanan dirinya
di negeri asalnya. Itulah yang mendasari mereka untuk mencari kehidupan lain
yang lebih layak walaupun cara yang mereka tempuh salah.
Walaupun
imigran gelap jelas-jelas menyalahi aturan yang ada di Indonesia, tapi mereka
juga mempunyai hak asasi yang patut di pertimbangkan oleh pemerintah Indonesia.
Pemerintah tidak boleh langsung memberi hukuman atau langsung mendeportasi para
imigran gelap. Pemerintah juga perlu mempertimbangkan keberlangsungan hidup
para imigran gelap dan tentunya mempertimbangkan hak asasi mereka.
Tetapi di
indonesia sendiri dalam penanganan imigran gelap memang sangat menjunjung
tinggi HAM yang berlaku. Buktinya para imigran gelap yang tertangkap di
perlakukan secara baik. Malah, mereka terkesan betah dengan perlakuan pihak
negara kita. Dibandingkan negara-negara lain, dalam penanganan imigran gelap,
memang negara kita lah yang paling unggul. Di Indonesia Ham untuk imigran gelap
memang ditegakkan dengan adil.
c.
Peran Indonesia Dalam Menangani Imigran Gelap
Indonesia
sampai saat ini belum menjadi anggota (party) dari Konvensi Pengungsi 1951
maupun Protokol 1967 dan juga tidak mempunyai mekanisme penentuan status
pengungsi. Oleh karena itu, selama ini Badan PBB yang mengurusi pengungsi
(UNHCR) –lah yang memproses sendiri setiap permohonan status pengungsi di
Indonesia dengan dibantu badan internasional lain seperti International
Organization for Migration (IOM).
Bagi mereka
yang ternyata memang pengungsi, UNHCR berupaya mencarikan solusi yang
berkelanjutan baginya, yang biasanya berupa pemukiman kembali ke negara lain
untuk mana UNHCR bekerja sama erat dengan negara-negara tujuan. Per tanggal 1
Mei 2009 terdapat sekitar 439 orang yang diakui sebagai pengungsi, 821 orang
pencari suaka dan 26 orang lainnya yang menjadi perhatian UNHCR di Indonesia
(Arwan, 2012).
Kendati
belum menjadi pihak dari Konvensi Pengungsi 1951, pemerintah Indonesia dan
pemerintah daerah selama ini telah mendukung proses-proses suaka tersebut
dengan mengijinkan pencari suaka masuk ke wilayah Indonesia, merujuk para
pencari suaka ke UNHCR, dan mengijinkan para pengungsi untuk tinggal di
Indonesia sementara menunggu diperolehnya solusi yang berkelanjutan.
Contoh terakhir adalah bagaimana rakyat Aceh dan pemerintah Indonesia
bersedia menampung sementara pencari suaka Rohingya dari Myanmar yang terusir
oleh rezim junta militer Myanmar dan dianggap sebagai tak punya kewarganegaraan
(stateless persons).
Tindakan
pemerintah Indonesia dan pemerintah daerah ini patut dipuji. Ini adalah
implementasi dari asas non refoulement dalam Konvensi Pengungsi
1951 (tidak mengusir/ memulangkan kembali ke negeri asal apabila kondisi
negerinya masih tidak kondusif). Langkah berikutnya adalah membantu pemprosesan
status para pengungsi tersebut dan tidak sekali-sekali melakukan kekerasan terhadap
mereka dalam segala bentuknya.
Namun,
itu saja tidak cukup. Pemerintah Indonesia dan pemerintah daerah dengan
dukungan TNI/PORI juga harus mencegah dan menindak keras para penyelundup
manusia asal Indonesia yang mengambil keuntungan dari penderitaan para pencari
suaka dengan cara memfasilitasi, memberikan transportasi, dengan
sembunyi-sembunyi maupun dengan cara menipu, mengantarkan orang ke negeri lain
melalui cara tidak resmi yang sekaligus melanggar hukum. Apalagi,
Indonesia telah menjadi pihak (party) dari Konvensi PBB tentang Anti Kejahatan
Transnasional yang Terorganisasi (UN Convention Against Transnational
Organized Crime 2000) dengan meratifikasinya sejak April 2009 melalui UU No. 5
tahun 2009.
Terakhir,
adalah satu otokritik untuk Indonesia dan negeri-negeri berpenduduk muslim
lainnya, termasuk bagi negara-negara anggota Organisasi Konferensi Islam (OKI).
Negeri asal pengungsi terbesar adalah negeri-negeri berpenduduk mayoritas
muslim seperti Afghanistan, Irak, Somalia, Sudan dan Turkey. Namun
sebagian besar pengungsi justru tidak ingin mencari suaka di negeri
muslim. Kalaupun mereka pergi ke negeri muslim hanyalah sekedar transit
untuk kemudian menuju negeri –negeri barat seperti AS dan Canada, Australia dan
New Zealand, serta ke negara-negara Eropa.
B. Pencari suaka dan pengungsi
1.
Pengertian
pencari
suaka
Pencari suaka adalah
orang yang telah mengajukan permohonan untuk mendapatkan perlindungan namun
permohonannya sedang dalam proses penentuan[6]. Mereka
yang tidak memperoleh status pengungsi disebut sebagai pencari suaka
2.
Pengertian
Pengungsi
Ada perbedaan pengertian pengungsi
sebelum dan sesudah tahun 1951. Perbedaan ini didasarkan pada isi perjanjian
internasional, terutama mengenai pengertian Pengungsi.
Pengungsi dalam Perjanjian
Internasional sebelum 1951 pada prinsipnya adalah pengungsi yang berasal dari
daerah-daerah tertentu. Jadi di sini didasarkan dari orang-orang yang berasal
dari daerah-daerah tertentu. Jadi di sini didasarkan dari orang-orang yang
berasal dari daerah tertentu, yang karena keadaan daerah tertentu, yang karena
keadaan daerahnya terpaksa keluar. Perlindungan menurut Hukum Internasional
dalam hal ini hanya orang-orang tertentu tersebut dan tidak dimaksudkan untuk
melindungi pengungsi secara umum.
Pengertian pengungsi dalam
perjanjian Internasional setelah tahun 1951 diartikan secara general (umum),
tidak hanya daerah tertentu, Cuma dalam konvensi ini masih ada pembatasan yaitu
pembatasan waktu dimaksudkan adalah hanya mereka yang mengungsi sebelum 1
Januari 1951, jadi ada Dateline (batas tanggal) walaupun secara geografis tidak
dibatasi. Persoalan yang timbul ialah mengapa dalam konvensi tersebut perlu
dibatasi dalam konvensi tersebut?
Konvensi 1951 dan Protokol 1967 pada
prinsipnya hampir sama. Ada tiga hal pokok yang merupakan isi konvensi
tersebut, yaitu :
1)
Pengertian
dasar pengungsi.
Pengertian
dasar Pengungsi diartikan dalam Konvensi 1951 dan Protokol 1967 penting
diketahui sebab diperlukan untuk menetapkan status pengungsi seseorang
(termasuk pengungsi atau bukan). Penetapan ini ditetapkan oleh negara tempat
orang itu berada dan bekerja sama dengan UNHCR (United Nation High
Commissioner For Refugee), yang menangani masalah pengungsi dari PBB.
2)
Status
hukum Pengungsi, hak dan kewajiban pengungsi di negara tempat pengungsian (hak
dan kewajiban berlaku di tempat pengungsian itu berada).
3)
Implementasi
(pelaksanaan) perjanjian, terutama menyangkut administrasi dan hubungan
diplomatik. Di sini titik beratnya administrasi dan hubungan diplomatik. Di
sisni titik beratnya ialah pada hal-hal yang menyangkut kerja sama dengan
UNHCR. Dengan demikian, UNHCR dapat melakukan tugasnya sendiri dan melakukan
tugas pengawasan, terutama terhadap negara-negara tempat pengungsi itu berada.
3.
Macam-macam Pengungsi
Latar belakang terjadinya pengungsi
dapat dikelompokkan dalam dua jenis, yakni :
1) Pengungsian karena bencana alam (Natural
Disaster). Pengungsian ini pada prinsipnya masih dilindungi negaranya
keluar untuk menyelamatkan jiwanya, dan orang-orang ini masih dapat minta
tolong pada negara dari mana ia berasal.
2) Pengungsian karena bencana yang
dibuat Manusia (Man Made Disaster). Pengungsian disini pada prinsipnya
pengungsi keluar dari negaranya karena menghindari tuntutan (persekusi)
dari negaranya. Biasannya pengungsi ini karena lasan politik terpaksa
meninggalkan negaranya, orang-orang ini tidak lagi mendapat perlindungan dari pemerintah
dimana ia berasal.
Dari
dua jenis pengungsi di atas yang diatur oleh Hukum Internasional sebagai Refugee
Law (Hukum Pengungsi) adalah jenis yang kedua, sedang pengungsi karena
bencana alam itu tidak diatur dan dilindungi oleh Hukum Internasional.
Ada
suatu istilah pengungsi yang disebut Statutory Refugees. Yang dimaksud Statutory
Refugees adalah Pengungsi-pengungsi yang berasal dari suatu negara
tertentu yang tidak mendapatkan perlindungan diplomatik dari negaranya (negara
asalnya). Yang dapat dikategorikan sebagai Statutory Refugees adalah
mereka yang memenuhi persyaratan seperti yang disebut dalam perjanjian
Internasional sebelum 1951.
Sebenarnya,
sebelum 1951 sudah ada persetujuan Internasional yang sifatnya Regional atau
setempat misalnya di Amerika, Eropa, yang membuat peraturan-peraturan pengungsi
tetapi hanya berlaku setempat. Perjanjian Internasional yang sifatnya regional
biasanya menyangkut tiga hal, yaitu :
i.
Pemberian
Asylum
ii.
Travel
Document
iii.
Travel
Facilities
Pemberian Asylum terutama di
negara-negara Amerika Latin, yaitu dengan membuat banyak
perjanjian-perjanjian Regional, di samping juga terdapat di Afrika tentang
aspek-aspek khusus dari masalah pengungsi yang ditanda tangani 1969, kemudan di
Asia yang berupa Deklarasi yaitu pernyataan oleh Komite Konsultatif hukum
Asia-Afrika di Bangkok, Anggota-anggotanya adalah Sarjana hukum dari Asia
dan Afrika, diadakan pada tahun 1966 yang menyatakan prinsip-prinsip perlakuan
terhadap pengungsi ada sifatnya Universal dan ada yang sifatnya Regional, akan
tetapi sudah pengungsi dalam arti yang umum.
a. Statutory Refugee adalah status dari suatu pengungsi
sesuai dengan persetujuan interansional sebelum tahun 1951.
b. Convention Refugee adalah status pengungsi berdasarkan
Konvensi 1951 dan Protokol 1967. Di sini pengungsi berada pada suatu negara
pihak/peserta konvensi. Yang menetapkan status pengungsi adalah negara tempat
pengungsian (negara dimana pengungsi itu berada) denga kejasama dari negara
tersebut dengan UNHCR, wujud kerja sama itu misalnya: dengan mengikut sertakan
UNHCR dalam komisi yang menetapkan status pengungsi, bentuk kerjasama lainnya
neagar yang bersangkutan menyerahkan mandate sepenuhnya pada UNHCR untuk
menetapkan apakah seseorang itu teramsuk pengungsi atau tidak
c. Mandate Refugee adalah menentukan status pengungsi
bukan dari konvensi 1951 dan Protokol 1967 tapi berdasar mandate dari UNHCR. Di
sini pengungsi berada pada negara yang bukan peserta konvensi atau bukan negara
pihak. Yang berwenang menetapkan status pengungsi adalah UNHCR bukan negara
tempat pengungsian. Mengapa Mandate Refugee tidak ditetapkan oleh negara tempat
pengungsi? Hal ini disebabkan karena negara tersebut bukan negara pihak dalam
konvensi tadi, akibatnya ia tidak bisa melakukan tindakan hukum seperti dalam
konvensi tadi.
Pengungsi-pengungsi lain (sebab
manusia):
1) Ada yang tidak dilindungi oleh
UNHCR, misalnya : PLO, sebab PLO sudah diurus dan dilindungi badan PBB lain
maka tidak termasuk lingkungan kekuasaan UNHCR.
2) Selanjutnya Haryo mataram membagi
dua macam “Refugees, yaitu Human Rights Refugees dan Humanitarian
Refugees[8].
i.
Human
Rights Refugees
adalah mereka yang (terpaksa) meninggalkan negara atau kampung halaman mereka
karena adanya “fear of being persecuted”, yang disebabkan masalah ras,
agama, kebangsaan atau keyakinan politik. Telah ada Konvensi dan Protokol yang
mengatur Status dari Human Rights Refugees ini.
ii.
Humanitarian
Refugess adalah
mereka yang (terpaksa) meninggalkan negara atau kampung halaman mereka karena
merasa tidak aman disebabkan karena ada konflik (bersenjata) yang berkecamuk
dalam negara mereka. Mereka pada umumnya, di negara dimana mereka mengungsi,
dianggap sebagai “alien” Menurut Konvensi Geneva 1949, “alien” ini diperlakukan
sebagai “protected persons”. Dengan demikian mereka mendapat
perlindungan seperti yang diatur, baik daam Konvensi Geneva 1949 (terutama Bag.
IV), maupun dalam Protokol Tambahan I-1977.
iii.
Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa, baik International Humanitarian Law
maupun International refugees Law, mengatur masalah “refugees”. International
Humanitarian Law memberikan perlindungan kepada “humanitaran refugees”,
sedang International Refugees Law mengatur “human rights refugees”.
C. Dampak
Sosial
Dampak sosial adalah dampak-dampak
yang mencakup semua konsekuensi sosial dan budaya atas suatu kelompok manusia
tertentu yang diakibatkan setiap tindakan publik atau swasta yang mengubah
cara-cara bagaimana orang menjalani kehidupan, bekerja, bermain, berhubungan
satu sama lain, mengupayakan pemenuhan kebutuhan hidup mereka, dan secara umum
berupaya menjadi anggota masyarakat yang layak[9].
D. Rumah-rumah
Penyewaan
Rumah dalam arti umum, adalah salah satu bangunan yang dijadikan tempat tinggal selama jangka waktu tertentu
Penyewaan adalah
sebuah persetujuan di mana sebuah pembayaran dilakukan atas penggunaan suatu barang atau
properti secara sementara oleh orang
lain. Barang yang dapat disewa bermacam-macam, tarif dan lama sewa juga bermacam-macam
Rumah-rumah penyewaan adalah rumah-rumah
yang disewa dengan sebuah persetujuan dengan tarif tertentu dan dalam jangka
waktu tertentu.
E. Masyarakat
Masyarakat (sebagai
terjemahan istilah society) adalah sekelompok orang yang membentuk
sebuah sistem semi tertutup (atau semi terbuka), dimana sebagian besar
interaksi adalah antara individu-individu yang berada dalam kelompok tersebut
Kata
"masyarakat" sendiri berakar dari kata dalam bahasa Arab, musyarak.
Lebih abstraknya, sebuah masyarakat adalah suatu jaringan hubungan-hubungan
antar entitas-entitas. Masyarakat adalah sebuah komunitas yang interdependen (saling tergantung satu sama lain).
Umumnya, istilah masyarakat digunakan untuk mengacu sekelompok orang yang hidup
bersama dalam satu komunitas yang teratur.
Menurut
Syaikh Taqyuddin An-Nabhani, sekelompok manusia dapat dikatakan sebagai sebuah
masyarakat apabila memiliki pemikiran, perasaan, serta sistem/aturan yang sama.
Dengan kesamaan-kesamaan tersebut, manusia kemudian berinteraksi sesama mereka
berdasarkan kemaslahatan.
Masyarakat adalah sistem hidup secara bersama, di mana maksud dari hidup
bersama ini bahwa dapat menimbulkan kebudayaan sehingga setiap anggota
masyarakatnya pun merasa dirinya masing-masing bisa melekat dan terikat pada
kelompoknya tersebut.
Pada Pengertian Masyarakat dikatakan bahwa sejumlah manusia ini merupakan
satu kesatuan golongan yang berhubungan dengan tetap dan memiliki dasar
kepentingan yang sama. Misalkan saja yaitu pada sekolah, keluarga, perkumpulan
atau komunitas, serta negara di mana semuanya adalah masyarakat. Pada ilmu
sosiologi dapat kita mengetaui bahwa ada dua macam masyarakat, yaitu pertama
masyarakat paguyuban dan masyarakat petambayan. Maksud keduanya adalah
masyarakat paguyuban ini terdapat sebuah hubungan secara pribadi antara
anggota-anggotanya sehingga menimbulkan ikatan batin antar pelaku-pelakunya.
Dan sedangkan pada masyarakat petambayan tersebut adalah masyarakat yang
memiliki hubungan pamrih dan murni dari para pelakunya serta ada saling
keterkaitan antara pelakunya.
Masyarakat
tidak begitu saja hadir seperti sekarang ini, tetapi dengan adanya
perkembangan yang diawali dengan masa lampau sampai sekarang ini dan terdapat
bahwa ada masyarakat yang mewakili masa tersebut. Masyarakat ini lalu
berkembang dengan mengikuti perkembangan zaman sehingga ada kemajuan yang
diperoleh dari masyarakat selaras dengan perubahan yang terjadi secara global,
akan tetapi ada pula masyarakat yang berkembang tidak mengikuti dengan adanya
perubahan zaman melainkan masyarakat tersebut berubah berdasarkan dengan konsep
mengenai perubahan itu sendiri. Untuk mempertahankan kehidupannnya maka
masyarakat berinteraksi ataukah beradaptasi dengan lingkungannya. Adaptasi ini
dapat dibedakan menjadi dua , yaitu :
1.
Adaptasi genetik
Adaptasi ini bermakna bahwa
setiap lingkungan hidup biasanya dapat merangsang para pelaku
untuk dapat membentuk struktur tubuhnya secara spesifik, bersifat turun temurun
dan juga permanen atau tetap.
2.
Adaptasi somatis
Adaptasi ini merupakan penyesuaian secara fungsional dan
bersifat sementara atau tidak secara turun temurun. Bila dapat
dibandingkan dengan makhluk lainnya bahwa manusia memiliki daya
adaptasi yang cukup lebih luas cakupannya.
Dalam
Pengertian Masyarakat pun berperan sebagai organisasi manusia yang memiliki
hubungan antara satu dengan lainnya dan terdapat pula unsur-unsur pokok yaitu
sebagai berikut :
a.
Orang-orang dalam jumlah relatif besar akan saling
berinteraksi baik secara individu dengan kelompok maupun antar kelompok.
b.
Adanya kerja sama secara otomatis yang terjadi dalam
setiap masyarakat, baik mengarah pada skala kecil atau antar individu maupun skala
luas atau antar kelompok. Kerja sama ini dapat berupa dari berbagai aspek
kehidupan misalnya seperti ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, serta
keamanan dan ketertiban.
c.
Berada dalam suatu wilayah dengan memiliki batas-batas
tertentu yang merupakan wadah sebagai tempat berlangsungnya tata kehidupan yang
bersama
d. Berlangsung
dalam waktu yang relatif lama dan memiliki norma sosial tertentu yang menjadi
acuan pada sistem tata kelakuan serta hubungan warga masyarakat dalam memenuhi
kebutuhannya.
F.
Contoh Kasus Warga Negara yang
mencari suaka yaitu:
1.
Keberadaan
pencari suaka (Cisarua, Bogor Indonesia)
Keberadaan pengungsi asing di Indonesia sejak tahun 2008
hingga 2013, terus mengalami peningkatan yang cukup drastis. Berdasarkan data
yang diperoleh dari UNHCR (badan Perserikatan Bangsa-Bangsa yang mengurusi
masalah pengungsi), pada 2008 jumlah pengungsi yang masuk ke Indonesia hanya
385 orang. Namun pada 2013, jumlahnya meningkat hingga 8.332 orang. Mayoritas
pengungsi yang masuk ke Indonesia berasal dari Afganistan, Myanmar, dan
Somalia.
Untuk data per Maret 2014, jumlah pengungsi yang terdaftar
di UNHCR sebanyak 3.405 orang. Sementara pencari suaka sebanyak 7.218 orang.
Keberadaan pengungsi dan pencari suaka di Indonesia ada di sejumlah community
house yang tersebar maupun 13 rumah detensi imigrasi (rudenim). Menurut hasil
pendataan yang dilakukan oleh Tim Satgas Penertiban Imigran saat ini ada 481
orang yang berada di Wilayah Kabupaten Bogor yg tersebar di beberapa kecamatan
seperti Megamendung, Cisarua, Ciawi Caringin, Cijeruk, Sukaraja dan Cibinong.
Berikut rincian hasil pendataan yang di lakukan oleh Tim Satgas Penertiban
Imigran yang di laksanakan pada tanggal 28 Februari 2014 sampai dengan 06 April
2014
2.
Pencari
Suaka Rohingya
Rohingya adalah sekelompok minoritas
muslim yang tinggal di Myanmar bagian barat. Terdapat sekitar 800.000 orang di
kelompok ini, dan meskipun tinggal di Myanmar selama bergenerasi-generasi,
orang-orang Rohingya dianggap sebagai orang-orang yang tidak berdokumen
(illegal). Alasan pemerintah Myanmar untuk mengecap Rohingya tidak berhak untuk
tinggal di negara tersebut karena Rohingya adalah sekelompok imigran ilegal
yang datang dari Bangladesh untuk mencaplok tanah di Myanmar.
Selain itu, bermunculan isu-isu yang
berbau sentimen etnis, seperti Rohingya yang dicurigai untuk melakukan
islamisasi di Myanmar atau orang dari etnis Rohingya yang memperkosa perempuan
Budha di Myanmar.
Di sisi lain, menurut orang Rohingya mereka bukanlah orang Bengali. Mereka
datang ke Myanmar bersama pedagang Arab dan Persia berabad lampau. Sejak 1982,
orang-orang Rohingya dikeluarkan dari daftar warga negara Myanmar. Dengan
selalu mendapat tekanan dari pemerintah Myanmar, orang-orang Rohingya mempunyai
pilihan yang dilematis tetap tinggal di Myanmar atau bermigrasi ke tempat lain.
Menurut laporan Human Rights Watch terdapat usaha-usaha pemerintah
Myanmar untuk membersihkan Myanmar dari etnis Rohingya. Pemerintah
menghancurkan mesjid-mesjid, melakukan kekerasan massal untuk warga Rohingya
dan menolak memberikan bantuan sosial. Pada tahun 2012 lalu ratusan orang
Rohingya terbunuh dan desa-desa tempat mereka tinggal dibakar habis oleh sekelompok
penganut Budha radikal.
Tahun 2013 dan 2014 adalah puncak dari
orang-orang Rohingya untuk meninggalkan Myanmar dan mencari suaka ke tempat
lain. PBB menyebutnya sebagai irregular maritime
movements, sekitar 25.000 orang Rohingya mulai mengungsi. 300 orang
meninggal dalam pelayaran tersebut karena kelaparan dan dehidrasi. Rohingya,
orang-orang yang tidak berkewarganegaraan ini, terombang-ambing di atas laut
dan tidak memiliki tanah untuk tinggal.
Menurut keterangan saksi mata,
orang-orang tersebut diselamatkan dari perahu yang kehabisan bahan bakar di
lepas Pantai Tablolong, Kamis (26/11) malam waktu setempat.
Sebanyak 13 pencari suaka berasal dari
India, dua dari Nepal, dan satu warga Bangladesh. Kapten kapal juga ditahan,
kata juru bicara polisi setempat Jules Abraham Abas.
Salah seorang pencari suaka dari
Bangladesh, Muhammad Anwar, 22, mengatakan bahwa mereka tengah menuju Australia
tapi kemudian diputarbalikkan oleh Angkatan Laut Australia saat berada di Pulau
Christmas. Anwar mengaku setiap pengungsi membayar US$5000 untuk perjalanan
mereka.
"Empat hari kami ada di Pulau
Christmas, tapi disuruh untuk putar balik ke Indonesia oleh petugas keamanan
Australia karena pemerintah Australia tak mau menerima imigran ilegal,"
katanya kepada kantor berita AFP.
Kaptan kapal mengatakan bahwa aparat
Australia menghancurkan kapalnya, lalu menaruh mereka di kapal lain untuk
dibawa ke Indonesia.
Pemerintah Australia tak lagi menerima
pencari suaka yang tiba menggunakan perahu di Pulau Christmas Island, yang
terletak antara Indonesia dan Australia daratan.
Mereka mengirimkan para pencari suaka
ke Nauru di Kepulauan Pasifik dan Manus di Papua Nugini.
4.
Pencari Suaka Suriah
Berdasarkan temuan
dalam laporan-laporannya, badan urusan pengungsi PBB mendesak negara-negara
Eropa untuk menjamin bahwa para pengungsi Suriah bisa memasuki wilayah-wilayah
mereka, dibolehkan mengajukan permintaan suaka dan diberi bantuan yang layak
sampai status mereka menjadi lebih jelas.
Hampir tiga juta
pengungsi telah melarikan diri dari Suriah sejak perang saudara pecah lebih
dari tiga tahun lalu. Negara-negara tetangga kewalahan mengurus banyak sekali
pengungsi. Mereka enggan menerima lebih banyak pengungsi lagi.
Badan urusan
pengungsi PBB mengatakan, salah satu konsekwensinya adalah peningkatan jumlah
warga Suriah yang mencari perlindungan di negara-negara yang lebih jauh.
Jurubicara UNHCR
Melissa Fleming mengatakan banyak warga Suriah melakukan perjalanan yang
jauh dan berbahaya untuk mencari keselamatan dan dalam beberapa hal berkumpul
dengan para anggota keluarga yang telah berada di Eropa.
Namun demikian,
katanya, jumlah orang Suriah yang mencari suaka di Eropa masih kecil.
“Sebenarnya, jumlah
mereka sedikit sekali, hanya empat persen dari seluruh pengungsi Suriah. Coba
bandingkan dengan penduduk Eropa yang jumlahnya 670 juta orang. Lebanon, yang
mempunyai penduduk 4,4 juta orang telah menerima 1,1 juta pengungsi. Itu
berarti Lebanon telah menerima 10 kali lebih banyak pengungsi dibanding dengan
seluruh Eropa,” kata Fleming
Menurut laporan
UNHCR sejak konflik dimulai bulan Maret 2011, kira-kira 123.600 warga Suriah
mencari suaka di Eropa. Sebagian besar pencari suaka berkumpul di beberapa
negara. Swedia dan Jerman menerima lebih dari separuh pencari suaka baru
Suriah.
Tetapi Fleming
mengatakan, beberapa negara menutup perbatasan mereka bagi pengungsi. Misalnya,
ia mengatakan, ratusan warga Suriah tidak diizinkan masuk ke Bulgaria dan
Spanyol.
Fleming mengatakan,
Rusia, bahkan mengirim balik 12 pengungsi Suriah ke negara asal mereka. Ia
mengatakan, ini tidak dapat diterima dengan alasan apapun. Termasuk menutup
perbatasan, menolak atau mengirim pulang orang-orang yang mungkin berhak
mendapat suaka.
Badan urusan
pengungsi PBB mengatakan, Eropa sangat membantu dalam menyumbang uang untuk
bantuan kemanusiaan bagi jutaan pengungsi Suriah. Tetapi tidak cukup dermawan
dalam mengurus pengungsi ini di negara-negara mereka.
Laporan UNHCR itu
mengatakan, keadaan ini harus diubah.
5.
Pencari Suaka Di Jerman
Pemerintah Jerman mengembalikan
sejumlah besar pencari suaka kembali ke pintu masuk Eropa, yaitu Austria.
Pengembalian itu dilakukan hampir tiap hari. Hal tersebut dikatakan oleh
kepolisian Austria.
Kebanyakan mereka yang dikembalikan
karena tidak memiliki surat lengkap, sementara lainnya tidak ingin mencari
suaka di Jerman, namun negara-negara Skandinavia lainnya.
Sementara itu, negara-negara semacam
Swedia dan Denmark memperketat pintu masuk negara mereka.
"Tiap hari Jerman mengirim 60
orang imigran sejak Desember. Angka itu naik hingga 200 orang semenjak awal
tahun," kata David Furtner, juru bicara kepolisian Austria Atas seperti dilansir
The Telegraph, Selasa (12/01/2016).
Ia juga menambahkan, mereka yang
dikembalikan kebanyakan imigran dari Afghanistan, Maroko dan Algeria yang tidak
ingin melamar suaka di Jerman, namun ke negara lain seperti Swedia, Finlandia
dan Denmark.
Austria adalah negara transit terbesar
di Uni Eropa bagi ribuan imigran dan
pengungsi. Austria Atas mencatat setidaknya ada 1.000 hingga 2.000 orang masuk
ke Uni Eropa per harinya.
Minggu lalu Swedia yang menjadi negara
favorit pencari suaka memberlakukan kontrol lebih ketat terhadap imigran yang
datang dari Denmark.
Demikian pula Denmark yang menambah
pos-pos pemeriksaan bagi mereka yang datang dari Jerman.
Austria, di satu sisi, memperketat
pengawasan di perbatasan dengan Slovenia.
Kendati banyak yang dikembalikan,
mereka akan mencari rute baru masuk ke Eropa untuk mencari suaka di negara
tujuan selain Jerman. Dan biasanya berhasil.
2.2 HAK
DAN KEWAJIBAN WARGA NEGERA YANG SERING TERABAIKAN
A. Pengertian
Warga Negara
Warga
Negara adalah penduduk yang sepenuhnya dapat diatur oleh Pemerintah Negara
tersebut dan mengakui Pemerintahnya sendiri. Adapun pengertian penduduk menurut
Kansil adalah mereka yang telah memenuhi syarat-syarat tertentu yang ditetapkan
oleh peraturan negara yang bersangkutan, diperkenankan mempunyai tempat tinggal
pokok (domisili) dalam wilayah negara itu.
B.
Pengertian Hak dan Kewajiban Warga
Negara
Hak dan
Kewajiban Warga Negara adalah Sesuatu yang mutlak dan penggunaannya tergantung
kepada warga negara dan sesuatu yang harus dikerjakan oleh penduduk yang
sepenuhnya dapat diatur oleh Pemerintah Negara tersebut dan mengakui
Pemerintahnya sendiri.
a.
Hak
dan Kewajiban Warga Negara
Sebagai
warga negara yang baik kita wajib membina dan melaksanakan hak dan kewajiban
kita dengan tertib. Hak dan kewajiban warga negara diatur dalam UUD 1945 yang
meliputi :
1) Hak dan Kewajiban dalam Bidang
Politik
Pasal 27
ayat (1) menyatakan, bahwa “Tiap-tiap warga negara bersamaan kedudukannya di
dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemeritahan itu
dengan tidak ada kecualinya”. Pasal ini menyatakan adanya keseimbangan antara
hak dan kewajiban, yaitu:
a)
Hak
untuk diperlakukan yang sama di dalam hukum dan pemerintahan.
b)
Kewajiban
menjunjung hukum dan pemerintahan.
Pasal 28
menyatakan, bahwa “Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran
dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang”. Arti
pesannya adalah:
a)
Hak
berserikat dan berkumpul.
b)
Hak
mengeluarkan pikiran (berpendapat).
c)
Kewajiban
untuk memiliki kemampuan beroganisasi dan melaksanakan aturan-aturan lainnya,
di antaranya: Semua organisasi harus berdasarkan Pancasila sebagai azasnya,
semua media pers dalam mengeluarkan pikiran (pembuatannya selain bebas harus
pula bertanggung jawab dan sebagainya).
2) Hak dan Kewajiban dalam Bidang
Sosial Budaya
Pasal 31
ayat (1) menyatakan, bahwa “Tiap-tiap warga negara berhak mendapat pengajaran”.
Pasal 31 ayat (2) menyatakan bahwa “Pemerintah mengusahakan dan
menyelenggarakan satu sistim pengajaran nasional, yang diatur dengan
undang-undang”. Pasal 32 menyatakan bahwa “Pemerintah memajukan kebudayaan
nasional Indonesia”. Arti pesan yang terkandung adalah:
a)
Hak
memperoleh kesempatan pendidikan pada segala tingkat, baik umum maupun
kejuruan.
b)
Hak
menikmati dan mengembangkan kebudayaan nasional dan daerah.
c)
Kewajiban
mematuhi peraturan-peraturan dalam bidang kependidikan.
d)
Kewajiban
memelihara alat-alat sekolah, kebersihan dan ketertibannya.
e)
Kewajiban
ikut menanggung biaya pendidikan.
f)
Kewajiban
memelihara kebudayaan nasional dan daerah.dinyatakan oleh pasal 31 dan 32, Hak
dan Kewajiban warga negara tertuang pula pada pasal 29 ayat (2) yang menyatakan
bahwa “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya
masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu”.
g)
Hak
untuk mengembangkan dan menyempurnakan hidup moral keagamaannya, sehingga di
samping kehidupan materiil juga kehidupan spiritualnya terpelihara dengan baik.
h)
Kewajiban
untuk percaya terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
3. Hak dan Kewajiban dalam Bidang Hankam
Pasal 30
menyatakan, bahwa “Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam
usaha pembelaan negara”.
4. Hak dan Kewajiban dalam Bidang Ekonomi
Pasal 33
ayat (1), menyatakan, bahwa “Perekonomian disusun sebagai usaha bersama
berdasar atas azas kekeluargaan. Pasal 33 ayat (2), menyatakan bahwa
“Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup
orang banyak dikuasai oleh negara”. Pasal 33 ayat (3), menyatakan bahwa “Bumi
dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan
dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”. Pasal 34 menyatakan
bahwa “Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara”. Arti
pesannya adalah:
a. Hak memperoleh jaminan kesejahteraan
ekonomi, misalnya dengan tersedianya barang dan jasa keperluan hidup yang
terjangkau oleh daya beli rakyat.
b. Hak dipelihara oleh negara untuk fakir
miskin dan anak-anak terlantar.
c. Kewajiban bekerja keras dan terarah
untuk menggali dan mengolah berbagai sumber daya alam.
d. Kewajiban dalam mengembangkan kehidupan
ekonomi yang berazaskan kekeluargaan, tidak merugikan kepentingan orang lain.
e. Kewajiban membantu negara dalam
pembangunan misalnya membayar pajak tepat waktu.
Itulah hak
dan kewajiban bangsa Indonesia yang tercantum dalam UUD 1945, dan kita sebagai
warga negara wajib melaksanakannya dengan sebaik-baiknya.
Di samping
itu, setiap penduduk yang menjadi warga negara Indonesia, diharapkan memiliki
karakteristik yang bertanggung jawab dalam menjalankan hak dan kewajibannya.
Karakteristik adalah sejumlah sifat atau tabiat yang harus dimiliki oleh warga
negara Indonesia, sehingga muncul suatu identitas yang mudah dikenali sebagai
warga negara. Sejumlah sifat dan karakter warga negara Indonesia adalah sebagai
berikut:
1. Memiliki rasa hormat dan tanggung jawab
Sifat ini
adalah sikap dan perilaku sopan santun, ramah tamah, dan melaksanakan semua
tugas dan fungsinya sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Sebagai negara yang
dikenal murah senyum dan ramah, identitas tersebut sepatutnya dijaga dan
dipelihara.
2. Bersikap kritis
Sifat ini
adalah sikap dan perilaku yang berdasarkan data dan fakta yang valid (sah)
serta argumentasi yang akurat. Sifat kritis ini diperlukan oleh setiap warga
negara guna menyaring segala informasi dan aktivitas baik mengenai perorangan,
pihak-pihak tertentu maupun aparat pemerintahan, sehingga dapat mencegah segala
pelanggaran maupun eksploitasi yang mungkin terjadi.
3. Melakukan diskusi dan dialog
Sifat ini
adalah sikap dan perilaku dalam menyelesaikan masalah (problem solving).
Hendaknya dilakukan dengan pola diskusi dan dialog untuk mencari kesamaan
pemikiran terhadap penyelesaian masalah yang dihadapi. Kemampuan mengeluarkan pendapat
dari warga negara akan membantu pemerintah dalam menyelesaikan permasalahan
yang dihadapinya.
4. Bersikap Terbuka
Sifat ini
adalah sikap dan perilaku yang transparan serta terbuka, sejauh masalah
tersebut tidak bersifat rahasia. Keterbukaan akan mencegah
pelanggaran/penyimpangan dan mampu membangun sikap mental yang positif dan
lebih profesional.
5. Rasional
Sifat ini
adalah pola sikap dan perilaku yang berdasarkan rasio atau akal pikiran yang
sehat. Sifat rasional ini identik dengan tingkat pendidikan warga negara.
Semakin banyak warga yang berperilaku rasional, maka tingkat pendidikan warga
negara juga meningkat.
6. Adil
Sifat ini
adalah sikap dan perilaku menghormati persamaan derajat dan martabat
kemanusiaan. Adil merupakan kata yang mudah diucapkan, namun pelaksanaannya
menghadapi berbagai kendala. Perilaku adil harus dipupuk dan dilatih sejak dini
kepada generasi muda, karena keadilan akan membawa kedamaian di kemudian hari.
7. Jujur
Sifat ini
adalah sikap dan perilaku yang berdasarkan data dan fakta yang sah dan akurat.
Kejahatan korupsi yang telah mengakar di Indonesia merupakan contoh
ketidakjujuran yang sangat terlihat, dan telah banyak menyengsarakan rakyat
banyak dan menyebabkan ketakutan investor dari negara lain masuk ke Indonesia.
Kejujuran merupakan barang yang mahal saat ini. Warga negara yang jujur akan
membawa negaranya menjadi bangsa yang besar.
Pandangan Idiologis Atas Hak dan
Kewajiban Warga Negara
1. Idiologi
Negara Republik Indonesia
Berdasarkan
pertanyaan diatas tentu sebuah hak dan kewajiban warga negara tidak lepas dari
idiologi yang dianut oleh sistem kenegaraan. Landasan utama bangsa indonesia
adalah Pancasila. Tentu saja Pancasila sebagai landasan warga negara Indonesia
dalam bertingkah laku, termsuk segala mekanisme pemerintahan pemerintahan.
Pancasila,
menurut Soekarno (2006) sebagai penggali dijelaskan bahwa Pancasila telah mampu
mempersatukan bangsa Indonesia. Tidak terlepas pada revolusi melawan
imperialisme di bumi nusantara untuk menyatakan kemerdekaan, Pancasila sebagai
filsafat cita-cita dan harapan segenap bagsa Indonesia. Bahkan pada sila ke
tiga disebutkan “ Persatuan Indonesia “. Hal inilah yang menunjukkan bahwa
bangsa Indonesia memiliki semangat bersatu dari beragam suku bangsa yang berbeda.
Perbedaan itu lenyap ketika mereka menyadari arti persamaan sebagai bangsa
Indonesia.
Terlebih
semangat persatuan bangsa Indonesia telah dikumandangkangkan pada sumpah
pemuda. Para pemuda bersumpah berbangsa satu, bertanah air satu dan menjunjung
bahasa persatuan.
Bukti-bukti
yang telah diuraikan ini menunjukan negara Indonesia didirikan atas pondasi
persatuan. Negara yang terdiri dari beragam identitas mampu disatukan atas nama
persatruan. Dengan demikian bersarkan teori yang dinyatakan Geovanni Gentle (Syahrian:2003)
bahwa negara kesatuan Republik Indonesia adalah negara nasionalis.
2. Kewajiban Nasionalisme
Menurut
Gentle melalui idealisme murni yang terpengaruh dialektika Hegel, pada dasarnya
individu memiliki kehendak atau ego. Pada tataran subjektif individu mengenal
hubungan antara manusia yang satu dan lainnya. Setelah individu mecapai tahapan
roh objektif, maka terciptalah komunitas. Melalui komunitas beragam ego
individu melebur menjadi sejarah, kebudayaan, bangsa atau peradaban. Inilah yang
disebut kesadaran mutlak individu.
Didasarkan
tujuan kehidupan bersama dibentuklah negara. Beragam kepentingan individu
dengan meninjau pada teori Gentle, tentu melebur menjadi kepentingan bersama.
Negara tidak mungkin memberikan kepuasan atas setiap kepentingn individu dan
beragam kehendak yang saling bersebragan. Maka demi tujuan utama dibentuknya
suatu negara harus terdapat otoritas negara menentukan pilihan atas beragam
kehendak.Dan melalui negara kepentingan-kepentingan individu telah melebur
menjadi kepentingan bersama. Negara ibarat masa depan nasib bersama.
Kepentingan individu adalah kepentingan egois yang menitik beratkan pada
kebutuhan pribadi. Tidak mungkin tanpa ototritas yag kuat sebuah negara mampu
mnetukan pilihan yang terbaik bagi masa depan suatu bangsa.
Bila masih
terdapat kepentingan-kepentingan egoisme tentu pembelotan dari tujuan
dibentuknya negara. Pada kondisi yang seperti ini harus terdapat persamaan
persepsi atas seluruh warga negara. Warga negara harus rela memberikan
loyalitasnya kepada negara diatas kepentingan pribadi. Karena negara memiliki
nilai-nilai kearifan sebagai pelayan, pelindung dan pengayom bangsanya.
3. Permasalah Kebebasan
Gagasan
yang telah disampaikan oleh Lipman (1922) menjelaskan bahwa opini publik adalah
ini dari pembahasan kebijakan. Hal ini menandakan era keterbukaan. Keberadaan
opini publik berfungsi sebagi beragam pihak untuk ikut serta dalam proses
pengambilan keputusan. Melalui jalur non strukturalis, beragam pihak mampu
mempengaruhi pemerintahan. Melalui ruang publik seseorang maupun kelompok
memiliki kekuasaan di luar wewenang untuk ikut serta mempengaruhi kestabilan
negara.
Bentuk-bentuk
lain keberadaan pihak diluar wewenang yang mampu mempengaruhi negara adalah
para borjuis. Melalui ruang publik maupun beragam proses kekuasaan, kapitalis
mampu mempegaruhi keberadaan para pejabat untuk berkonspirasi mencari
keuntungan. Proses pemerintahan yang tidak sehat dan dianggap sebagai rahasia
umum ini menunjukkan kuatnya aktor-aktor yang non legitimasi untuk
bergentayangan mendominasi sebagai tuan-tuan kelompok penekan. (Westergard dan
Resler, 1976).
Walaupun
tidak dapat disangkal bahwa kapitalis atau pasar sebagai faktor signifikan
mempengaruhi kebijakan, akan tetapi perlu terdapat pembatasan yang jelas antara
kepentingan perseorangan sebagai saudagar dan pelaku birokrat. Permasalahan
mendasar pada negara yang memberikan era keterbukaan ini mewariskan
permasalahan mekanisme birokrasi yang tidak lepas dari nilai-nilai kapitalis.
Hal yang banyak terjadi, keberadaan pejabat maupun birokrat tidak lepas dari
modal awal untuk memasuki ranah bagian penyelenggara pemerintahan. Konsekuensi
yang terjadi persepsi tugas kepercayaan negara sebagai harapan masa depan
bangsa, menjadi kesempatan berbisnis mencari keuntungan maksimal. Pada posisi
inilah terjadi tumpang tindih antara identitas birokrat dengan pedagang.
Solusi
yang diberikan pada kasus ini adalah profesionalisme status. Tidak dibenarkan
adanya kekuasaan yang tidak diimbangi wewenang. Seperti hal yang telah disampaikan
oleh negarawan Jerman Adolf Hitler (2008) dalam bukunya Mein Kamf; seseorang
yang terkuatlah yang pantas menjadi pemimpin. Ini menafsirkan bahwa keberadaan
aktor-aktor yang memiliki kekuasan menjadikan permasalahan baru. Aktor-aktor
tersebut mampu menjadikan kondisi negara tidak sehat. Idealisme para birokrat
tercemari oleh proses yang legal maupun ilegal.
Wabah
kapitalis terjadi melalui beragam aktifitas kebebasan beragam pihak melalui
ruang publik. Maka tindakan-tindakan aktor-aktor tersebut menjadikan provokasi
yang berlanjut kepada distabilitas dan intgrasi. Hal lain yang terjadi dari
kebebasan tersebut adalah beragam kelompok kepentingan yang terakumulasi dalam
beragam kalangan; baik kapitalis NGO, CSO dan birokratis terjadi persaingan
dalam rangka kepentingan pribadi atau kelompok.
Akibat
dari sistem yang terjaga ini menjadikan rakyat sebagai korban kapitalis. Tujuan
negara sebagai lembaga yang menaungi rakyat menjadi ajang persaingan
kepentingan. Tentu berakibat pada lepasnya kewajiban sebagai warga negara yang
baik, yang memberikan pengabdiannya kepada negara.
Contoh Hak
dan Kewajiban WNI
Berikut
ini adalah beberapa contoh hak dan kewajiban kita sebagai rakyat Indonesia.
Setiap warga negara memiliki hak dan kewajiban yang sama satu sama lain tanpa
terkecuali. Persamaaan antara manusia selalu dijunjung tinggi untuk menghindari
berbagai kecemburuan sosial yang dapat memicu berbagai permasalahan di kemudian
hari.
Namun
biasanya bagi yang memiliki banyak uang atau tajir bisa memiliki tambahan hak
dan pengurangan kewajiban sebagai warga negara kesatuan republik Indonesia.
Contoh Hak
Warga Negara Indonesia, berikut adalah beberapa hak menurut UUD :
1)
Hak
atas pekerjaan dan penghidupan yang layak
2)
Tercantum
dalam Pasal 27 ayat (2) UUD 1945 yang berbunyi “ tiap-tiap warga negara berhak
atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”.
3)
Hak
membela negara
4)
Tercantum
dalam Pasal 27 ayat (3) UUD 1945 yang berbunyi “Setiap warga negara berhak dan
wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara”.
5)
Hak
bependapat
6)
Tercantum
dalam Pasal 28 UUD 1945 yang berbunyi “Kemerdekaan berserikat dan berkumpul,
mengeluarkan pendapat dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan
undang-undang”.
7)
Hak
kemerdekaan memeluk agama
8)
Tercantum
dalam Pasal 29 ayat (1) dan (2) UUD 1945 yang berbunyi ayat (1) “Negara
berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa” dan ayat (2) yang berbunyi “Negara
menjamin kemerdekaan tiap – tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing –
masing dan untuk beribadah menurut agamanya dan kepercayaannya itu”.
9)
Hak
untuk mendapatkan pengajaran
10)
Tercantum
dalam pasal 31 ayat (1) UUD 1945yang
berbunyi ayat (1) “setiap warga Negara berhak mendapatkan pendidikan”.
11)
Hak
untuk mengembangkan dan memajukan kebudayaan nasional
12)
Tercantum
dalam pasal 32 ayat (1) UUD 1945 yang berbunyi “Negara memajukan kebudayaan
nasional Indonesia di tengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasan
masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai – nilai budayanya”.
13)
Hak
untuk mendapatkan jaminan keadilan sosial
14)
Tercantum
dalam pasal 34 ayat (1) UUD 1945 yang berbunyi “Fakir Miskin dan anak terlantar
di pelihara oleh negara”.
15)
Hak-hak
yang lainnya yaitu :
16)
Setiap
warga negara berhak mendapatkan perlindungan hukum.
17)
Setiap
warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak.
18)
Setiap
warga negara memiliki kedudukan yang sama di mata hukum dan di dalam
pemerintahan.
19)
Setiap
warga negara bebas untuk memilih, memeluk dan menjalankan agama dan kepercayaan
masing-masing yang dipercayai.
20)
Setiap
warga negara berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran.
21)
Setiap
warga negara berhak mempertahankan wilayah negara kesatuan Indonesia atau nkri
dari serangan musuh.
22)
Setiap
warga negara memiliki hak sama dalam kemerdekaan berserikat, berkumpul
mengeluarkan pendapat secara lisan dan tulisan sesuai undang-undang yang
berlaku.
23)
Tercantum
dalam pasal 27 ayat (1) UUD 1945 yang berbunyi “segala warga Negara bersamaan
kedudukannya di dalam hokum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hokum dan
pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.”
24)
Tercantum
dalam pasal 27 ayat (3) UUD 1945 yang berbunyi “setiap warga Negara berhak dan
wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara”
25)
Tercantum
dalam pasal 30 Ayat (1) UUD 1945 “tiap – tiap warga Negara berhak dan wajib
ikut serta dalam pertahan dan keamanan negara ”
26)
Kewajiban
yang lainya antara lain, sebagai berikut :
27)
Setiap
warga negara memiliki kewajiban untuk berperan serta dalam membela,
mempertahankan kedaulatan negara indonesia dari serangan musuh.
28)
Setiap
warga negara wajib membayar pajak dan retribusi yang telah ditetapkan oleh
pemerintah pusat dan pemerintah daerah (pemda).
29)
Setiap
warga negara wajib mentaati serta menjunjung tinggi dasar negara, hukum dan
pemerintahan tanpa terkecuali, serta dijalankan dengan sebaik-baiknya.
30)
Setiap
warga negara berkewajiban taat, tunduk dan patuh terhadap segala hukum yang
berlaku di wilayah negara Indonesia.
31)
Setiap
warga negara wajib turut serta dalam pembangunan untuk membangun bangsa agar
bangsa kita bisa berkembang dan maju ke arah yang lebih baik.
Hak dan kewajiban merupakan dua hal
yang sangat berkaitan. Seseorang yang mendapatkan haknya, tentu dia juga harus
melaksanakan kewajibannya. Meski kita ketahui bahwa kewajiban merupakan hal
yang berat untuk dikerjakan. Apalagi kewajiban yang harus dilaksanakan tidak
seimbang dengan hak yang didapatkan.
Sebagai warga negara Indonesia, hak
dan kewajiban kita telah diatur di dalam Undang-undang 1945. Ada delapan
kewajiban kita yaitu :
1. Mematuhi peraturan perundangan
2. Menghargai hak orang lain.
3. Memiliki informasi dan perhatian terhadap
kebutuhan–kebutuhan masyarakatnya.
4. Melakukan kontrol terhadap para
pemimpin dalam melakukan tugas–tugasnya
5. Melakukan komuniksai dengan para
wakil di sekolah, pemerintah lokal dan pemerintah nasional.
6. Membayar pajak
7. Menjadi saksi di pengadilan
8. Bersedia untuk mengikuti wajib
militer dan lain–lain.
Dari daftar di atas kewajiban nomor
1 dan nomer 6 merupakan bentuk kewajiban yang sering diabaikan oleh warga
negara. Melaksanakan aturan hukum sangat jauh sekali dari yang diharapkan.
Contoh jelas adalah perilaku pengguna sarana transportasi, begitu banyaknya
pelanggaran terjadi di jalan raya sehingga mengakibatkan korbaan jiwa. Belum
lagi kesadaran membayar pajak, yang dianggap sepela padahal pajak itu adalah
darah nya negara ini. Baiklah tanpa berpanjang mempersoalkan kewajiban, kita
bisa menuntut hak sebagai warga negara kepada negara. Negara dalam hal ini
pemerintahan setiap 5 tahun siapapun presidennya, wajib menunaikan hak warga
negara. Negara bertanggung jawab atas keselamatan penduduk termasuk menyantuni
anak negeri yang hidupnya terlunta lunta.
Semua negara di atas bumi ini
memiliki peraturan masing-masing. Meski berbeda namun tujuannya tetap sama.
Yaitu menertibkan setiap warga negaranya. Di Indonesia sendiri, umumnya kita
kenal sebagai undang-undang 1945. Isinya merupakan hal-hal yang harus
diketahui, dan dipatuhi sebagai WNI. Tapi mari kita lihat di sekeliling kita.
Beberapa dari orang-orang diluar sana masih mengabaikan undang-undang. Bahkan
tidak sedikit dari mereka yang melanggarnya.
Mereka menganggap undang-undang
hanya sebagai pajangan saja. dan bahkan ada yang tidak mengetahui apa itu
undang-undang. Padahal kita sebagai WNI telah diberikan beberapa hak
diantaranya hak atas penghidupan yang layak (pasal 27 ayat 2), hak pemenuhan
kebutuhan dasar (pasal 28 c ayat 1), dan hak-hak yang lainnya. Masih beratkah?.
Yang kedua ialah menghargai hak orang lain. Dalam agama Islam, menghargai hak
orang lain adalah wajib hukumnya. Tentunya hal ini sudah sangat jelas bagi
pembaca sekalian. Karna kita juga pasti tidak ingin hak yang kita dapatkan,
diambil oleh orang lain. Tapi sekali lagi, masih banyak orang diluar sana yang
masih tidak menghargai hak orang lain.
Kegiatan yang sering kita dengar
seperti perampasan, pemerasan, pemaksaan, dan lain-lain, masih dapat kita
temui. Kemudian adalah membayar pajak. Kewajiban yang satu ini, merupakan
kewajiban yang paling sering ditiggalkan. Orang-orang diluar sana memiliki
banyak alasan untuk meninggalkan kewajiban ini. Dan bahkan ada yang tidak
peduli. Padahal banyak sekali hak-hak yang kita dapatkan dari membayar pajak
seperti Hak untuk menjadi warga negara (pasal 26), hak atas kedudukan yang sama
dalam hukum dan pemerintahan (pasal 27 ayat 1), dan banyak lagi hak-hak yang
kita dapatkan. Namun coba kita lihat apa yang terjadi sekarang ini. Semuanya
serba salah. Rakyat yang tidak melaksanakan kewajibannya, dan pemerintah yang
tidak memenuhi hak rakyat. Buktinya sampai sekarang masih dapat kita temui
anak-anak terlantar, kemiskinan dimana-mana, kesenjangan sosial, ketidak adilan
hukum, dan lain sebagainya. Hal iniah yang sangat disayangkan. Namun pada
akhirnya ini kembali pada diri masing-masing.
C.
Dampak Hak dan Kewajiban yang Berjalan tidak Seimbang
Hak adalah segala sesuatu yang harus di dapatkan oleh setiap
orang yang telah ada sejak lahir bahkan sebelum lahir. Di dalam Kamus Bahasa
Indonesia hak memiliki pengertian tentang sesuatu hal yang benar, milik, kepunyaan,
kewenangan, kekuasaan untuk berbuat sesuatu (karena telah ditentukan oleh
undang-undang, aturan, dsb), kekuasaan yang benar atas sesuatu atau untuk
menuntut sesuatu, derajat atau martabat. Sedangkan kewajiban adalah sesuatu
yang wajib dilaksanakan, keharusan (sesuatu hal yang harus dilaksanakan). Di
dalam perjalanan sejarah, tema hak relatif lebih muda usianya dibandingkan
dengan tema kewajiban, walaupun sebelumnya telah lahir . Tema hak baru “lahir”
secara formal
Kewajiban merupakan hal yang harus dikerjakan atau
dilaksanankan. Jika tidak dilaksanankan dapat mendatangkan sanksi bagi yang
melanggarnya. Sedangkan hak adalah kekuasaan untuk melakukan sesuatu. Namun,
kekuasaan tersebut dibatasi oleh undang-undang. Pembatasan ini harus dilakukan
agar pelaksanaan hak seseorang tidak sampai melanggar hak orang lain. Jadi
pelaksanaan hak dan kewajiban haruslah seimbang.
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa segala sesuatu
yang harus didapatkan oleh setiap orang dan melaksanakan kewajiban yang harus
dikerjakan dan apabila tidak dikerjakan mendapatkan sanksi bagi pelanggarnya.
Dalam menjalani kehidupan di dunia ini ada ketidakseimbangan antara hak dan
kewajiban, karena dengan adanya ketidakseimbangan tersebut munculah
masalah-masalah yang ada di masyarakat. Apalagi masyarakat
yang sangat membutuhkan uluran tangan dari pejabat-pejabat pemerintah. Dan
disinilah terjadi ketidakseimbangan antara hak dan kewajiban. Sehingga timbul
masalah-masalah lain seperti kesenjangan sosial.
Terjadinya kesenjangan sosial yang dapat terjadi mengabitkan
ketidakseimbangan antara hak dan kewajiban. Sebenarnya warga Negara
Indonesia masih banyak yang belum benar-benar memahami apa sebenarnya hak dan
kewajiban kita sebagai warga Negara yang baik yang berada dalam lingkup
peraturan mutlak yang disebutkan dalam UUD 1945. Kita hanya mengetahui tanpa
memahami hak dengan mengimbanginya dengan kewajiban. Terkadang kita hanya
mementingkan hak-hak kita semata yang harus kita dapatkan tanpa melaksanakan
kewajiban yang semestinya sebagai warga Negara.
Untuk
menghargai hak orang lain pun kita masih tidak dapat melakukannya. Berada di
Negara yang bersifat demokratis seperti Indonesia yang bebas mengeluarkan
pendapat yang memiliki nilai toleransi tinggi kita perlu memahami bahwa
kesejahteraan bersama sangatlah perlu diciptakan di tengah Negara yang memiliki
banyak perbedaan seperti ini. Masih banyak sekali yang harus diperbaiki dari
semua bidang pemerintahan Negara Indonesia.
Untuk mencapai keseimbangan antara hak dan kewajiban, yaitu
dengan cara mengetahui posisi diri kita sendiri. Sebagai seorang warga negara
harus tahu hak dan kewajibannya. Seorang pejabat atau pemerintah pun harus tahu
akan hak dan kewajibannya. Seperti yang sudah tercantum dalam hukum dan aturan-aturan
yang berlaku. Jika hak dan kewajiban seimbang dan terpenuhi, maka kehidupan
masyarakat akan aman sejahtera. Hak dan kewajiban di Indonesia ini tidak akan
pernah seimbang. Apabila masyarakatnya sendiri tidak
bergerak untuk merubahnya. Karena para pejabat tidak akan pernah merubahnya,
walaupun rakyat banyak menderita karena hal ini. Mereka lebih memikirkan
bagaimana mendapatkan materi daripada memikirkan rakyat, sampai saat ini masih
banyak rakyat yang belum mendapatkan haknya. Oleh karena itu, kita sebagai
warga negara yang berdemokrasi harus bangun dari mimpi kita yang buruk ini dan
merubahnya untuk mendapatkan hak-hak dan tak lupa melaksanakan kewajiban kita
sebagai rakyat Indonesia.
Hak dan Kewajiban merupakan sesuatu yang tidak dapat dipisahkan,
akan tetapi terjadi pertentangan karena hak dan kewajiban tidak seimbang. Bahwa
setiap warga negara memiliki hak dan kewajiban untuk mendapatkan penghidupan
yang layak, tetapi pada kenyataannya banyak warga negara yang belum merasakan
kesejahteraan dalam menjalani kehidupannya. Semua itu terjadi karena pemerintah
dan para pejabat tinggi lebih banyak mendahulukan hak daripada kewajiban.
Padahal menjadi seorang pejabat itu tidak cukup hanya memiliki pangkat akan
tetapi mereka berkewajiban untuk memikirkan diri sendiri. Jika keadaannya
seperti ini, maka tidak ada keseimbangan antara hak dan kewajiban. Jika
keseimbangan itu tidak ada akan terjadi kesenjangan sosial yang berkepanjangan.
Berikut ini adalah hak dan kewajiban
warga Negara Indonesia yang dicantumkan dalam UUD 1945 pasal 26, 27, 28, dan
30, yaitu :
1. Pasal
26, ayat (1), yang menjadi warga negara adalah orang-orang bangsa Indonesia
asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai
warga negara. Dan pada ayat (2), syarat-syarat mengenai kewarganegaraan
ditetapkan dengan undang-undang.
2. Pasal
27, ayat (1), segala warga negara bersamaan dengan kedudukannya di dalam hukum
dan pemerintahannya, wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu. Pada ayat
(2), taip-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak
bagi kemanusiaan.
3. Pasal
28, kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan,
dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang.
4. Pasal
30, ayat (1), hak dan kewajiban warga negara untuk ikut serta dalam pembelaan
negara. Dan ayat (2) menyatakan pengaturan lebih lanjut diatur dengan
undang-undang.
Contoh Kasus Hak dan kewajiban warga
Negara yang terabaikan
1.
80.000 Warga Subang Belum Bayar Pajak, Kebanyakan
Pengusaha
Tingkat
kesadaran warga terhadap wajib pajak masih rendah. Di Subang, sebanyak 80.000
warga wajib pajak (WP) hingga kini belum menjalankan kewajibannya. Sebagian
besar WP adalah para pengusaha.
Kepala Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD) Kabupaten Subang Ahmad Sobari mengungkapkan, dari jumlah keseluruhan WP sekitar 800.000 orang, mereka yang sudah tuntas membayar pajak baru 90%.
Kepala Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD) Kabupaten Subang Ahmad Sobari mengungkapkan, dari jumlah keseluruhan WP sekitar 800.000 orang, mereka yang sudah tuntas membayar pajak baru 90%.
Selebihnya, belum menjalankan kewajiban mereka. Padahal, masa tenggang pembayaran pajak nyaris berakhir, yakni tersisa kurang dari dua bulan.
"Pendapatan pajak yang masuk kas daerah baru 90%. Kebanyakan yang sudah membayar ini dari masyarakat," ujar Ahmad, kepada wartawan, Minggu (8/11/2015)
Di 2015 ini, pihaknya menargetkan pendapatan pajak sebesar Rp24 miliar. Namun, hingga dua bulan jelang akhir tahun, pajak yang masuk baru Rp20 miliar. Hal ini diakibatkan sebanyak 80.000 WP belum membayar pajak, mayoritas didominasi para pengusaha.
"Kebanyakan yang belum membayar ini dari perusahaan-perusahaan. Biasanya mereka bayar di akhir tahun. Tapi, kami optimis target bisa dicapai," katanya
Selanjutnya dia menyebut, di luar 800.000 WP yang sudah terdata dan rutin membayar pajak, masih banyak potensi WP yang belum digarap, baik dari kalangan masyarakat maupun perusahaan.
"Kalau potensi-potensi ini dibiarkan, pemerintah rugi. Sebab peluang bertambahnya pendapatan pajak jadi hilang," ucapnya
Karena itu, mulai 2016 mendatang, pihaknya akan membenahi pengelolaan WP dengan memberlakukan sistem swakelola pajak, yakni menelusuri dan mendata ulang para wajib pajak dengan bantuan aparatur pemerintahan desa
"Mereka akan kami berikan insentif. Dengan sistem swakelola, data WP jadi lebih akurat dan potensi WP yang belum tergarap bisa diketahui, untuk selanjutnya dimasukan dalam database WP," pungkasnya.
2. Beberapa negara seperti Filipina ,Republik Rakyat Tiongkok, dan Indonesia
mengenal wajib militer dalam konstitusi mereka (legal), tetapi saat ini tidak
dilaksanakan atau hanya sebatas pelatihan dasar militer wajib bagi warga (dalam
kasus Filipina). Amerika Serikat menghapuskan wamil pada tahun 1975, tetapi
semua warga pria berusia 18-25 tahun wajib mendaftar di U.S. Selective Service
System untuk mempermudah pelaksanaan kembali wamil jika diperlukan.
3. Pembantaian
di Indonesia 1965–1966 adalah peristiwa pembantaian terhadap orang-orang
yang dituduh komunis
di Indonesia
pada masa setelah terjadinya Gerakan 30 September di Indonesia.
Diperkirakan lebih dari setengah juta orang dibantai dan lebih dari satu juta
orang dipenjara dalam peristiwa tersebut. Pembersihan ini merupakan peristiwa
penting dalam masa transisi ke Orde Baru: Partai Komunis Indonesia (PKI)
dihancurkan, pergolakan mengakibatkan jatuhnya presiden Soekarno, dan
kekuasaan selanjutnya diserahkan kepada Soeharto.
Tragedi Kemanusiaan
ini berawal dari konflik internal dalam tubuh Angkatan Darat yang muncul
sebagai akibat kesenjangan perikehidupan antara tentara prajurit dengan tentara
perwira. Konflik laten dalam tubuh Angkatan Darat yang sudah dimulai sejak 17
tahun sebelumnya, kemudian mendapatkan jalan manifestasinya ketika muncul isu
tentang rencana Kudeta terhadap kekuasaan Soekarno yang akan dilancarkan oleh
Dewan Jenderal. Perwia-perwira Angkatan Darat yang mendukung kebijakan
Sosialisme Soekarno kemudian memutuskan untuk melakukan manuver (aksi)
polisionil dengan menghadapkan tujuh orang Jendral yang diduga mengetahui
tentang Dewan Jendral ini ke hadapan Soekarno. Target operasi adalah
menghadapkan hidup-hidup ketujuh orang Jendral tersebut. Fakta yang terjadi
kemudian adalah tiga dari tujuh orang Jendral yang dijemput paksa tersebut,
sudah dalam keadaan anumerta.
Soeharto lah yang
paling awal menuduh PKI menjadi dalang dari peristiwa pagi hari Jumat tanggal
01 Oktober 1965 tersebut. Tanpa periksa dan penyelidikan yang memadai, Soeharto
mengambil kesimpulan PKI sebagai dalang hanya karena Kolonel Untung ---yang
mengaku menjadi pimpinan Dewan Revolusi (kelompok tandingan untuk Dewan
jendral)--- memiliki kedekatan pribadi dengan tokoh-tokoh utama Biro Chusus
Partai Komunis Indonesia. Hasil akhirnya adalah Komunisme
dibersihkan dari kehidupan politik, sosial, dan militer, dan PKI dinyatakan
sebagai partai terlarang.
Pembantaian dimulai
pada Januari 1966 seiring dengan maraknya aksi demonstrasi mahasiswa yang
digerakkan oleh Angkatan Darat melalui Jendral Syarif Thayeb dan memuncak
selama kuartal kedua tahun 1966 sebelum akhirnya mereda pada awal tahun 1967
(menjelang pelantikan Jendral Soeharto sebagai Pejabat Presiden). Pembersihan
dimulai dari ibu kota Jakarta, yang kemudian menyebar ke Jawa
Tengah dan Timur, lalu Bali. Ribuan vigilante (orang yang menegakkan hukum dengan
caranya sendiri) dan tentara angkatan darat menangkap dan membunuh orang-orang
yang dituduh sebagai anggota PKI. Meskipun pembantaian terjadi di seluruh
Indonesia, namun pembantaian terburuk terjadi di basis-basis PKI di Jawa
Tengah, Timur, Bali, dan Sumatera Utara.
Usaha Soekarno yang
ingin menyeimbangkan nasionalisme, agama, dan komunisme melalui Nasakom telah
usai. Pilar pendukung utamanya, PKI, telah secara efektif dilenyapkan oleh dua
pilar lainnya-militer dan Islam politis;[1][2]
dan militer berada pada jalan menuju kekuasaan. Pada Maret 1967, Soekarno
dicopot dari kekuasaannya oleh Parlemen Sementara, dan Soeharto menjadi Pejabat Presiden. Pada Maret 1968
Soeharto secara resmi ditetapkan menjadi Presiden oleh MPRS yang diketuai oleh
Jendral Abdul Harris Nasution (yang memang sengaja Soeharto tempatkan setelah
menangkap dan memenjarakan seluruh pimpinan MPRS yang notabene adalah
tokoh-tokoh PKI dan tokoh-tokoh Soekarnois).
Pembantaian ini
hampir tidak pernah disebutkan dalam buku sejarah Indonesia,
dan hanya memperoleh sedikit perhatian dari orang Indonesia maupun warga
internasional.[3][4][5]
Penjelasan memuaskan untuk kekejamannya telah menarik perhatian para ahli dari
berbagai prespektif ideologis. Kemungkinan adanya pergolakan serupa dianggap
sebagai faktor dalam konservatisme politik "Orde Baru" dan kontrol
ketat terhadap sistem politik. Kewaspadaan terhadap ancaman komunis menjadi
ciri dari masa kepresidenan Soeharto. Di Barat, pembantaian dan pembersihan ini
digambarkan sebagai kemenangan atas komunisme
pada Perang
Dingin.
4. Pada masa kekuasaan Presiden
Soeharto Hak untuk menyatakan pendapat bisa di bilang sangat di batasi setiap
kritikan di media terhadap Pemerintah akan di “bredel”.
5. Warga Negara yang melakukan tidak mentaati
serta menjunjung tinggi dasar negara, hukum dan pemerintahan tanpa terkecuali,
serta dijalankan dengan sebaik-baiknya, yang tercantum dalam pasal 28 ayat (1)
UUD 1945. Misalnya tidak memakai helm
saat mengendarai sepeda motor. Walau sepele itu merupakan bentuk pelanggaran
kewajiban yang di lakukan oleh warga Negara.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Sebagai
warga Negara seharusnya kita tidak mengabaikan Hak dan Kewajiban sebagai warga
Negara karena hal itu akan berdampak status kewarganegaraan. Seperti para
pencari suaka alami mereka tidak memiliki kewarganegaraan karena banyak faktor
salah satu nya adalah karena Hak dan Kewajiban mereka tak terpenuhi
3.2 Saran
Seharusnya
Pemerintah selalu memperhatikan hak setiap warga Negara nya agar tidak terjadi
kasus seperti pencari suaka., begitupun Warga Negara harus memenuhi
kewajibannya. Karena anyak problem kewarganegaraan terjadi karena Hak dan
Kewajiban Warga Negara terabaikan.
DAFTAR PUSTAKA
http://pashanurazwar.blogspot.com/2008/06/problematika-teori-kewarganegaraan.html
[2]
Prof. Dr. Azyumardi Azra, MA., pendidikan kewerganegaraan,(Jakarta: Prenada
Media, 2003),cet. Pertama, hal 74
[3]
[4]
A. Ubaidillah, pendidikan kewerganegaraan,(Jakarta : IAIN Jakarta Press, 200),
cet. Pertama, hal. 59
[5]
Prof. Dr. Azyumardi Azra, MA., pendidikan kewerganegaraan,(Jakarta: Prenada
Media, 2003),cet. Pertama, hal 75-76
[6]
A. Ubaidillah, pendidikan kewerganegaraan,(Jakarta : IAIN Jakarta Press, 200),
cet. Pertama, hal. 60-61
[7]
Prof. Dr. Azyumardi Azra, MA., pendidikan kewerganegaraan,(Jakarta: Prenada
Media, 2003),cet. Pertama, hal 78
[8]
http://www.kpai.go.id/publikasi-mainmenu-33/artikel/76-status-hukum-kewarganegaraan-hasil-perkawinan-campuran.html
[9]
Prof. Dr. Azyumardi Azra, MA., pendidikan kewerganegaraan,(Jakarta: Prenada
Media, 2003),cet. Pertama, hal 82
1 komentar untuk "CONTOH MAKALAH 5 KASUS KEWARGANEGARAAN (3 DALAM NEGERI DAN 2 LUAR NEGERI)"