Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

CONTOH MAKALAH 5 KASUS KEWARGANEGARAAN (3 DALAM NEGERI DAN 2 LUAR NEGERI)

MAKALAH
5 KASUS  KEWARGANEGARAAN (3 DALAM NEGERI DAN 2 LUAR NEGERI)





Oleh :
contohmakalahgan.blogspot.com
KELAS contoh makalah





SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN CONTOH MAKALAH
TAHUN 2016




KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah menganugerahkan kepada kita semua buah kecerdasan yaitu otak, dengan kapasitor memori yang besar, sehingga kita sebagai khalifah di muka bumi ini, merupakan makhluk yang paling mulia derajatnya dari sebaik-baik kejadian dari semua makhluk yang diciptakan Allah.

Shalawat dan salam senantiasa terpanjatkan kepada Nabi kita Muhammad SAW, yang telah membawa kita dari alam kegelapan menuju dunia yang terang benderang, sampai dengan saat ini. Alhamdulillahirobbil alamin, dalam kesempatan kali ini penulis telah menyelesaikan satu buah makalah yang berjudul “MAKALAH 5 KASUS  (3 DALAM NEGERI DAN 2 LUAR NEGERI)” yang dalam hal ini sekaligus bertujuan untuk memberikan pengetahuan kepada pembaca mengenaii kewarganegaraan.

Tidak banyak kata yang dapat diutarakan penulis, mengingat manusia adalah tempatnya salah, oleh sebab itu saya sadar bahwa makalah ini memiliki kekurangan dan kelebihan. Sehingga kritik dan saran dari pembaca sangat di harapkan.

Pringsewu, 22 Februari 2016


Penulis








DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL............................................................................................ i
KATA PENGANTAR.......................................................................................... ii
DAFTAR ISI........................................................................................................ iii

BAB I PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang Masalah................................................................................. 1
1.2  Rumusan Masalah.......................................................................................... 2
1.3  Tujuan Penulisan............................................................................................ 2

BAB II PEMBAHASAN
2.1  Problem Kewarganegaraan........................................................................ .... 3
2.2  Warga Negara yang mencari Suaka........................................................... .... 23
2.3  Hak dan Kewajiban warga Negara yang sering terabaikan............................ 45

BAB III PENUTUP
3.1  Kesimpulan..................................................................................................... 67
3.2  Saran............................................................................................................... 67

DAFTAR PUSTAKA






BAB 1
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG
Tingkat pertumbuhan penduduk yang tinggi serta kemiskinan yang banyak terjadi di negara-negara berkembang merupakan salah satu pemicu terjadinya migrasi. Selain hukum kewarganegaraan dilihat dari sudut kelahiran, kewarganegaraan seseorang juga dapat dilihat dari sisi perkawinan yang mencangkup asas kesatuan hukum dan asas persamaan derajat. Asas Kesatuan Hukum berdasarkan pada paradigma bahwa suami-istri ataupun ikatan keluarga merupakan inti masyarakat yang meniscayakan suasana sejahtera, sehat dan tidak terpecah. Dalam menyelenggarakan kehidupan bermasyarakatnya, suami-isteri atau keluarga yang baik perlu mencerminkan adanya suatu kesatuan yang bulat.

Untuk merealisasikan terciptanya kesatuan dalam keluarga atau suami-isteri, maka semuanya harus tunduk pada hukum yang sama. Dengan adanya kesamaan pemahaman dan komitmen menjalankan kebersamaan atas dasar hukum yang sama tersebut, meniscayakan adanya kewarganegaraan yang sama, sehingga masing-masing tidak dapat perbedaan yang dapat mengganggu keutuhan dan kesejahteraan keluarga.

Sedangkan dalam asas persamaan derajat ditentukan bahwa suatu perkawinan tidak menyebabkan perubahan status kewarganegaraan masing-masing pihak. Baik suami ataupun isteri tetap berkewarganegaraan asal, atau dengan kata lain sekalipun sudah menjadi suami isteri, mereka tetap memiliki status kewarganegaraan sendiri, sama halnya ketika mereka belum dikatakan menjadi suami isteri.
Asas ini menghindari terjadinya penyelundupan hukum. Misalnya, seseorang yang berkewarganegaraan suatu negara dengan cara atau berpura-pura melakukan pernikahan dengan perempuan di negara tersebut. Setelah melalui perkawinan dan orang tersebut memperoleh kewarganegaraan yang diinginkannya, maka ia menceraikan isterinya. Untuk menghindari penyelundupan hukum semacam ini, banyak negara yang menggunakan asas persamaan derajat dalam peraturan kewarganegaraannya.

B.     RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1.      Apa yang dimaksud dengan warga negara?
2.      Apa itu problem kewarganegaraan?
3.      Apa saja hak dan kewajiban warga Negara yang terabaikan?

C.    TUJUAN PENULISAN
Penulisan makalah ini bertujuan untuk memaparkan hal sebagai berikut.
1.      Untuk memberikan pengetahuan tentang apa itu warga negara.
2.      Untuk mengetahui tentang problem kewarganegaraan.
3.      Untuk memberikan informasi mengenai hak dan kewajiban warga Negara yang terabaikan




BAB II
PEMBAHASAN

A.    PROBLEM KEWARGANEGARAAN
A.    Pengertian Kewarganegaraan
Negara memiliki wewenang untuk menentukan warga negara sesuai dengan asas yang dianut negara tersebut. Asas kewarganegaraan yang dianut oleh suatu negara mrpakan prinsip yang menjadi pedoman dalam menentukan kewarganegaraan pada negara tersebut. Perbedaan asas tiap-tiap negara disebabkan karena perbedaan latar belakang negara, cita-cita masa depan, letaknegara, dan kondisi perkembangan yang ada.

Adapun yang dimaksud dengan kewarganegaraan ialah keanggotaan seseorang dalam kontrol satuan politik tertentu (secara khusus: negara) yang dengannya membawa hak untuk berpartisipasi dalam kegiatan politik.

Seorang Warga Negara Indonesia (WNI) adalah orang yang diakui oleh UU sebagai warga negara Republik Indonesia. Kepada orang ini akan diberikan Kartu Tanda Penduduk, berdasarkan Kabupaten atau (khusus DKI Jakarta) Provinsi, tempat ia terdaftar sebagai penduduk/warga. Kepada orang ini akan diberikan nomor identitas yang unik (Nomor Induk Kependudukan, NIK) apabila ia telah berusia 17 tahun dan mencatatkan diri di kantor pemerintahan. Paspor diberikan oleh negara kepada warga negaranya sebagai bukti identitas yang bersangkutan dalam tata hukum internasional.  



B.     Asas Kewarganegaraan
Dalam menerapkan asas kewarganegaraan, dikenal dengan 2 pedoman , yaitu asas kewarganegaraan berdasarkan kelahiran dan asas kewarganegaraan berdasarkan perkawianan. [1]

1.      Asas Kelahiran

Pada umumnya penentuan kewarganegaraan berdasarkan pada sisi kelahiran seseorang dikenal dengan 2 (dua ) asas kewarganegaraan, yaitu ius solo dan ius sanguinis.
Kedua istilah tersebut berasal dari bahasa latin. Ius berarti hukum, dalil atau pedoman, soli berasal dari kata solum yang berarti negeri, tanah atau daerah dan sanguinis yang berarti darah. Dengan demikian, ius soli berarti pedoman kewarganegaraan yang berdasarkan tampat atau daerah kelahiran. Negara yang menganut asas ini akan mengakui kewarganegaraan seorang anak yang lahir sebagai warganegaranya hanya apabila anak tersebut lahir di wilayah negaranya, tanpa melihat siapa dan darimana orang tua anak tersebut. Asas ini memungkinkan adanya bangsa yang modern dan multikultural tanpa dibatasi oleh ras, etnis, agama, dan lain-lain. Contoh negara yang menganut asas ini adalah AS, Argentina, Banglades dan Brazil.
 Sedangkan ius sanguinis adalah pedoman kewarganegaraan berdasarkan darah atau keturunan. Negara yang menganut asas ini akan mengakui kewarganegaraan seorang anak sebagai warga negaranya apabila orang tua dari anak tersebut adalah memiliki status kewarganegaraan negara tersebut (dilihat dari keturunannya). Asas ini akan berakbibat munculnya suatu negara dengan etnis yang majemuk. Contoh negara yang menganut asas ini adalah negara-negara yang memiliki sejarah panjang seperti negara-negara Eropa dan Asia. Contoh negara yang menganut asas ius sanguinis ini yakni Brunai, Jordania, Malaysia, Belanda, Cina.

2.      Asas Perkawinan

Selain hukum kewarganegaraan dilihat dari sudut kelahiran, kewarganegaraan seseorang juga dapat dilihat dari sisi perkawinan yang mencangkup asas kesatuan hukum dan asas persamaan derajat.
Asas kesatuan hukum berdasarkan pada paradigm bahwa ikatan keluarga merupakan inti masyarakat yang meniscayakan suasana sejahtera. Untuk merealisasikan terciptanya kesatuan dalam keluaraga, maka semua harus tunduk pada hukum yang sama. Dengan adanya kesamaan pemahaman dan komitmen menjalankan kebersamaan atas dasar hukum yang sama tersebut, meniscayakan adanya kewarganegaraan yang sama.
Sedangkan dalam asas persamaan derajat ditentukan bahwa suatu perkawinan tidak menyebabkan perubahan status kewarganegaraan masing-masing pihak. Baik suami maupun istri tetap berwarganegara asal, atau dengan kata lain sekalipun telah menjadi suami –istri, mereka tetap memiliki status kewarganegaraan sendiri, sama halnya ketika mereka belum menjadi suami-istri, seperti halnya yang tercantum dalam undang-undang No. 16 tahun 2006 yang mengatur kewarganegaraan Indonesia yang menikah dengan warga Negara asing yang hak-haknya dilindungi oleh undang-undang tersebut.



3.      Asas Kesatuan Hukum

Asas kesatuan hukum berangkat dari paradigma bahwa suami istri ataupun ikatan keluarga merupakan inti masyarakat yang meniscayakan suasana sejahtera, sehat, dan tidak terpecah. Dalam menyelenggarakan kehidupan bermasyarakatnya,suami istri ataupun keluarga yang baik perlu mencerminkan adanya suatu kesatuan yang bulat.
Supaya terdapat keadaan harmonis dalam keluarga diperlukan kesatuan secara yuridis maupun dalam jiwa perkawinan, yaitu kesatuan lahir dan batín. Dan kesatuan hukum dalam keluarga ini tidak bertentangan dengan filsuf persamaan antara suami istri sehingga sekedar mencari manfaatnya bagi sang suami saja.

4.      Asas Persamaan Derajat
Menurut asas persamarataan bahwa perkawinan sama sekali tidak mempengaruhi kewarganegaraan seseorang, dalam arti masing-masing istri atau suami bebas menentukan sikap dalam menen tukan kewarganegaraanya.

Asas ini menghindari terjadinya penyelundupan hukum, misalnya seseorang yang berkewarganegaraan asing ingin memperoleh status kewarganegaraan suatu Negara dengan cara atau berpura-pura melakukan pernikahan dengan pasangan di Negara tersebut.

5.      Sistem Kewarganegaraan berdasarkan Naturalisasi
Adalah suatu perbuatan hukum yang dapat menyebabkan seseorang memperoleh status kewarganegaraan, Misal : seseorang memperoleh status kewarganegaraan akibat dari pernikahan, mengajukan permohonan, memilih/menolak status kewarganegaraan.

a. Naturalisasi Biasa
Yaitu suatu naturalisasi yang dilakukan oleh orang asing melalui permohonan dan prosedur yang telah ditentukan.

b. Naturalisasi Istimewa
Yaitu kewarganegaraan yang diberikan oleh pemerintah (presiden) dengan persetujuan DPR dengan alasan kepentingan negara atau yang bersangkutan telah berjasa terhadap negara.

Asas kewarganegaraan Indonesia berdasarkan UU No. 12 Tahun 2006 dibagi menjadi 4, antara lain ;  

1.      Asas Ius Soli  
Asas yang menentukan kewarganegaraan seseorang berdasarkan negara tempat kelahiran.  

Contoh : seseorang yang dilahirkan di negara A maka ia akan menjadi warga negara A walaupun orangtuanya adalah warga negara B (dianut Oleh Inggris, Mesir, dan Amerika)

2.      Asas Ius Sanguinis  
Penentuan kewarganegaraan berdasarkan keturunan atau pertalian darah. Artinya penentuan kewarganegaraan seseorang berdasarkan kewarganegaraan orang tuanya, bukan berdasarkan negara tempat tinggalnya.  

Contoh : seseorang yang dilahirkan di negara A tetapi orang tuanya adalah warga negara B maka orang tersebut tetap menjadi warga negara B (dianut oleh Cina)
          
3.      Asas Kewarganegaraan Tunggal
Asas yang menentukan satu kewarganegaraan bagi setiap orang.  

Contoh : seseorang tidak boleh mempunyai status kewarganegaraan lain apabila ia tetap ingin berkewarganegaraan Indonesia.

4.      Asas Kewarganegaraan Ganda Terbatas

Asas menentukan kewarganegaraan ganda bagi anak-anak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang ini. Undang-undang ini pada dasarnya tidak mengenal kewarganegaraan ganda (bipatride) ataupun tanpa kewarganegaraan (apatride). Kewarganegaraan ganda yang diberikan kepada anak dalam undang-undang ini merupakan suatu pengecualian. Namun ada suatu negara dalam menentukan kewarganegaraannya hanya menggunakan asas ius soli atau ius sanguinis saja, maka dapat mengakibatkan dua kemungkinan yang terjadi yaitu bipatride dan apatride.

Contoh negara yang menerapkan asas ius soli adalah Amerika Serikat, sedangkan yang menerapkan asas ius sanguinis adalah Cina. Seorang warga negara Cina yang melahirkan anak di Amerika Serikat, menurut asas yang dianut oleh masing-masing negara tersebut memiliki dua kewarganegaraan yaitu warga negara Amerika Serikat dan warga negara Cina. Sebaliknya warga negara Amerika Serikat yang melahirkan seorang anak di Cina menurut asas tersebut tidak memiliki kewarganegaraan (apatride).



C.    Masalah Kewarganegaraan 
Karena penentuan kewarganegaraan yang berbeda-beda, hal ini dapat menimbulkan masalah kewarganegaraan, antara lain;  

1.      Apatride (tidak berkewarganegaraan)  
Apatride adalah tanpa kewarganegaraan yang rimbul apabvila penurut peraturan kewarganegaraan, seseorang tidak diakui sebagai warga Negara dari Negara manapun. Misalnya Agus dan ira adalah suami istri yang berstatus Negara B yang berasal dari ius soli. Mereka berdomisili di Negara A yang berasas ius sanguinis. Kemudian lahirlah anak mereka Budi, menurut Negara A, Budi tidak diakui sebagai warga negaranya, karena orangtuanya bukan warga negaranya. Begitupula menurut Negara B, Budi tidak diakui sebagai warga negaranya, karena lahir di wilayah Negara lain. Dengan demikian Budi tiak mempunyai kewarganegaraan atau apatride.
Dengan keadaan apatride ini mengakibatkan seseorang tidak akan mendapat perlindungan dari negara manapun juga.  
Contoh: Seorang anak dariorang tua warga Negara X yang menganut  ius   soli   dilahirkan di Negara Y yang menganut   ius  sanguinis   tidak memperolehkewarganegaraan baik Negara X (Karena tidak lahir disana) maupunkewarganegaraan Y (karena bukan merupakan keturunan warga Negara tersebut).Akibatnya anak tersebut tidak memiliki kewargangeraan (Aptride) 

2.      Bipatride (berkewarganegaraan ganda)
Bipatride adalah dwi kewarganegaraan, yang merupakan timbulnya apbila menurut peraturan dari dua Negara terkait seorang dianggap sebagai warga Negara kedua Negara itu. Misalnya Adi dan Ani adalah suami isteri yang berstatus warga Negara A, namun mereka berdomisili di Negara B. Negara A menganut asas ius sanguinis dan Negara B menganut asas ius soli. Kemudian lahirlah anak mereka, Dani. Menurut Negara A yang menganut asas ius sanguinis, Dani adalah warga Negaranya karena mengikuti kewarganegaraan orang tuanya. Menurut Negara B yang menganut asas ius soli, Dani juga warga Negaranya, karena tempat kelahirannya adalah di Negara B. dengan demikian Dani mempunyai status dua kewarganegaraan atau bipatride.
Dengan demikian mengakibatkan ketidakpastian status orang yang bersangkutan dan kerumitan administrasi tentang kewarganegaraan tersebut.  
Contoh: seseorang keturunanbangsa Y ( ius   sanguinis ) lahir di Negara X ( ius   soli ). Oleh karena ia keturunan bangsa Y maka dianggapsebgai warga Negara Y. akan tetapi, Negara X juga menganggap warga negaranyakarena berdasarkan tempat lahirnya. Sehingga anak tersebut mempunyaikewarganegaraan ganda.
3.      Multipatride (lebih dari 2 berkewarganegaraan)
Seseorang yang memiliki 2 atau lebih kewarganegaraan Contoh : Seorang yang BIPATRIDE juga menerima pemberian status kewarganegaraan lain ketika dia telah dewasa, dimana saat menerima kewarganegaraan yang baru ia tidak melepaskan status kewarganegaraan yang lama.

Maka dari itu permasalah diatas harus dihindarai dengan upaya-upaya sebagai berikut;

a.       Memberikan kepastian hukum yang jelas akan status kewarganegaraannya.

b.      Menjamin hak-hak perlindungan hukum yang pasti bagi seseorang dalam kehidupan bernegara.

Sistem yang sering digunakan untuk menentukan status kewarganegaraan adalah; 

-          Stelsel aktif
Seseorang akan menjadi warga negara suatu negara dengan melakukan tindakan-tindakan hkum tertentu secara aktif. Dalam stelsel ini seorang wraga negara memiliki hak opsi, yaitu hak untuk memilih suatu kewarganegaraan.

-          Stelsel pasif
Seseorang dengan sendirinya menjadi warga negara tanpa harus melakukan tindakan-tindakan hukum tertentu. Dalam stelsel ini seorang warga negara memiliki hak repudiasi, yaitu hak untuk menolak suatu kewarganegaraan.

Penyelesaian masalah kewarganegaraan menurut salah satu keputusan KMB dipergunakan stelsel aktif dengan hak opsi untuk penduduk Indonesia keturunan Eropa. Dan stelsel pasif dengan hak repudiasi untuk keturunan Timur Asing.

Pelaksanaan kedua stelsel tersebut mengakibatkan berlakunya dua konsekuensi hukum, yaitu hak opsi dan hak repudiasi. Pengertian hak opsi adalah hak untuk memilih suatu kewarganegaraan dan berpindah kewarganegaraan tertentu. Hak opsi berlaku dalam stelsel aktif. Sedangkan pengertian hak repudiasi adalah hak untuk menolak suatu kewarganegaraan yang ditawarkan oleh negara lain. Ini artinya, seseorang tetap memilih negara kelahirannya. Hak repudiasi berlaku dalam stelsel pasif.
Dalam sejarah hukum kewarganegaraan di Indonesia, Indonesia pernah menggunakan hasil Konferensi Meja Bundar (KMB) di awal-awal masa kemerdekaan. Salah satu keputusan KMB adalah pemberlakuan stelsel aktif dengan hak opsi bagi penduduk Indonesia keturunan Eropa. Sedangkan penerapan stelsel pasif dengan hak repudiasi diberlakukan bagi penduduk Indonesia keturunan Timur Asing seperti keturunan Cina, Korea, Arab, dan Jepang.

Contoh yang dapat mengganggu kewarganegaraan antara lain :

1)      Perkawinan Campuran
Dalam perundang-undangan di Indonesia, perkawinan campuran didefinisikan dalam Undang-undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, pasal 57 : ”yang dimaksud dengan perkawinan campuran dalam Undang-undang ini ialah perkawinan antara dua orang yang di Indonesia tunduk pada hukum yang berlainan, karena perbedaan kewarganegaraan dan salah satu pihak berkewarganegaraan Indonesia”.

Selama hampir setengah abad pengaturan kewarganegaraan dalam perkawinan campuran antara warga negara indonesia dengan warga negara asing, mengacu pada UU Kewarganegaraan No.62 Tahun 1958. Seiring berjalannya waktu UU ini dinilai tidak sanggup lagi mengakomodir kepentingan para pihak dalam perkawinan campuran, terutama perlindungan untuk istri dan anak.

Menurut teori hukum perdata internasional, untuk menentukan status anak dan hubungan antara anak dan orang tua, perlu dilihat dahulu perkawinan orang tuanya sebagai persoalan pendahuluan, apakah perkawinan orang tuanya sah sehingga anak memiliki hubungan hukum dengan ayahnya, atau perkawinan tersebut tidak sah, sehingga anak dianggap sebagai anak luar nikah yang hanya memiliki hubungan hukum dengan ibunya.

Barulah pada 11 Juli 2006, DPR mengesahkan Undang-Undang Kewarganegaraan yang baru yang memperbolehkan dwi kewarganegaraan untuk memberikan pencerahan baru dalam mengatasi persoalan-persoalan yang lahir dari perkawinan campuran.


2)      Permasalahan yang Timbul
Persoalan yang rentan dan sering timbul dalam perkawinan campuran adalah masalah kewarganegaraan anak.UU kewarganegaraan yang lama menganut prinsip kewarganegaraan tunggal, sehingga anak yang lahir dari perkawinan campuran hanya bisa memiliki satu kewarganegaraan, yang dalam UU tersebut ditentukan bahwa yang harus diikuti adalah kewarganegaraan ayahnya. Pengaturan ini menimbulkan persoalan apabila di kemudian hari perkawinan orang tua pecah, tentu ibu akan kesulitan mendapat pengasuhan anaknya yang warga negara asing.

Dengan lahirnya UU Kewarganegaraan yang baru, sangat menarik untuk dikaji bagaimana pengaruh lahirnya UU ini terhadap status hukum anak dari perkawinan campuran. Definisi anak dalam pasal 1 angka 1 UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak adalah :“Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan”.

Dalam hukum perdata, diketahui bahwa manusia memiliki status sebagai subjek hukum sejak ia dilahirkan. Pasal 2 KUHP memberi pengecualian bahwa anak yang masih dalam kandungan dapat menjadi subjek hukum apabila ada kepentingan yang menghendaki dan dilahirkan dalam keadaan hidup.Manusia sebagai subjek hukum berarti manusia memiliki hak dan kewajiban dalam lalu lintas hukum.Namun tidak berarti semua manusia cakap bertindak dalam lalu lintas hukum. Orang-orang yang tidak memiliki kewenangan atau kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum diwakili oleh orang lain.

Dengan demikian anak dapat dikategorikan sebagai subjek hukum yang tidak cakap melakukan perbuatan hukum.Seseorang yang tidak cakap karena belum dewasa diwakili oleh orang tua atau walinya dalam melakukan perbuatan hukum.Anak yang lahir dari perkawinan campuran memiliki kemungkinan bahwa ayah ibunya memiliki kewarganegaraan yang berbeda sehingga tunduk pada dua yurisdiksi hukum yang berbeda. Berdasarkan UU Kewarganegaraan yang lama, anak hanya mengikuti kewarganegaraan ayahnya, namun berdasarkan UU Kewarganegaraan yang baru anak akan memiliki dua kewarganegaraan. Menarik untuk dikaji karena dengan kewarganegaraan ganda tersebut, maka anak akan tunduk pada dua yurisdiksi hukum.

3)      Kewarganegaraan Ganda
Bila dikaji dari segi hukum perdata internasional, kewarganegaraan ganda juga memiliki potensi masalah, misalnya dalam hal penentuan status personal yang didasarkan pada asas nasionalitas, maka seorang anak berarti akan tunduk pada ketentuan negara nasionalnya. Bila ketentuan antara hukum negara yang satu dengan yang lain tidak bertentangan maka tidak ada masalah, namun bagaimana bila ada pertentangan antara hukum negara yang satu dengan yang lain, lalu pengaturan status personal anak itu akan mengikuti kaidah negara yang mana. Lalu bagaimana bila ketentuan yang satu melanggar asas ketertiban umum pada ketentuan negara yang lain.

Sebagai contoh adalah dalam hal perkawinan, menurut hukum Indonesia, terdapat syarat materil dan formil yang perlu dipenuhi.Ketika seorang anak yang belum berusia 18 tahun hendak menikah maka harus memuhi kedua syarat tersebut.Syarat materil harus mengikuti hukum Indonesia sedangkan syarat formil mengikuti hukum tempat perkawinan dilangsungkan.Misalkan anak tersebut hendak menikahi pamannya sendiri (hubungan darah garis lurus ke atas), berdasarkan syarat materiil hukum Indonesia hal tersebut dilarang (pasal 8 UU No. 1 tahun 1974), namun berdasarkan hukum dari negara pemberi kewarganegaraan yang lain, hal tersebut diizinkan, lalu ketentuan mana yang harus diikutinya.

Dalam menentukan kewarganegaraan seseorang, dikenal dengan adanya asas kewarganegaraan berdasarkan kelahiran dan asas kewaraganegaraan berdasarkan perkawinan.Dalam penentuan kewarganegaraan didasarkan kepada sisi kelahiran dikenal dua asas yaitu asas ius soli dan ius sanguinis.Ius artinya hukum atau dalil.Soli berasal dari kata solum yang artinya negari atau tanah.Sanguinis berasal dari kata sanguis yang artinya darah.Asas Ius Soli; Asas yang menyatakan bahawa kewarganegaraan seseorang ditentukan dari tempat dimana orang tersebut dilahirkan.Asas Ius Sanguinis; Asas yang menyatakan bahwa kewarganegaraan sesorang ditentukan beradasarkan keturunan dari orang tersebut.

Selain dari sisi kelahiran, penentuan kewarganegaraan dapat didasarkan pada aspek perkawinan yang mencakupa asas kesatuan hukum dan asas persamaan derajat.Asas persamaan hukum didasarkan pandangan bahwa suami istri adalah suatu ikatan yang tidak terpecahkan sebagai inti dari masyarakat.Dalam menyelenggarakan kehidupan bersama, suami istri perlu mencerminkan suatu kesatuan yang bulat termasuk dalam masalah kewarganegaraan. Berdasarkan asas ini diusahakan ststus kewarganegaraan suami dan istri adalah sama dan satu.

Penentuan kewarganegaraan yang berbeda-beda oleh setiap negara dapat menciptakan problem kewarganegaraan bagi seorang warga.Secara ringkas problem kewarganegaraan adalah munculnya apatride dan bipatride.Appatride adalah istilah untuk orang-orang yang tidak memiliki kewarganegaraan.Bipatride adalah istilah untuk orang-orang yang memiliki kewarganegaraan ganda (rangkap dua).Bahkan dapat muncul multipatride yaitu istilah untuk orang-orang yang memiliki kewarganegaraan yang banyak (lebih dari 2).


4)      Undang-Undang yang Mengartur Warga Negara
Perundangan kewarganegaraan yang dikeluarkan oleh Pemerintah Indonesia yang pertama ini (UU No. 3 Tahun 1946), yang     menjadi penduduk negara ialah mereka yang bertempat tinggal di Indonesia  selama satu tahun berturut-turut
Dalam Konfrensi Meja Bundar 1949 dicapai suatu persetujuan perihal penentuan kewarganegaraan antara RI dengan Kerajaan Belanda
Dalam UU No. 62 Tahun 1958 mengatur tentang :
1.      Siapa yang dinyatakan berstatus warganegara Indonesia
2.      Pewarganegaraan biasa atau naturalisasi
3.      Akibat pewarganegaraan
4.      Pewarganegaraan istimewa
5.      Kehilangan kewarganegaraan Indonesia
6.      Siapa yang dinyatakan berstatus orang asing

Adapun Undang-Undang yang mengatur tentang warga negara adalah Undang-Undang No.12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia.Pewarganegaraan adalah tatacara bagi orang asing untuk memperoleh kewarganegaraan Republik Indonesia melalui permohonan.Dalam Undang-Undang dinyatakan bahwa kewarganegaraan Republik Indonesia dapat juga diperoleh memalului pewarganegaraan.

Permohonan pewarganegaraan dapat diajukan oleh pemohon juika memenuhi persyaratan sebagai berikut: telah berusia 18 (delapan belas) tahun atau sudah kawin, pada waktu mengajukan permohonan sudah bertempat tinggal di wilayah negara Republik Indonesia paling singkat 5 (lima) tahun berturut-turut atau paling singkat 10 (sepuluh) tahun tidak berturut-turut, sehat jasmani dan rohani, dapat berbahasa Indonesia serta mengakui dasar negara Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, tidak pernah dijatuhi pidana karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 1 (satu) tahun, jika dengan memperoleh kewarganegaraan Indonesia, tidak menjadi kewarganegaraan ganda, mempunyai pekerjaan dan/atau berpenghasilan tetap, membayar uang pewarganegaraan ke Kas Negara.

 Undang-Undang Kewarganegaraan yang berlaku sekarang adalah UU No. 12 Tahun 2006, yang mulai berlaku sejak diundangkan pada tanggal 1 Agustus 2006, dengan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 63, beberapa bagian dari undang-undang itu yang mengenai ketentuan-ketentuan :
1.      siapa yang menjadi warganegara Indonesia,
2.      syarat dan tata cara memperoleh Kewarganegaraan Republik Indonesia,
3.      kehilangan Kewarganegaraan Republik Indonesia
4.      syarat dan tata cara memperoleh kembali Kewarganegaraan Republik Indonesia
5.      ketentuan pidana

D.    Pewarganegaraan
Pewarganegaraan biasa atau Naturalisasi biasa syarat yang harus dipenuhi :
1.      Telah berusia 18 tahun
2.      Pada waktu mengajukan permohonan sudah bertempat tinggal di wilayah negara republik Indonesia paling singkat 5 (lima) tahun berturut-turut atau paling singkat 10 (sepuluh) tahun tidak berturut-turut
3.      Sehat jasmani dan rohani
4.      Dapat berbahasa Indonesia dan mengakui dasar negara Pancasila dan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945
5.      Tidak pernah dijatuhi pidana karena melakukan tindak pidana yang yang diancam dengan pidana penjara 1 (satu) tahun atau lebih
6.      Jika dengan memperoleh Kewarganegaraan RI, tidak menjadi kewarganegaraan ganda
7.      Mempunyai pekerjaan dan / atau berpenghasilan tetap
8.      Membayar uang pewarganegaraan ke Kas Negara

2.  Pewarganegaraan Istimewa atau Naturalisasi Istimewa
Naturalisasi istimewa dapat diberikan kepada mereka (warga asing) yang telah berjasa kepada negara RI atau dengan alasan kepentingan negara dapat diberikan Kewarganegaraan RI oleh Presiden setelah memperoleh pertimbangan DPR RI, kecuali dengan pemberian kewarganegaraan itu mengakibatkan yang bersangkutan berkewarganegaraan ganda (pasal 20 UU. No. 12 Tahun 2006)
Orang asing yang berjasa kepada negara RI karena : prestasinya yang luar biasa dibidang kemanusiaan, Ilmu Pengetahuan dan tehnologi, kebudayaan, lingkungan hidup, serta keolahragaan telah memberikan kemajuan dan keharuman nama bangsa Indonesia.
Orang asing yang diberi kewarganegaraan karena alasan kepentingan negara : orang asing yang dinilai oleh negara telah dapat memberikan sumbangan yang luar biasa untuk kepentingan memantapkan kedaulatan negara dan untuk meningkatkan kemajuan khususnya di bidang perekonomian Indonesia

3.    Kehilangan Kewarganegaraan
Menurut UU No. 12 Tahun 2006 seorang warga negara RI dapat kehilangan kewarganegaraan apabila :
1.      Memperoleh kewarganegaraan lain atas kemauannya sendiri
2.      Tidak menolak atau melepaskan kewarganegaraan lain, sedangkan orang yang bersangkutan mendapat kesempatan untuk itu
3.      Dinyatakan hilang kewarganegaraannya oleh Presiden atas permohonannya sendiri, yang bersangkutan sudah berusia 18 (delapan belas) tahun atau sudah kawin, bertempat tinggal di luar negeri, dan dinyatakan hilang Kewarganegaraan RI tidak menjadi/tanpa kewarganegaraan
4.      Masuk dalam dinas tentara asing tanpa ijin terlebih dahulu dari Presiden
5.      Secara sukarela masuk dalam dinas negara asing, yang jabatan dalam dinas semacam itu di Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan hanya dapat dijabat oleh WNI
6.      Secara sukarela mengangkat sumpah atau menyatakan janji setia kepada negara asing atau bagian dari negara asing tersebut
7.      Tidak diwajibkan tetapi turut serta dalam pemilihan sesuatu yang bersifat ketatanegaraan untuk suatu negara asing
8.      Mempunyai paspor atau surat yang bersifat paspor dari negara asing atau surat yang dapat diartikan sebagai tanda kewarganegaraan yang masih berlaku dari negara lain atas namanya
9.      Bertempat tinggal diluar wilayah negara RI selama 5 tahun terus menerus bukan dalam rangka dinas negara, tanpa alasan yang sah dan dengan sengaja tidak menyatakan keinginannya untuk tetap menjadi WNI  sebelum jangka waktu 5 tahun berikutnya yang bersangkutan tidak mengajukan pernyataan ingin tetap menjadi WNI kepada Perwakilan RI yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal yang bersangkutan, padahal Perwakilan RI telah memberitahukan secara tertulis kepada yang bersangkutan, sepanjang yang bersangkutan tidak menjadi tanpa kewarganegaraan.


E.     CONTOH KASUS PROBLEM KEWARGANEGARAAN
Beberapa contoh kasus kewarganegaraan di Indonesia antara lain:
1.          Tamara Blezensky & Mike Lewis
Pernikahan Tamara Bleszynsky dan Mike Lewis merupakan pernikahan dengan dua kewarganegaraan berbeda. Namun pernikahannya hanya bertahan selama dua tahun, dan dikaruniai seorang putra, Kenzou Leon Blezynski Lewis (1,5 tahun).
Anak-anak memang selalu menjadi korban perceraian. Persoalan menjadi rumit saat perceraian terjadi di antara dua insan berbeda kewarganegaraan. Menghadapi kondisi tersebut, Tamara tak menganggapnya masalah besar.

"Enggak masalah kok," ungkap Tamara ditemui di Cilandak Town Square, Jakarta Selatan, Jumat (15/6/2012)

Wanita berdarah Polandia-Sunda ini tidak mempermasalahkan status kewarganegaraan buah hatinya karena telah diizinkan memiliki dua kewarganegaraan sekaligus. Sehingga dirinya tidak akan memaksakan putranya menjadi warga negara Indonesia.

"Sekarang kan diperbolehkan dua negara," tutupnya.

2.          Naturalisasi Pemain seperti ifan bachdim dan kim jeffrey kurniawan tersebut bisa dinaturalisasi sepanjang memiliki darah Indonesia, bisa dari kakek/nenek atau ayah/ibu. Pada kasus ini, syarat tinggal minimal diabaikan. Ayah Irfan Bachdim merupakan warga negara Indonesia yang tinggal di Belanda dan beristrikan orang Belanda. Berdasarkan aturan garis keturunan, Irfan Bachdim bisa ditarik menjadi warga negara Indonesia tanpa harus tinggal lama di Indonesia.

Beberapa contoh kasus problem kewarganegaraan  di luar negeri antara lain:    
1.      Martino dan Mellyna adalah suami isteri yang berstatus ius-soli. Mereka berdomisili di negara   Jepang yang berasas ius-sanguinis. Kemudian lahirlah anak mereka, Hatada. Menurut negara Jepang, Hatada tidak diakui sebagai warganegaranya, karena orang tuanya bukan warganeganya. Begitu pula menurut negara Kolombia, Budi tidak diakui sebagai warganegaranya, karena lahir di negara lain. Dengan demilian Budi tidak mempunyai kewarganegaraan atau Apatride.

2.      Jennifer Lopez memiliki darah keturunan bangsa Latin ( Brazil ) yang menganut asas Ius Soli, tapi ia lahir di Belanda yang menganut asas Ius Sanguinis. Jadi Jennifer tidak memiliki status kewarganegaraan dari kedua negara Brazil dan Belanda. Brasil tidak mengakui Jennifer Lopez sebagai warga negara karena ia lahir di luar negara Brazil. Dan dia bukan warga negara Belanda, karena ia tidak memiliki darah atau keturunan bangsa Belanda .


3.      Kontroversi mengenai status kewarganegaraan yang melibatkan member girl group TWICE, Tzuyu sepertinya semakin memanas. Seperti yang diketahui, kontroversi ini bermula saat JYP Entertainment tak menuliskan Cina, melainkan Taiwan pada status kewarganegaraan Tzuyu di profil TWICE, yang berujung pada kritikan dari netizen Cina.
Para netizen Cina menganggap bahwa Tzuyu mendukung terpisahnya Taiwan dari daratan Cina, yang kini memang tengah menjadi perdebatan hangat di politik Tiongkok. Terlebih lagi, Tzuyu sebelumnya diketahui memegang bendera Korea dan Taiwan untuk menunjukkan status kewarganegaraannya dalam program MBC ‘My Little Television’.
Kontroversi ini pun akhirnya membuat JYP memutuskan untuk menunda segala aktivitas Tzuyu dan TWICE di Cina untuk sementara waktu. Melalui akun Weibo resminya, JYP juga merilis pernyataan terkait kontroversi yang menimpa maknae TWICE tersebut.
“Termasuk Tzuyu, JYP Entertainment tidak pernah membuat pernyataan atau tindakan apapun terkait dengan politik di Cina. Tzuyu adalah seorang gadis yang masih berusia 16 tahun. Dengan umur dan pengalamannya, ia bukanlah seseorang yang bertindak dengan sebuah motif politik,” tulis JYP dalam pernyataannya.
Pihaknya melanjutkan, “Karena kontroversi ini, pekerjaan sehari-hari JYP di Cina menjadi terpengaruh, yang membuat rekan kami yang sudah kami ajak kerja sama merasa tidak nyaman. Melihat situasi ini, hingga kontroversinya mereda, JYP Entertainment telah membuat keputusan akan menunda seluruh kegiatan Tzuyu di Cina.”  

Kontroversi ini juga semakin hangat diperbincangkan saat penyanyi asal Taiwan yang menentang keluarnya Taiwan dari daratan Cina, yaitu Huang An mengkritik tindakan yang dilakukan Tzuyu di program MBC tersebut.




B.     WARGA NEGARA YANG MENCARI SUAKA
Sebelum memasuki pembahasan mengenai Warga Negara pencari suaka sebelumnya ada beberapa hal yang harus pahami mengenai para pencari suaka tersebut.

A.    Migrasi
Migrasi yang terjadi selama ini baik yang terjadi di Indonesia ataupun belahan dunia lain adalah sebuah peristiwa yang tidak dapat dihindarkan.  Jika dipertanyakan sejak kapan adanya migrasi mungkin akan ada banyak versi, tapi yang jelas migrasi sudah ada sejak peradaban manusia itu pun ada. 

Migrasi Penduduk atau migrasi manusia adalah perpindahan penduduk dari suatu daerah ke daerah lain, berjarak jauh dan terbentuk dalam kelompok yang besar yang tujuannya adalah menetap di suatu daerah. Migrasi melintasi perbatasan wilayah, provinsi, negara, atau internasional. Orang-orang yang bermigrasi ke wilayah yang disebut imigran, sementara pada titik keberangkatan mereka disebut emigran. 

Migrasi disebut juga dengan mobilitas penduduk yang definisi nya sama yaitu perpindahan penduduk dari suatu daerah ke daerah lain. Mobilitas penduduk terbagi dua yaitu bersifat nonpermanen atau sementara misalnya turis baik nasional maupun manca negara, dan ada pula mobilitas penduduk yang bersifat permanen atau menetap di suatu daerah. Mobilitas penduduk permanen disebut migrasi. 

Macam-macam migrasi itu sendiri adalah :
1.      Migrasi internasional (migrasi antarnegara)
Migrasi internasional (migrasi antarnegara) adalah perpindahan penduduk dari suatu Negara ke Negara lain. Migrasi internasional meliputi imigrasi, emigrasi, dan remigrasi.  Imigrasi, yaitu masuknya penduduk dari Negara lain ke suatu Negara dengan tujuan menetap.

Emigrasi, yaitu berpindahnya penduduk atau keluarnya penduduk dari suatu Negara ke Negara lain dengan tujuan menetap.  Remigrasi, yaitu kembalinya penduduk dari suatu Negara ke Negara asalnya.

2.      Migrasi internal (migrasi nasional)
Migrasi internal (migrasi nasional) adalah perpindahan penduduk yang masih berda dalam lingkup satu wilayah Negara.


                   I.            Faktor-Faktor yang menyebabkan migrasi
Berikut ini adalah beberapa faktor  yang menyebabkan manusia / orang pelakukan aktifitas migrasi:
1.      Alasan Politik / Politis, Kondisi perpolitikan suatu daerah yang panas atau bergejolak akan membuat penduduk menjadi tidak betah atau kerasan tinggal di wilayah tersebut.
2.      Alasan Sosial Kemasyarakatan, Adat-istiadat yang menjadi pedoman kebiasaan suatu daerah dapat menyebabkan seseorang harus bermigrasi ke tempat lain baik dengan paksaan maupun tidak. Seseorang yang dikucilkan dari suatu pemukiman akan dengan terpaksa melakukan kegiatan migrasi.
3.      Alasan Agama atau Kepercayaan, Adanya tekanan atau paksaan dari suatu ajaran agama untuk berpindah tempat dapat menyebabkan seseorang melakukan migrasi.
4.      Alasan Ekonomi, Biasanya orang miskin atau golongan bawah yang mencoba mencari peruntungan dengan melakukan migrasi ke kota. Atau bisa juga kebalikan di mana orang  yang kaya pergi ke daerah untuk membangun atau berekspansi bisnis.
5.      Alasan lain, Contohnya seperti alasan pendidikan, alasan tuntutan pekerjaan, alasan keluarga, alasan cinta, dan lain sebagainya.
                  
                II.            Imigran Gelap (Illegal migration)
Illegal migration diartikan sebagai suatu usaha untuk memasuki suatu wilayah tanpa izin. Imigran gelap dapat pula berarti bahwa menetap di suatu wilayah melebihi batas waktu berlakunya izin tinggal yang sah atau melanggar atau tidak memenuhi persyaratan untuk masuk ke suatu wilayah secara sah.

Terdapat tiga bentuk dasar dari imigran gelap. Yang pertama adalah yang melintasi perbatasan secara ilegal (tidak resmi). Yang kedua adalah yang melintasi perbatasan dengan cara, yang secara sepintas adalah resmi (dengan cara yang resmi), tetapi sesungguhnya menggunakan dokumen yang dipalsukan atau menggunakan dokumen resmi milik seseorang yang bukan haknya, atau dengan menggunakan dokumen remsi dengan tujuan yang ilegal. Dan yang ketiga adalah yang tetap tinggal setelah habis masa berlakunya status resmi sebagai imigran resmi.

Philip Martin dan Mark Miller menyatakan bahwa smuggling merupakan suatu istilah yang biasanya diperuntukkan bagi individu atau keompok, demi keuntungan, memindahkan orang-orang secara tidak remsi (melanggar ketentuan Undang-Undang) untuk melewati perbatasan suatu negara. Sedangkan PBB dalam sebuah Konvensi tentang Kejahatan Transnasional Terorganisasi memberikan definisi dari smuggling of migrants sebagai sebuah usaha pengadaan secara sengaja untuk sebuah keuntungan bagi masuknya seseorang secara ilegal ke dalam suatu negara dan/atau tempat tinggal yang ilegal dalam suatu negara, dimana orang tersebut bukan merupakan warga negara atau penduduk tetap dari negara yang dimasuki (Philip, op cit). Sedangkan pengertian people smuggling adalah sebuah istilah yang merujuk kepada gerakan ilegal yang terorganisasi dari sebuah kelompok atau individu yang melintasi perbatasan internasional, biasanya dengan melakukan pembayaran berdasarkan jasa. Penyelundupan migran merupakan suatu tindakan, baik langsung maupun tidak langsung, guna memperoleh suatu keuntungan finansial atau material lainnya dengan cara memasukkan seseorang yang bukan warga negara atau penduduk tetap suatu negara tertentu secara ilegal ke negara tersebut.

Berdasarkan pengertian di atas, dapat dinyatakan bahwa terdapat tiga unsur penting yang harus ada (baik secara terpisah maupun tidak) untuk menyatakan suatu tindakan tersebut tergolong people smuggling, yaitu harus ada kegiatan melintasi tapal batas antar negara, aktivitas tersebut merupakan aktivitas yang bersifat ilegal, dan kegiatan tersebut memiliki maksud untuk mencari keuntungan. 

a.    Imigran Gelap dan Indonesia Sebagai Negara Transit
Menurut catatan Badan PBB untuk Urusan Pengungsi (UN High Commissioner for Refugees) tahun 2010 jumlah pengungsi  di dunia adalah sekitar 43.3 juta juta dimana 27.1 di antaranya adalah Internally Displaced Persons dan 15.2 juta jiwa adalah pengungsi (lintas negara).  Negeri asal pengungsi yang terbanyak adalah berturut-turut Afghanistan, Irak, Somalia, Burma, Colombia, Vietnam, Eritrea, China, Sri Lanka, Turkey dan Angola.  Sedangkan negeri tujuan pengungsi, ataupun yang kemudian menerima para pengungsi adalah Amerika Serikat, Canada, Australia, New Zealand, Netherlands, Denmark dan negara-negara Scandinavia (Swedia, Finlandia dan Norwegia).

Indonesia sendiri tidak tergolong sebagai negeri tujuan pengungsian.  Walaupun Indonesia pernah berpartisipasi dengan menyediakan Pulau Galang di Kepulauan Riau sebagai penampungan pengungsi asal Vietnam dan Cambodia (tahun 1979 – 1996) atas mandat dari PBB (UNHCR).  Disamping Pulau Galang, pulau lain seperti Natuna, Tarempa dan Anambas juga menjadi tempat transit dan pemprosesan manusia perahu.

Posisi Indonesia saat ini lebih dikenal sebagai negeri transit pengungsi dari negeri Asia lain yang akan menuju Australia.  Pengungsi yang menjadikan Indonesia sebagai negeri transit datang dari Irak, Afghanistan, Sri Lanka maupun Burma (etnis Rohingya).   Kebanyakan pengungsi datang dengan menggunakan jalur laut (sebagai manusia perahu) dan memilih pantai selatan Jawa hingga ke Nusa Tenggara sebagai tempat bertolak menuju Australia.

Dan Jawa Barat selatan adalah salah satu tempat bertolak paling ideal. Disamping karena merupakan titik terdekat menuju Pantai Chrismas Australia,  juga karena pantai selatannya begitu panjang.  Ideal bagi para mafia penyelundup manusia untuk berkelit dari otoritas keamanan laut.  Sejatinya bukan hanya Jawa Barat. Rute lainnya adalah pantai selatan Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, NTB hingga NTT.  Indonesia sudah sejak lama menjadi negeri pilihan untuk transit menuju negeri idaman, Australia atau Selandia Baru.  Tak sekedar transit,  banyak oknum WNI yang ternyata turut memfasilitasi imigrasi gelap tersebut atau biasa disebut dengan penyelundup manusia (human smuggler).

Sebelum kasus tahun 2011-2012, salah satu kasus yang terkenal adalah Tampa Incident Agustus 2001.  Ketika itu sekitar 438 pengungsi Afghanistan terdampar di tengah laut internasional beberapa puluh kilomer dari Pulau Christmas.  Mereka menumpang kapal Indonesia Palapa 1 yang berperan selaku penyelundup manusia dengan bayaran tertentu.  Mereka kemudian ditolong kapal MV Tampa yang berbendera Norwegia yang sedang berlayar di daerah tersebut.  Sayangnya, otoritas Australia kemudian menolak menerima mereka di tanah Australia dan mengirim para manusia perahu tersebut ke negara Nauru untuk ditahan sementara dan diproses klaim suaka-nya. Terkait dengan begitu banyaknya kasus imigran gelap dan pengungsi/ pencari suaka yang menjadikan Indonesia sebagai negera transit.

b.   HAM Untuk Imigran Gelap di Indonesia
Setiap manusia di dunia ini pasti memiliki HAM yang telah mereka bawa sejak mereka di lahirkan. HAM adalah hak-hak yang memang seharusnya di dapat oleh setiap individu dimanapun mereka berada. Akan tetapi, setiap individu juga harus memenuhi tugas dan kewajibannya dahulu sebelum menuntut hak-hak mereka. Tak terkecuali bagi mereka para imigran gelap yang masuk ke Indonesia. Walaupun memang sebenarnya mereka telah melanggar hukum di Indonesia, dengan masuk ke dalam wilayah Indonesia secara ilegal dan tanpa dokumen yang lengkap. Bahkan, banyak dari para imigran gelap itu yang tinggal dan sudah menetap lama di berbagai wilayah di Indonesia ini.

Sebenarnya, imigran gelap yang ada di Indonesia tidak hanya mereka yang memang masuk secara ilegal untuk menetap disini atau memang sudah tinggal lama disini namun tidak punya dokumen lengkap tentang diri mereka.

Para pengungsi dari negara lain dan para pencari suaka yang masuk secara ilegal ke wilayah negara ini juga di kategorikan sebagai imigran gelap. Mereka bukannya tanpa balasan menjadi imigran gelap, selain karena takut akan penyiksaan atau ancaman penyiksaan (persecution) yang terjadi atas dasar perbedaan suku, agama, ras, etnis, golongan sosial, keyakinan politik , kelompok kepentingan, dan lain-lain, mungkin mereka juga telah hilang harapan terhadap keamanan dirinya di negeri asalnya. Itulah yang mendasari mereka untuk mencari kehidupan lain yang lebih layak walaupun cara yang mereka tempuh salah.

Walaupun imigran gelap jelas-jelas menyalahi aturan yang ada di Indonesia, tapi mereka juga mempunyai hak asasi yang patut di pertimbangkan oleh pemerintah Indonesia. Pemerintah tidak boleh langsung memberi hukuman atau langsung mendeportasi para imigran gelap. Pemerintah juga perlu mempertimbangkan keberlangsungan hidup para imigran gelap dan tentunya mempertimbangkan hak asasi mereka.

Tetapi di indonesia sendiri dalam penanganan imigran gelap memang sangat menjunjung tinggi HAM yang berlaku. Buktinya para imigran gelap yang tertangkap di perlakukan secara baik. Malah, mereka terkesan betah dengan perlakuan pihak negara kita. Dibandingkan negara-negara lain, dalam penanganan imigran gelap, memang negara kita lah yang paling unggul. Di Indonesia Ham untuk imigran gelap memang ditegakkan dengan adil.


c.    Peran Indonesia Dalam Menangani Imigran Gelap
Indonesia sampai saat ini belum menjadi anggota (party) dari Konvensi Pengungsi 1951 maupun Protokol 1967 dan juga tidak mempunyai mekanisme penentuan status pengungsi. Oleh karena itu, selama ini Badan PBB yang mengurusi pengungsi (UNHCR) –lah yang memproses sendiri setiap permohonan status pengungsi di Indonesia dengan dibantu badan internasional lain seperti International Organization for Migration (IOM).

Bagi mereka yang ternyata memang pengungsi, UNHCR berupaya mencarikan solusi yang berkelanjutan baginya, yang biasanya berupa pemukiman kembali ke negara lain untuk mana UNHCR bekerja sama erat dengan negara-negara tujuan. Per tanggal 1 Mei 2009 terdapat sekitar 439 orang yang diakui sebagai pengungsi, 821 orang pencari suaka dan 26 orang lainnya yang menjadi perhatian UNHCR di Indonesia (Arwan, 2012).

Kendati belum menjadi pihak dari Konvensi Pengungsi 1951, pemerintah Indonesia dan pemerintah daerah selama ini telah mendukung proses-proses suaka tersebut dengan mengijinkan pencari suaka masuk ke wilayah Indonesia, merujuk para pencari suaka ke UNHCR, dan mengijinkan para pengungsi untuk tinggal di Indonesia sementara menunggu diperolehnya solusi yang berkelanjutan.  Contoh terakhir adalah bagaimana  rakyat Aceh dan pemerintah Indonesia bersedia menampung sementara pencari suaka Rohingya dari Myanmar yang terusir oleh rezim junta militer Myanmar dan dianggap sebagai tak punya kewarganegaraan (stateless persons).

Tindakan pemerintah Indonesia dan pemerintah daerah ini patut dipuji. Ini adalah implementasi dari asas non refoulement dalam Konvensi Pengungsi 1951  (tidak mengusir/ memulangkan kembali ke negeri asal apabila kondisi negerinya masih tidak kondusif). Langkah berikutnya adalah membantu pemprosesan status para pengungsi tersebut dan tidak sekali-sekali melakukan kekerasan terhadap mereka dalam segala bentuknya.

Namun,  itu saja tidak cukup. Pemerintah Indonesia dan pemerintah daerah dengan dukungan TNI/PORI juga harus mencegah dan menindak keras para penyelundup manusia asal Indonesia yang mengambil keuntungan dari penderitaan para pencari suaka dengan cara memfasilitasi,  memberikan transportasi, dengan sembunyi-sembunyi maupun dengan cara menipu, mengantarkan orang ke negeri lain melalui cara tidak resmi yang sekaligus melanggar hukum.  Apalagi,  Indonesia telah menjadi pihak (party) dari Konvensi PBB tentang Anti Kejahatan Transnasional yang Terorganisasi  (UN Convention Against Transnational Organized Crime 2000) dengan meratifikasinya sejak April 2009 melalui UU No. 5 tahun 2009.

Terakhir, adalah satu otokritik untuk Indonesia dan negeri-negeri  berpenduduk muslim lainnya, termasuk bagi negara-negara anggota Organisasi Konferensi Islam (OKI).  Negeri asal pengungsi terbesar adalah negeri-negeri berpenduduk mayoritas muslim seperti Afghanistan, Irak, Somalia, Sudan dan Turkey.  Namun sebagian besar pengungsi justru tidak ingin mencari suaka di negeri muslim.  Kalaupun mereka pergi ke negeri muslim hanyalah sekedar transit untuk kemudian menuju negeri –negeri barat seperti AS dan Canada, Australia dan New Zealand, serta ke negara-negara Eropa.


B.     Pencari suaka dan pengungsi
1.      Pengertian pencari suaka
Pencari suaka adalah orang yang telah mengajukan permohonan untuk mendapatkan perlindungan namun permohonannya sedang dalam proses penentuan[6]Mereka yang tidak memperoleh status pengungsi disebut sebagai pencari suaka

2.      Pengertian Pengungsi
Ada perbedaan pengertian pengungsi sebelum dan sesudah tahun 1951. Perbedaan ini didasarkan pada isi perjanjian internasional, terutama mengenai pengertian Pengungsi.

Pengungsi dalam Perjanjian Internasional sebelum 1951 pada prinsipnya adalah pengungsi yang berasal dari daerah-daerah tertentu. Jadi di sini didasarkan dari orang-orang yang berasal dari daerah-daerah tertentu. Jadi di sini didasarkan dari orang-orang yang berasal dari daerah tertentu, yang karena keadaan daerah tertentu, yang karena keadaan daerahnya terpaksa keluar. Perlindungan menurut Hukum Internasional dalam hal ini hanya orang-orang tertentu tersebut dan tidak dimaksudkan untuk melindungi pengungsi secara umum.

Pengertian pengungsi dalam perjanjian Internasional setelah tahun 1951 diartikan secara general (umum), tidak hanya daerah tertentu, Cuma dalam konvensi ini masih ada pembatasan yaitu pembatasan waktu dimaksudkan adalah hanya mereka yang mengungsi sebelum 1 Januari 1951, jadi ada Dateline (batas tanggal) walaupun secara geografis tidak dibatasi. Persoalan yang timbul ialah mengapa dalam konvensi tersebut perlu dibatasi dalam konvensi tersebut?

Konvensi 1951 dan Protokol 1967 pada prinsipnya hampir sama. Ada tiga hal pokok yang merupakan isi konvensi tersebut, yaitu :
1)        Pengertian dasar pengungsi.
Pengertian dasar Pengungsi diartikan dalam Konvensi 1951 dan Protokol 1967 penting diketahui sebab diperlukan untuk menetapkan status pengungsi seseorang (termasuk pengungsi atau bukan). Penetapan ini ditetapkan oleh negara tempat orang itu berada dan bekerja sama dengan UNHCR  (United Nation High Commissioner For Refugee), yang menangani masalah pengungsi dari PBB.

2)        Status hukum Pengungsi, hak dan kewajiban pengungsi di negara tempat pengungsian (hak dan kewajiban berlaku di tempat pengungsian itu berada).

3)        Implementasi (pelaksanaan) perjanjian, terutama menyangkut administrasi dan hubungan diplomatik. Di sini titik beratnya administrasi dan hubungan diplomatik. Di sisni titik beratnya ialah pada hal-hal yang menyangkut kerja sama dengan UNHCR. Dengan demikian, UNHCR dapat melakukan tugasnya sendiri dan melakukan tugas pengawasan, terutama terhadap negara-negara tempat pengungsi itu berada.


3.      Macam-macam Pengungsi
Latar belakang terjadinya pengungsi dapat dikelompokkan dalam dua jenis, yakni :
1)      Pengungsian karena bencana alam (Natural Disaster). Pengungsian ini pada prinsipnya masih dilindungi  negaranya keluar untuk menyelamatkan jiwanya, dan orang-orang ini masih dapat minta tolong pada negara dari mana ia berasal.

2)      Pengungsian karena bencana yang dibuat Manusia (Man Made Disaster). Pengungsian disini pada prinsipnya pengungsi keluar dari negaranya karena menghindari  tuntutan (persekusi) dari negaranya. Biasannya pengungsi ini karena lasan politik terpaksa meninggalkan negaranya, orang-orang ini tidak lagi mendapat perlindungan dari pemerintah dimana ia berasal.

Dari dua jenis pengungsi di atas yang diatur oleh Hukum Internasional sebagai Refugee Law (Hukum Pengungsi) adalah jenis yang kedua, sedang pengungsi karena bencana alam itu tidak diatur dan dilindungi oleh Hukum Internasional.

Ada  suatu istilah pengungsi yang disebut Statutory Refugees. Yang dimaksud Statutory Refugees adalah Pengungsi-pengungsi yang berasal  dari suatu negara tertentu yang tidak mendapatkan perlindungan diplomatik dari negaranya (negara asalnya). Yang dapat dikategorikan sebagai Statutory Refugees adalah mereka yang memenuhi persyaratan seperti yang disebut dalam perjanjian Internasional sebelum 1951.

Sebenarnya, sebelum 1951 sudah ada persetujuan Internasional yang sifatnya Regional atau setempat misalnya di Amerika, Eropa, yang membuat peraturan-peraturan pengungsi tetapi hanya berlaku setempat. Perjanjian Internasional yang sifatnya regional biasanya menyangkut tiga hal, yaitu :
                                                                    i.            Pemberian Asylum
                                                                  ii.            Travel Document
                                                                iii.            Travel Facilities

Pemberian Asylum terutama di negara-negara Amerika Latin, yaitu dengan membuat  banyak perjanjian-perjanjian Regional, di samping juga terdapat di Afrika tentang aspek-aspek khusus dari masalah pengungsi yang ditanda tangani 1969, kemudan di Asia yang berupa Deklarasi yaitu pernyataan oleh Komite Konsultatif hukum Asia-Afrika di Bangkok, Anggota-anggotanya adalah Sarjana  hukum dari Asia dan Afrika, diadakan pada tahun 1966 yang menyatakan prinsip-prinsip perlakuan terhadap pengungsi ada sifatnya Universal dan ada yang sifatnya Regional, akan tetapi sudah pengungsi dalam arti yang umum.
a.       Statutory Refugee adalah status dari suatu pengungsi sesuai dengan persetujuan interansional sebelum tahun 1951.
b.      Convention Refugee adalah status pengungsi berdasarkan Konvensi 1951 dan Protokol 1967. Di sini pengungsi berada pada suatu negara pihak/peserta konvensi. Yang menetapkan status pengungsi adalah negara tempat pengungsian (negara dimana pengungsi itu berada) denga kejasama dari negara tersebut dengan UNHCR, wujud kerja sama itu misalnya: dengan mengikut sertakan UNHCR dalam komisi yang menetapkan status pengungsi, bentuk kerjasama lainnya neagar yang bersangkutan menyerahkan mandate sepenuhnya pada UNHCR untuk menetapkan apakah seseorang itu teramsuk pengungsi atau tidak
c.       Mandate Refugee adalah menentukan status pengungsi bukan dari konvensi 1951 dan Protokol 1967 tapi berdasar mandate dari UNHCR. Di sini pengungsi berada pada negara yang bukan peserta konvensi atau bukan negara pihak. Yang berwenang menetapkan status pengungsi adalah UNHCR bukan negara tempat pengungsian. Mengapa Mandate Refugee tidak ditetapkan oleh negara tempat pengungsi? Hal ini disebabkan karena negara tersebut bukan negara pihak dalam konvensi tadi, akibatnya ia tidak bisa melakukan tindakan hukum seperti dalam konvensi tadi.
Pengungsi-pengungsi lain (sebab manusia):
1)      Ada yang tidak dilindungi oleh UNHCR, misalnya : PLO, sebab PLO sudah diurus dan dilindungi badan PBB lain maka tidak termasuk lingkungan kekuasaan UNHCR.
2)      Selanjutnya Haryo mataram membagi dua macam “Refugees, yaitu Human Rights Refugees dan Humanitarian Refugees[8].
                                            i.            Human Rights Refugees adalah mereka yang (terpaksa) meninggalkan negara atau kampung halaman mereka karena adanya “fear of being persecuted”, yang disebabkan masalah ras, agama, kebangsaan atau keyakinan politik. Telah ada Konvensi dan Protokol yang mengatur Status dari Human Rights Refugees ini.
                                          ii.            Humanitarian Refugess adalah mereka yang (terpaksa) meninggalkan negara atau kampung halaman mereka karena merasa tidak aman disebabkan karena ada konflik (bersenjata) yang berkecamuk dalam negara mereka. Mereka pada umumnya, di negara dimana mereka mengungsi, dianggap sebagai “alien” Menurut Konvensi Geneva 1949, “alien” ini diperlakukan sebagai “protected persons”. Dengan demikian mereka mendapat perlindungan seperti yang diatur, baik daam Konvensi Geneva 1949 (terutama Bag. IV), maupun dalam Protokol Tambahan I-1977.
                                        iii.            Dengan demikian dapat dikatakan bahwa, baik International Humanitarian Law maupun International refugees Law, mengatur masalah “refugees”. International Humanitarian Law memberikan perlindungan kepada “humanitaran refugees”, sedang International Refugees Law mengatur “human rights refugees”.

C.     Dampak Sosial
Dampak sosial adalah dampak-dampak yang mencakup semua konsekuensi sosial dan budaya atas suatu kelompok manusia tertentu yang diakibatkan setiap tindakan publik atau swasta yang mengubah cara-cara bagaimana orang menjalani kehidupan, bekerja, bermain, berhubungan satu sama lain, mengupayakan pemenuhan kebutuhan hidup mereka, dan secara umum berupaya menjadi anggota masyarakat yang layak[9].

D.    Rumah-rumah Penyewaan
Rumah dalam arti umum, adalah salah satu bangunan yang dijadikan tempat tinggal selama jangka waktu tertentu

Penyewaan adalah sebuah persetujuan di mana sebuah pembayaran dilakukan atas penggunaan suatu barang atau properti secara sementara oleh orang lain. Barang yang dapat disewa bermacam-macam, tarif dan lama sewa juga bermacam-macam

Rumah-rumah penyewaan adalah rumah-rumah yang disewa dengan sebuah persetujuan dengan tarif tertentu dan dalam jangka waktu tertentu.

E.     Masyarakat
Masyarakat (sebagai terjemahan istilah society) adalah sekelompok orang yang membentuk sebuah sistem semi tertutup (atau semi terbuka), dimana sebagian besar interaksi adalah antara individu-individu yang berada dalam kelompok tersebut

Kata "masyarakat" sendiri berakar dari kata dalam bahasa Arab, musyarak. Lebih abstraknya, sebuah masyarakat adalah suatu jaringan hubungan-hubungan antar entitas-entitas. Masyarakat adalah sebuah komunitas yang interdependen (saling tergantung satu sama lain). Umumnya, istilah masyarakat digunakan untuk mengacu sekelompok orang yang hidup bersama dalam satu komunitas yang teratur.

Menurut Syaikh Taqyuddin An-Nabhani, sekelompok manusia dapat dikatakan sebagai sebuah masyarakat apabila memiliki pemikiran, perasaan, serta sistem/aturan yang sama. Dengan kesamaan-kesamaan tersebut, manusia kemudian berinteraksi sesama mereka berdasarkan kemaslahatan.

Masyarakat adalah sistem hidup secara bersama, di mana maksud dari hidup bersama ini bahwa dapat menimbulkan kebudayaan sehingga setiap anggota masyarakatnya pun merasa dirinya masing-masing bisa melekat dan terikat pada kelompoknya tersebut.

Pada Pengertian Masyarakat dikatakan bahwa sejumlah manusia ini merupakan satu kesatuan golongan yang berhubungan dengan tetap dan memiliki dasar kepentingan yang sama. Misalkan saja yaitu pada sekolah, keluarga, perkumpulan atau komunitas, serta negara di mana semuanya adalah masyarakat. Pada ilmu sosiologi dapat kita mengetaui bahwa ada dua macam masyarakat, yaitu pertama masyarakat paguyuban dan masyarakat petambayan. Maksud keduanya adalah masyarakat paguyuban ini terdapat sebuah hubungan secara pribadi antara anggota-anggotanya sehingga menimbulkan ikatan batin antar pelaku-pelakunya. Dan sedangkan pada masyarakat petambayan tersebut adalah masyarakat yang memiliki hubungan pamrih dan murni dari para pelakunya serta ada saling keterkaitan antara pelakunya.

Masyarakat tidak begitu saja hadir seperti sekarang ini, tetapi dengan adanya perkembangan yang diawali dengan masa lampau sampai sekarang ini dan terdapat bahwa ada masyarakat yang mewakili masa tersebut. Masyarakat ini lalu berkembang dengan mengikuti perkembangan zaman sehingga ada kemajuan yang diperoleh dari masyarakat selaras dengan perubahan yang terjadi secara global, akan tetapi ada pula masyarakat yang berkembang tidak mengikuti dengan adanya perubahan zaman melainkan masyarakat tersebut berubah berdasarkan dengan konsep mengenai perubahan itu sendiri. Untuk mempertahankan kehidupannnya maka masyarakat berinteraksi ataukah beradaptasi dengan lingkungannya. Adaptasi ini dapat dibedakan menjadi dua , yaitu :
1.      Adaptasi genetik
Adaptasi ini bermakna bahwa setiap lingkungan hidup biasanya dapat merangsang para pelaku untuk dapat membentuk struktur tubuhnya secara spesifik, bersifat turun temurun dan juga permanen atau tetap.
2.      Adaptasi somatis
Adaptasi ini merupakan penyesuaian secara fungsional dan bersifat sementara atau tidak secara turun temurun. Bila dapat dibandingkan dengan makhluk lainnya bahwa manusia memiliki daya adaptasi yang cukup lebih luas cakupannya.
Dalam Pengertian Masyarakat pun berperan sebagai organisasi manusia yang memiliki hubungan antara satu dengan lainnya dan terdapat pula unsur-unsur pokok yaitu sebagai berikut :
a.       Orang-orang dalam jumlah relatif besar akan saling berinteraksi baik secara individu dengan kelompok maupun antar kelompok.
b.      Adanya kerja sama secara otomatis yang terjadi dalam setiap masyarakat, baik mengarah pada skala kecil atau antar individu maupun skala luas atau antar kelompok. Kerja sama ini dapat berupa dari berbagai aspek kehidupan misalnya seperti ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, serta keamanan dan ketertiban.
c.       Berada dalam suatu wilayah dengan memiliki batas-batas tertentu yang merupakan wadah sebagai tempat berlangsungnya tata kehidupan yang bersama
d.      Berlangsung dalam waktu yang relatif lama dan memiliki norma sosial tertentu yang menjadi acuan pada sistem tata kelakuan serta hubungan warga masyarakat dalam memenuhi kebutuhannya.

F.     Contoh Kasus Warga Negara yang mencari suaka yaitu:
1.    Keberadaan pencari suaka (Cisarua, Bogor  Indonesia)
Keberadaan pengungsi asing di Indonesia sejak tahun 2008 hingga 2013, terus mengalami peningkatan yang cukup drastis. Berdasarkan data yang diperoleh dari UNHCR (badan Perserikatan Bangsa-Bangsa yang mengurusi masalah pengungsi), pada 2008 jumlah pengungsi yang masuk ke Indonesia hanya 385 orang. Namun pada 2013, jumlahnya meningkat hingga 8.332 orang. Mayoritas pengungsi yang masuk ke Indonesia berasal dari Afganistan, Myanmar, dan Somalia.

Untuk data per Maret 2014, jumlah pengungsi yang terdaftar di UNHCR sebanyak 3.405 orang. Sementara pencari suaka sebanyak 7.218 orang. Keberadaan pengungsi dan pencari suaka di Indonesia ada di sejumlah community house yang tersebar maupun 13 rumah detensi imigrasi (rudenim). Menurut hasil pendataan yang dilakukan oleh Tim Satgas Penertiban Imigran saat ini ada 481 orang yang berada di Wilayah Kabupaten Bogor yg tersebar di beberapa kecamatan seperti Megamendung, Cisarua, Ciawi Caringin, Cijeruk, Sukaraja dan Cibinong. Berikut rincian hasil pendataan yang di lakukan oleh Tim Satgas Penertiban Imigran yang di laksanakan pada tanggal 28 Februari 2014 sampai dengan 06 April 2014
           
2.    Pencari Suaka Rohingya
Rohingya adalah sekelompok minoritas muslim yang tinggal di Myanmar bagian barat. Terdapat sekitar 800.000 orang di kelompok ini, dan meskipun tinggal di Myanmar selama bergenerasi-generasi, orang-orang Rohingya dianggap sebagai orang-orang yang tidak berdokumen (illegal). Alasan pemerintah Myanmar untuk mengecap Rohingya tidak berhak untuk tinggal di negara tersebut karena Rohingya adalah sekelompok imigran ilegal yang datang dari Bangladesh untuk mencaplok tanah di Myanmar.

Selain itu, bermunculan isu-isu yang berbau sentimen etnis, seperti Rohingya yang dicurigai untuk melakukan islamisasi di Myanmar atau orang dari etnis Rohingya yang memperkosa perempuan Budha di Myanmar. 

Di sisi lain, menurut orang Rohingya mereka bukanlah orang Bengali. Mereka datang ke Myanmar bersama pedagang Arab dan Persia berabad lampau. Sejak 1982, orang-orang Rohingya dikeluarkan dari daftar warga negara Myanmar. Dengan selalu mendapat tekanan dari pemerintah Myanmar, orang-orang Rohingya mempunyai pilihan yang dilematis tetap tinggal di Myanmar atau bermigrasi ke tempat lain.

Menurut laporan Human Rights Watch  terdapat usaha-usaha pemerintah Myanmar untuk membersihkan Myanmar dari etnis Rohingya. Pemerintah menghancurkan mesjid-mesjid, melakukan kekerasan massal untuk warga Rohingya dan menolak memberikan bantuan sosial. Pada tahun 2012 lalu ratusan orang Rohingya terbunuh dan desa-desa tempat mereka tinggal dibakar habis oleh sekelompok penganut Budha radikal.
Tahun 2013 dan 2014 adalah puncak dari orang-orang Rohingya untuk meninggalkan Myanmar dan mencari suaka ke tempat lain. PBB menyebutnya sebagai irregular maritime movements, sekitar 25.000 orang Rohingya mulai mengungsi. 300 orang meninggal dalam pelayaran tersebut karena kelaparan dan dehidrasi. Rohingya, orang-orang yang tidak berkewarganegaraan ini, terombang-ambing di atas laut dan tidak memiliki tanah untuk tinggal. 

3.      Pencari Suaka yang di usir dari Australia
Sebanyak 16 pencari suaka mendarat di sebuah pantai berjarak 30 kilometer sebelah barat daya Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur. Mereka diusir aparat Australia, kata polisi pada Jumat (27/11). Hal ini menimbulkan kekhawatiran Jakarta tentang kebijakan imigrasi Canberra.

Menurut keterangan saksi mata, orang-orang tersebut diselamatkan dari perahu yang kehabisan bahan bakar di lepas Pantai Tablolong, Kamis (26/11) malam waktu setempat.

Sebanyak 13 pencari suaka berasal dari India, dua dari Nepal, dan satu warga Bangladesh. Kapten kapal juga ditahan, kata juru bicara polisi setempat Jules Abraham Abas.

Salah seorang pencari suaka dari Bangladesh, Muhammad Anwar, 22, mengatakan bahwa mereka tengah menuju Australia tapi kemudian diputarbalikkan oleh Angkatan Laut Australia saat berada di Pulau Christmas. Anwar mengaku setiap pengungsi membayar US$5000 untuk perjalanan mereka.

"Empat hari kami ada di Pulau Christmas, tapi disuruh untuk putar balik ke Indonesia oleh petugas keamanan Australia karena pemerintah Australia tak mau menerima imigran ilegal," katanya kepada kantor berita AFP.

Kaptan kapal mengatakan bahwa aparat Australia menghancurkan kapalnya, lalu menaruh mereka di kapal lain untuk dibawa ke Indonesia.

Pemerintah Australia tak lagi menerima pencari suaka yang tiba menggunakan perahu di Pulau Christmas Island, yang terletak antara Indonesia dan Australia daratan.
Mereka mengirimkan para pencari suaka ke Nauru di Kepulauan Pasifik dan Manus di Papua Nugini.

4.      Pencari Suaka Suriah
Berdasarkan temuan dalam laporan-laporannya, badan urusan pengungsi PBB mendesak negara-negara Eropa untuk menjamin bahwa para pengungsi Suriah bisa memasuki wilayah-wilayah mereka, dibolehkan mengajukan permintaan suaka dan diberi bantuan yang layak sampai status mereka menjadi lebih jelas.

Hampir tiga juta pengungsi telah melarikan diri dari Suriah sejak perang saudara pecah lebih dari tiga tahun lalu. Negara-negara tetangga kewalahan mengurus banyak sekali pengungsi. Mereka enggan menerima lebih banyak pengungsi lagi.

Badan urusan pengungsi PBB mengatakan, salah satu konsekwensinya adalah peningkatan jumlah warga Suriah yang mencari perlindungan di negara-negara yang lebih jauh.

Jurubicara UNHCR  Melissa Fleming mengatakan banyak warga Suriah melakukan perjalanan yang jauh dan berbahaya untuk mencari keselamatan dan dalam beberapa hal berkumpul dengan para anggota keluarga yang telah berada di Eropa.

Namun demikian, katanya, jumlah orang Suriah yang mencari suaka di Eropa masih kecil.

“Sebenarnya, jumlah mereka sedikit sekali, hanya empat persen dari seluruh pengungsi Suriah. Coba bandingkan dengan penduduk Eropa yang jumlahnya 670 juta orang. Lebanon, yang mempunyai penduduk 4,4 juta orang telah menerima 1,1 juta pengungsi. Itu berarti Lebanon telah menerima 10 kali lebih banyak pengungsi dibanding dengan seluruh Eropa,” kata Fleming

Menurut laporan UNHCR sejak konflik dimulai bulan Maret 2011, kira-kira 123.600 warga Suriah mencari suaka di Eropa. Sebagian besar pencari suaka berkumpul di beberapa negara. Swedia dan Jerman menerima lebih dari separuh pencari suaka baru Suriah.

Tetapi Fleming mengatakan, beberapa negara menutup perbatasan mereka bagi pengungsi. Misalnya, ia mengatakan, ratusan warga Suriah tidak diizinkan masuk ke Bulgaria dan Spanyol.

Fleming mengatakan, Rusia, bahkan mengirim balik 12 pengungsi Suriah ke negara asal mereka. Ia mengatakan, ini tidak dapat diterima dengan alasan apapun. Termasuk menutup perbatasan, menolak atau mengirim pulang orang-orang yang mungkin berhak mendapat suaka.
Badan urusan pengungsi PBB mengatakan, Eropa sangat membantu dalam menyumbang uang untuk bantuan kemanusiaan bagi jutaan pengungsi Suriah. Tetapi tidak cukup dermawan dalam mengurus pengungsi ini di negara-negara mereka.

Laporan UNHCR itu mengatakan, keadaan ini harus diubah.

5.      Pencari Suaka Di Jerman
Pemerintah Jerman mengembalikan sejumlah besar pencari suaka kembali ke pintu masuk Eropa, yaitu Austria. Pengembalian itu dilakukan hampir tiap hari. Hal tersebut dikatakan oleh kepolisian Austria.
Kebanyakan mereka yang dikembalikan karena tidak memiliki surat lengkap, sementara lainnya tidak ingin mencari suaka di Jerman, namun negara-negara Skandinavia lainnya.

Sementara itu, negara-negara semacam Swedia dan Denmark memperketat pintu masuk negara mereka.

"Tiap hari Jerman mengirim 60 orang imigran sejak Desember. Angka itu naik hingga 200 orang semenjak awal tahun," kata David Furtner, juru bicara kepolisian Austria Atas seperti dilansir The Telegraph, Selasa (12/01/2016).

Ia juga menambahkan, mereka yang dikembalikan kebanyakan imigran dari Afghanistan, Maroko dan Algeria yang tidak ingin melamar suaka di Jerman, namun ke negara lain seperti Swedia, Finlandia dan Denmark.

Austria adalah negara transit terbesar di Uni Eropa bagi ribuan imigran dan pengungsi. Austria Atas mencatat setidaknya ada 1.000 hingga 2.000 orang masuk ke Uni Eropa per harinya.

Minggu lalu Swedia yang menjadi negara favorit pencari suaka memberlakukan kontrol lebih ketat terhadap imigran yang datang dari Denmark.

Demikian pula Denmark yang menambah pos-pos pemeriksaan bagi mereka yang datang dari Jerman.

Austria, di satu sisi, memperketat pengawasan di perbatasan dengan Slovenia.
Kendati banyak yang dikembalikan, mereka akan mencari rute baru masuk ke Eropa untuk mencari suaka di negara tujuan selain Jerman. Dan biasanya berhasil.




2.2  HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGERA YANG SERING TERABAIKAN

A.    Pengertian Warga Negara
Warga Negara adalah penduduk yang sepenuhnya dapat diatur oleh Pemerintah Negara tersebut dan mengakui Pemerintahnya sendiri. Adapun pengertian penduduk menurut Kansil adalah mereka yang telah memenuhi syarat-syarat tertentu yang ditetapkan oleh peraturan negara yang bersangkutan, diperkenankan mempunyai tempat tinggal pokok (domisili) dalam wilayah negara itu.

B.     Pengertian Hak dan Kewajiban Warga Negara
Hak dan Kewajiban Warga Negara adalah Sesuatu yang mutlak dan penggunaannya tergantung kepada warga negara dan sesuatu yang harus dikerjakan oleh penduduk yang sepenuhnya dapat diatur oleh Pemerintah Negara tersebut dan mengakui Pemerintahnya sendiri. 
a.       Hak dan Kewajiban Warga Negara
Sebagai warga negara yang baik kita wajib membina dan melaksanakan hak dan kewajiban kita dengan tertib. Hak dan kewajiban warga negara diatur dalam UUD 1945 yang meliputi :
1)   Hak dan Kewajiban dalam Bidang Politik
Pasal 27 ayat (1) menyatakan, bahwa “Tiap-tiap warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemeritahan itu dengan tidak ada kecualinya”. Pasal ini menyatakan adanya keseimbangan antara hak dan kewajiban, yaitu:
a)         Hak untuk diperlakukan yang sama di dalam hukum dan pemerintahan.
b)        Kewajiban menjunjung hukum dan pemerintahan.
Pasal 28 menyatakan, bahwa “Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang”. Arti pesannya adalah:
a)      Hak berserikat dan berkumpul.
b)      Hak mengeluarkan pikiran (berpendapat).
c)      Kewajiban untuk memiliki kemampuan beroganisasi dan melaksanakan aturan-aturan lainnya, di antaranya: Semua organisasi harus berdasarkan Pancasila sebagai azasnya, semua media pers dalam mengeluarkan pikiran (pembuatannya selain bebas harus pula bertanggung jawab dan sebagainya).

2)     Hak dan Kewajiban dalam Bidang Sosial Budaya
Pasal 31 ayat (1) menyatakan, bahwa “Tiap-tiap warga negara berhak mendapat pengajaran”. Pasal 31 ayat (2) menyatakan bahwa “Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistim pengajaran nasional, yang diatur dengan undang-undang”. Pasal 32 menyatakan bahwa “Pemerintah memajukan kebudayaan nasional Indonesia”. Arti pesan yang terkandung adalah:
a)      Hak memperoleh kesempatan pendidikan pada segala tingkat, baik umum maupun kejuruan.
b)      Hak menikmati dan mengembangkan kebudayaan nasional dan daerah.
c)      Kewajiban mematuhi peraturan-peraturan dalam bidang kependidikan.
d)     Kewajiban memelihara alat-alat sekolah, kebersihan dan ketertibannya.
e)      Kewajiban ikut menanggung biaya pendidikan.
f)       Kewajiban memelihara kebudayaan nasional dan daerah.dinyatakan oleh pasal 31 dan 32, Hak dan Kewajiban warga negara tertuang pula pada pasal 29 ayat (2) yang menyatakan bahwa “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu”.
g)      Hak untuk mengembangkan dan menyempurnakan hidup moral keagamaannya, sehingga di samping kehidupan materiil juga kehidupan spiritualnya terpelihara dengan baik.
h)      Kewajiban untuk percaya terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
3.      Hak dan Kewajiban dalam Bidang Hankam
Pasal 30 menyatakan, bahwa “Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pembelaan negara”.
4.      Hak dan Kewajiban dalam Bidang Ekonomi
Pasal 33 ayat (1), menyatakan, bahwa “Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas azas kekeluargaan. Pasal 33 ayat (2), menyatakan bahwa “Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara”. Pasal 33 ayat (3), menyatakan bahwa “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”. Pasal 34 menyatakan bahwa “Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara”. Arti pesannya adalah:
a.       Hak memperoleh jaminan kesejahteraan ekonomi, misalnya dengan tersedianya barang dan jasa keperluan hidup yang terjangkau oleh daya beli rakyat.
b.      Hak dipelihara oleh negara untuk fakir miskin dan anak-anak terlantar.
c.       Kewajiban bekerja keras dan terarah untuk menggali dan mengolah berbagai sumber daya alam.
d.      Kewajiban dalam mengembangkan kehidupan ekonomi yang berazaskan kekeluargaan, tidak merugikan kepentingan orang lain.
e.       Kewajiban membantu negara dalam pembangunan misalnya membayar pajak tepat waktu.
Itulah hak dan kewajiban bangsa Indonesia yang tercantum dalam UUD 1945, dan kita sebagai warga negara wajib melaksanakannya dengan sebaik-baiknya.
Di samping itu, setiap penduduk yang menjadi warga negara Indonesia, diharapkan memiliki karakteristik yang bertanggung jawab dalam menjalankan hak dan kewajibannya. Karakteristik adalah sejumlah sifat atau tabiat yang harus dimiliki oleh warga negara Indonesia, sehingga muncul suatu identitas yang mudah dikenali sebagai warga negara. Sejumlah sifat dan karakter warga negara Indonesia adalah sebagai berikut:
1.      Memiliki rasa hormat dan tanggung jawab
Sifat ini adalah sikap dan perilaku sopan santun, ramah tamah, dan melaksanakan semua tugas dan fungsinya sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Sebagai negara yang dikenal murah senyum dan ramah, identitas tersebut sepatutnya dijaga dan dipelihara.
2.      Bersikap kritis
Sifat ini adalah sikap dan perilaku yang berdasarkan data dan fakta yang valid (sah) serta argumentasi yang akurat. Sifat kritis ini diperlukan oleh setiap warga negara guna menyaring segala informasi dan aktivitas baik mengenai perorangan, pihak-pihak tertentu maupun aparat pemerintahan, sehingga dapat mencegah segala pelanggaran maupun eksploitasi yang mungkin terjadi.
3.      Melakukan diskusi dan dialog
Sifat ini adalah sikap dan perilaku dalam menyelesaikan masalah (problem solving). Hendaknya dilakukan dengan pola diskusi dan dialog untuk mencari kesamaan pemikiran terhadap penyelesaian masalah yang dihadapi. Kemampuan mengeluarkan pendapat dari warga negara akan membantu pemerintah dalam menyelesaikan permasalahan yang dihadapinya.
4.      Bersikap Terbuka
Sifat ini adalah sikap dan perilaku yang transparan serta terbuka, sejauh masalah tersebut tidak bersifat rahasia. Keterbukaan akan mencegah pelanggaran/penyimpangan dan mampu membangun sikap mental yang positif dan lebih profesional.
5.      Rasional
Sifat ini adalah pola sikap dan perilaku yang berdasarkan rasio atau akal pikiran yang sehat. Sifat rasional ini identik dengan tingkat pendidikan warga negara. Semakin banyak warga yang berperilaku rasional, maka tingkat pendidikan warga negara juga meningkat.
6.      Adil
Sifat ini adalah sikap dan perilaku menghormati persamaan derajat dan martabat kemanusiaan. Adil merupakan kata yang mudah diucapkan, namun pelaksanaannya menghadapi berbagai kendala. Perilaku adil harus dipupuk dan dilatih sejak dini kepada generasi muda, karena keadilan akan membawa kedamaian di kemudian hari.
7.      Jujur
Sifat ini adalah sikap dan perilaku yang berdasarkan data dan fakta yang sah dan akurat. Kejahatan korupsi yang telah mengakar di Indonesia merupakan contoh ketidakjujuran yang sangat terlihat, dan telah banyak menyengsarakan rakyat banyak dan menyebabkan ketakutan investor dari negara lain masuk ke Indonesia. Kejujuran merupakan barang yang mahal saat ini. Warga negara yang jujur akan membawa negaranya menjadi bangsa yang besar.


Pandangan Idiologis Atas Hak dan Kewajiban Warga Negara
1. Idiologi Negara Republik Indonesia
Berdasarkan pertanyaan diatas tentu sebuah hak dan kewajiban warga negara tidak lepas dari idiologi yang dianut oleh sistem kenegaraan. Landasan utama bangsa indonesia adalah Pancasila. Tentu saja Pancasila sebagai landasan warga negara Indonesia dalam bertingkah laku, termsuk segala mekanisme pemerintahan pemerintahan.
Pancasila, menurut Soekarno (2006) sebagai penggali dijelaskan bahwa Pancasila telah mampu mempersatukan bangsa Indonesia. Tidak terlepas pada revolusi melawan imperialisme di bumi nusantara untuk menyatakan kemerdekaan, Pancasila sebagai filsafat cita-cita dan harapan segenap bagsa Indonesia. Bahkan pada sila ke tiga disebutkan “ Persatuan Indonesia “. Hal inilah yang menunjukkan bahwa bangsa Indonesia memiliki semangat bersatu dari beragam suku bangsa yang berbeda. Perbedaan itu lenyap ketika mereka menyadari arti persamaan sebagai bangsa Indonesia.
Terlebih semangat persatuan bangsa Indonesia telah dikumandangkangkan pada sumpah pemuda. Para pemuda bersumpah berbangsa satu, bertanah air satu dan menjunjung bahasa persatuan.
Bukti-bukti yang telah diuraikan ini menunjukan negara Indonesia didirikan atas pondasi persatuan. Negara yang terdiri dari beragam identitas mampu disatukan atas nama persatruan. Dengan demikian bersarkan teori yang dinyatakan Geovanni Gentle (Syahrian:2003) bahwa negara kesatuan Republik Indonesia adalah negara nasionalis.
2.      Kewajiban Nasionalisme
Menurut Gentle melalui idealisme murni yang terpengaruh dialektika Hegel, pada dasarnya individu memiliki kehendak atau ego. Pada tataran subjektif individu mengenal hubungan antara manusia yang satu dan lainnya. Setelah individu mecapai tahapan roh objektif, maka terciptalah komunitas. Melalui komunitas beragam ego individu melebur menjadi sejarah, kebudayaan, bangsa atau peradaban. Inilah yang disebut kesadaran mutlak individu.

Didasarkan tujuan kehidupan bersama dibentuklah negara. Beragam kepentingan individu dengan meninjau pada teori Gentle, tentu melebur menjadi kepentingan bersama. Negara tidak mungkin memberikan kepuasan atas setiap kepentingn individu dan beragam kehendak yang saling bersebragan. Maka demi tujuan utama dibentuknya suatu negara harus terdapat otoritas negara menentukan pilihan atas beragam kehendak.Dan melalui negara kepentingan-kepentingan individu telah melebur menjadi kepentingan bersama. Negara ibarat masa depan nasib bersama. Kepentingan individu adalah kepentingan egois yang menitik beratkan pada kebutuhan pribadi. Tidak mungkin tanpa ototritas yag kuat sebuah negara mampu mnetukan pilihan yang terbaik bagi masa depan suatu bangsa.

Bila masih terdapat kepentingan-kepentingan egoisme tentu pembelotan dari tujuan dibentuknya negara. Pada kondisi yang seperti ini harus terdapat persamaan persepsi atas seluruh warga negara. Warga negara harus rela memberikan loyalitasnya kepada negara diatas kepentingan pribadi. Karena negara memiliki nilai-nilai kearifan sebagai pelayan, pelindung dan pengayom bangsanya.

3.      Permasalah Kebebasan
Gagasan yang telah disampaikan oleh Lipman (1922) menjelaskan bahwa opini publik adalah ini dari pembahasan kebijakan. Hal ini menandakan era keterbukaan. Keberadaan opini publik berfungsi sebagi beragam pihak untuk ikut serta dalam proses pengambilan keputusan. Melalui jalur non strukturalis, beragam pihak mampu mempengaruhi pemerintahan. Melalui ruang publik seseorang maupun kelompok memiliki kekuasaan di luar wewenang untuk ikut serta mempengaruhi kestabilan negara.

Bentuk-bentuk lain keberadaan pihak diluar wewenang yang mampu mempengaruhi negara adalah para borjuis. Melalui ruang publik maupun beragam proses kekuasaan, kapitalis mampu mempegaruhi keberadaan para pejabat untuk berkonspirasi mencari keuntungan. Proses pemerintahan yang tidak sehat dan dianggap sebagai rahasia umum ini menunjukkan kuatnya aktor-aktor yang non legitimasi untuk bergentayangan mendominasi sebagai tuan-tuan kelompok penekan. (Westergard dan Resler, 1976).

Walaupun tidak dapat disangkal bahwa kapitalis atau pasar sebagai faktor signifikan mempengaruhi kebijakan, akan tetapi perlu terdapat pembatasan yang jelas antara kepentingan perseorangan sebagai saudagar dan pelaku birokrat. Permasalahan mendasar pada negara yang memberikan era keterbukaan ini mewariskan permasalahan mekanisme birokrasi yang tidak lepas dari nilai-nilai kapitalis. Hal yang banyak terjadi, keberadaan pejabat maupun birokrat tidak lepas dari modal awal untuk memasuki ranah bagian penyelenggara pemerintahan. Konsekuensi yang terjadi persepsi tugas kepercayaan negara sebagai harapan masa depan bangsa, menjadi kesempatan berbisnis mencari keuntungan maksimal. Pada posisi inilah terjadi tumpang tindih antara identitas birokrat dengan pedagang.

Solusi yang diberikan pada kasus ini adalah profesionalisme status. Tidak dibenarkan adanya kekuasaan yang tidak diimbangi wewenang. Seperti hal yang telah disampaikan oleh negarawan Jerman Adolf Hitler (2008) dalam bukunya Mein Kamf; seseorang yang terkuatlah yang pantas menjadi pemimpin. Ini menafsirkan bahwa keberadaan aktor-aktor yang memiliki kekuasan menjadikan permasalahan baru. Aktor-aktor tersebut mampu menjadikan kondisi negara tidak sehat. Idealisme para birokrat tercemari oleh proses yang legal maupun ilegal.

Wabah kapitalis terjadi melalui beragam aktifitas kebebasan beragam pihak melalui ruang publik. Maka tindakan-tindakan aktor-aktor tersebut menjadikan provokasi yang berlanjut kepada distabilitas dan intgrasi. Hal lain yang terjadi dari kebebasan tersebut adalah beragam kelompok kepentingan yang terakumulasi dalam beragam kalangan; baik kapitalis NGO, CSO dan birokratis terjadi persaingan dalam rangka kepentingan pribadi atau kelompok.

Akibat dari sistem yang terjaga ini menjadikan rakyat sebagai korban kapitalis. Tujuan negara sebagai lembaga yang menaungi rakyat menjadi ajang persaingan kepentingan. Tentu berakibat pada lepasnya kewajiban sebagai warga negara yang baik, yang memberikan pengabdiannya kepada negara.

Contoh Hak dan Kewajiban WNI
Berikut ini adalah beberapa contoh hak dan kewajiban kita sebagai rakyat Indonesia. Setiap warga negara memiliki hak dan kewajiban yang sama satu sama lain tanpa terkecuali. Persamaaan antara manusia selalu dijunjung tinggi untuk menghindari berbagai kecemburuan sosial yang dapat memicu berbagai permasalahan di kemudian hari.

Namun biasanya bagi yang memiliki banyak uang atau tajir bisa memiliki tambahan hak dan pengurangan kewajiban sebagai warga negara kesatuan republik Indonesia.

Contoh Hak Warga Negara Indonesia, berikut adalah beberapa hak menurut UUD :

1)      Hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak
2)      Tercantum dalam Pasal 27 ayat (2) UUD 1945 yang berbunyi “ tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”.
3)      Hak membela negara
4)      Tercantum dalam Pasal 27 ayat (3) UUD 1945 yang berbunyi “Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara”.
5)      Hak bependapat
6)      Tercantum dalam Pasal 28 UUD 1945 yang berbunyi “Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pendapat dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang”.
7)      Hak kemerdekaan memeluk agama
8)      Tercantum dalam Pasal 29 ayat (1) dan (2) UUD 1945 yang berbunyi ayat (1) “Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa” dan ayat (2) yang berbunyi “Negara menjamin kemerdekaan tiap – tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing – masing dan untuk beribadah menurut agamanya dan kepercayaannya itu”.
9)      Hak untuk mendapatkan pengajaran
10)  Tercantum dalam pasal 31 ayat (1)  UUD 1945yang berbunyi ayat (1) “setiap warga Negara berhak mendapatkan pendidikan”.
11)  Hak untuk mengembangkan dan memajukan kebudayaan nasional
12)  Tercantum dalam pasal 32 ayat (1) UUD 1945 yang berbunyi “Negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia di tengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai – nilai budayanya”.
13)  Hak untuk mendapatkan jaminan keadilan sosial
14)  Tercantum dalam pasal 34 ayat (1) UUD 1945 yang berbunyi “Fakir Miskin dan anak terlantar di pelihara oleh negara”.
15)  Hak-hak yang lainnya yaitu :
16)  Setiap warga negara berhak mendapatkan perlindungan hukum.
17)  Setiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak.
18)  Setiap warga negara memiliki kedudukan yang sama di mata hukum dan di dalam pemerintahan.
19)  Setiap warga negara bebas untuk memilih, memeluk dan menjalankan agama dan kepercayaan masing-masing yang dipercayai.
20)  Setiap warga negara berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran.
21)  Setiap warga negara berhak mempertahankan wilayah negara kesatuan Indonesia atau nkri dari serangan musuh.
22)  Setiap warga negara memiliki hak sama dalam kemerdekaan berserikat, berkumpul mengeluarkan pendapat secara lisan dan tulisan sesuai undang-undang yang berlaku.
23)  Tercantum dalam pasal 27 ayat (1) UUD 1945 yang berbunyi “segala warga Negara bersamaan kedudukannya di dalam hokum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hokum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.”
24)  Tercantum dalam pasal 27 ayat (3) UUD 1945 yang berbunyi “setiap warga Negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara”
25)  Tercantum dalam pasal 30 Ayat (1) UUD 1945 “tiap – tiap warga Negara berhak dan wajib ikut serta dalam pertahan dan keamanan negara ”
26)  Kewajiban yang lainya antara lain, sebagai berikut :
27)  Setiap warga negara memiliki kewajiban untuk berperan serta dalam membela, mempertahankan kedaulatan negara indonesia dari serangan musuh.
28)  Setiap warga negara wajib membayar pajak dan retribusi yang telah ditetapkan oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah (pemda).
29)  Setiap warga negara wajib mentaati serta menjunjung tinggi dasar negara, hukum dan pemerintahan tanpa terkecuali, serta dijalankan dengan sebaik-baiknya.
30)  Setiap warga negara berkewajiban taat, tunduk dan patuh terhadap segala hukum yang berlaku di wilayah negara Indonesia.
31)  Setiap warga negara wajib turut serta dalam pembangunan untuk membangun bangsa agar bangsa kita bisa berkembang dan maju ke arah yang lebih baik.

Hak dan kewajiban merupakan dua hal yang sangat berkaitan. Seseorang yang mendapatkan haknya, tentu dia juga harus melaksanakan kewajibannya. Meski kita ketahui bahwa kewajiban merupakan hal yang berat untuk dikerjakan. Apalagi kewajiban yang harus dilaksanakan tidak seimbang dengan hak yang didapatkan.
Sebagai warga negara Indonesia, hak dan kewajiban kita telah diatur di dalam Undang-undang 1945. Ada delapan kewajiban kita yaitu :
1.      Mematuhi peraturan perundangan
2.      Menghargai hak orang lain.
3.      Memiliki informasi dan perhatian terhadap kebutuhan–kebutuhan masyarakatnya.
4.      Melakukan kontrol terhadap para pemimpin dalam melakukan tugas–tugasnya
5.      Melakukan komuniksai dengan para wakil di sekolah, pemerintah lokal dan pemerintah nasional.
6.      Membayar pajak
7.      Menjadi saksi di pengadilan
8.      Bersedia untuk mengikuti wajib militer dan lain–lain.

Dari daftar di atas kewajiban nomor 1 dan nomer 6 merupakan bentuk kewajiban yang sering diabaikan oleh warga negara. Melaksanakan aturan hukum sangat jauh sekali dari yang diharapkan. Contoh jelas adalah perilaku pengguna sarana transportasi, begitu banyaknya pelanggaran terjadi di jalan raya sehingga mengakibatkan korbaan jiwa. Belum lagi kesadaran membayar pajak, yang dianggap sepela padahal pajak itu adalah darah nya negara ini. Baiklah tanpa berpanjang mempersoalkan kewajiban, kita bisa menuntut hak sebagai warga negara kepada negara. Negara dalam hal ini pemerintahan setiap 5 tahun siapapun presidennya, wajib menunaikan hak warga negara. Negara bertanggung jawab atas keselamatan penduduk termasuk menyantuni anak negeri yang hidupnya terlunta lunta.

Semua negara di atas bumi ini memiliki peraturan masing-masing. Meski berbeda namun tujuannya tetap sama. Yaitu menertibkan setiap warga negaranya. Di Indonesia sendiri, umumnya kita kenal sebagai undang-undang 1945. Isinya merupakan hal-hal yang harus diketahui, dan dipatuhi sebagai WNI. Tapi mari kita lihat di sekeliling kita. Beberapa dari orang-orang diluar sana masih mengabaikan undang-undang. Bahkan tidak sedikit dari mereka yang melanggarnya.

Mereka menganggap undang-undang hanya sebagai pajangan saja. dan bahkan ada yang tidak mengetahui apa itu undang-undang. Padahal kita sebagai WNI telah diberikan beberapa hak diantaranya hak atas penghidupan yang layak (pasal 27 ayat 2), hak pemenuhan kebutuhan dasar (pasal 28 c ayat 1), dan hak-hak yang lainnya. Masih beratkah?. Yang kedua ialah menghargai hak orang lain. Dalam agama Islam, menghargai hak orang lain adalah wajib hukumnya. Tentunya hal ini sudah sangat jelas bagi pembaca sekalian. Karna kita juga pasti tidak ingin hak yang kita dapatkan, diambil oleh orang lain. Tapi sekali lagi, masih banyak orang diluar sana yang masih tidak menghargai hak orang lain.

Kegiatan yang sering kita dengar seperti perampasan, pemerasan, pemaksaan, dan lain-lain, masih dapat kita temui. Kemudian adalah membayar pajak. Kewajiban yang satu ini, merupakan kewajiban yang paling sering ditiggalkan. Orang-orang diluar sana memiliki banyak alasan untuk meninggalkan kewajiban ini. Dan bahkan ada yang tidak peduli. Padahal banyak sekali hak-hak yang kita dapatkan dari membayar pajak seperti Hak untuk menjadi warga negara (pasal 26), hak atas kedudukan yang sama dalam hukum dan pemerintahan (pasal 27 ayat 1), dan banyak lagi hak-hak yang kita dapatkan. Namun coba kita lihat apa yang terjadi sekarang ini. Semuanya serba salah. Rakyat yang tidak melaksanakan kewajibannya, dan pemerintah yang tidak memenuhi hak rakyat. Buktinya sampai sekarang masih dapat kita temui anak-anak terlantar, kemiskinan dimana-mana, kesenjangan sosial, ketidak adilan hukum, dan lain sebagainya. Hal iniah yang sangat disayangkan. Namun pada akhirnya ini kembali pada diri masing-masing.


C.    Dampak Hak dan Kewajiban yang Berjalan tidak Seimbang

Hak adalah segala sesuatu yang harus di dapatkan oleh setiap orang yang telah ada sejak lahir bahkan sebelum lahir. Di dalam Kamus Bahasa Indonesia hak memiliki pengertian tentang sesuatu hal yang benar, milik, kepunyaan, kewenangan, kekuasaan untuk berbuat sesuatu (karena telah ditentukan oleh undang-undang, aturan, dsb), kekuasaan yang benar atas sesuatu atau untuk menuntut sesuatu, derajat atau martabat. Sedangkan kewajiban adalah sesuatu yang wajib dilaksanakan, keharusan (sesuatu hal yang harus dilaksanakan). Di dalam perjalanan sejarah, tema hak relatif lebih muda usianya dibandingkan dengan tema kewajiban, walaupun sebelumnya telah lahir . Tema hak baru “lahir” secara formal

Kewajiban merupakan hal yang harus dikerjakan atau dilaksanankan. Jika tidak dilaksanankan dapat mendatangkan sanksi bagi yang melanggarnya. Sedangkan hak adalah kekuasaan untuk melakukan sesuatu. Namun, kekuasaan tersebut dibatasi oleh undang-undang. Pembatasan ini harus dilakukan agar pelaksanaan hak seseorang tidak sampai melanggar hak orang lain. Jadi pelaksanaan hak dan kewajiban haruslah seimbang.

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa segala sesuatu yang harus didapatkan oleh setiap orang dan melaksanakan kewajiban yang harus dikerjakan dan apabila tidak dikerjakan mendapatkan sanksi bagi pelanggarnya. Dalam menjalani kehidupan di dunia ini ada ketidakseimbangan antara hak dan kewajiban, karena dengan adanya ketidakseimbangan tersebut munculah masalah-masalah yang ada di masyarakat. Apalagi masyarakat yang sangat membutuhkan uluran tangan dari pejabat-pejabat pemerintah. Dan disinilah terjadi ketidakseimbangan antara hak dan kewajiban. Sehingga timbul masalah-masalah lain seperti kesenjangan sosial.

Terjadinya kesenjangan sosial yang dapat terjadi mengabitkan ketidakseimbangan antara hak dan kewajiban. Sebenarnya warga Negara Indonesia masih banyak yang belum benar-benar memahami apa sebenarnya hak dan kewajiban kita sebagai warga Negara yang baik yang berada dalam lingkup peraturan mutlak yang disebutkan dalam UUD 1945. Kita hanya mengetahui tanpa memahami hak dengan mengimbanginya dengan kewajiban. Terkadang kita hanya mementingkan hak-hak kita semata yang harus kita dapatkan tanpa melaksanakan kewajiban yang semestinya sebagai warga Negara.

Untuk menghargai hak orang lain pun kita masih tidak dapat melakukannya. Berada di Negara yang bersifat demokratis seperti Indonesia yang bebas mengeluarkan pendapat yang memiliki nilai toleransi tinggi kita perlu memahami bahwa kesejahteraan bersama sangatlah perlu diciptakan di tengah Negara yang memiliki banyak perbedaan seperti ini. Masih banyak sekali yang harus diperbaiki dari semua bidang pemerintahan Negara Indonesia.

Untuk mencapai keseimbangan antara hak dan kewajiban, yaitu dengan cara mengetahui posisi diri kita sendiri. Sebagai seorang warga negara harus tahu hak dan kewajibannya. Seorang pejabat atau pemerintah pun harus tahu akan hak dan kewajibannya. Seperti yang sudah tercantum dalam hukum dan aturan-aturan yang berlaku. Jika hak dan kewajiban seimbang dan terpenuhi, maka kehidupan masyarakat akan aman sejahtera. Hak dan kewajiban di Indonesia ini tidak akan pernah seimbang. Apabila masyarakatnya sendiri tidak bergerak untuk merubahnya. Karena para pejabat tidak akan pernah merubahnya, walaupun rakyat banyak menderita karena hal ini. Mereka lebih memikirkan bagaimana mendapatkan materi daripada memikirkan rakyat, sampai saat ini masih banyak rakyat yang belum mendapatkan haknya. Oleh karena itu, kita sebagai warga negara yang berdemokrasi harus bangun dari mimpi kita yang buruk ini dan merubahnya untuk mendapatkan hak-hak dan tak lupa melaksanakan kewajiban kita sebagai rakyat Indonesia.  

Hak dan Kewajiban merupakan sesuatu yang tidak dapat dipisahkan, akan tetapi terjadi pertentangan karena hak dan kewajiban tidak seimbang. Bahwa setiap warga negara memiliki hak dan kewajiban untuk mendapatkan penghidupan yang layak, tetapi pada kenyataannya banyak warga negara yang belum merasakan kesejahteraan dalam menjalani kehidupannya. Semua itu terjadi karena pemerintah dan para pejabat tinggi lebih banyak mendahulukan hak daripada kewajiban. Padahal menjadi seorang pejabat itu tidak cukup hanya memiliki pangkat akan tetapi mereka berkewajiban untuk memikirkan diri sendiri. Jika keadaannya seperti ini, maka tidak ada keseimbangan antara hak dan kewajiban. Jika keseimbangan itu tidak ada akan terjadi kesenjangan sosial yang berkepanjangan.

Berikut ini adalah hak dan kewajiban warga Negara Indonesia yang dicantumkan dalam UUD 1945 pasal 26, 27, 28, dan 30, yaitu :

1.      Pasal 26, ayat (1), yang menjadi warga negara adalah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai warga negara. Dan pada ayat (2), syarat-syarat mengenai kewarganegaraan ditetapkan dengan undang-undang.

2.      Pasal 27, ayat (1), segala warga negara bersamaan dengan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahannya, wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu. Pada ayat (2), taip-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.

3.      Pasal 28, kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan, dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang.

4.      Pasal 30, ayat (1), hak dan kewajiban warga negara untuk ikut serta dalam pembelaan negara. Dan ayat (2) menyatakan pengaturan lebih lanjut diatur dengan undang-undang.



Contoh Kasus Hak dan kewajiban warga Negara yang terabaikan

1.      80.000 Warga Subang Belum Bayar Pajak, Kebanyakan Pengusaha

Tingkat kesadaran warga terhadap wajib pajak masih rendah. Di Subang, sebanyak 80.000 warga wajib pajak (WP) hingga kini belum menjalankan kewajibannya. Sebagian besar WP adalah para pengusaha.

Kepala Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD) Kabupaten Subang Ahmad Sobari mengungkapkan, dari jumlah keseluruhan WP sekitar 800.000 orang, mereka yang sudah tuntas membayar pajak baru 90%.

Selebihnya, belum menjalankan kewajiban mereka. Padahal, masa tenggang pembayaran pajak nyaris berakhir, yakni tersisa kurang dari dua bulan.

"Pendapatan pajak yang masuk kas daerah baru 90%. Kebanyakan yang sudah membayar ini dari masyarakat," ujar Ahmad, kepada wartawan, Minggu (8/11/2015)

Di 2015 ini, pihaknya menargetkan pendapatan pajak sebesar Rp24 miliar. Namun, hingga dua bulan jelang akhir tahun, pajak yang masuk baru Rp20 miliar. Hal ini diakibatkan sebanyak 80.000 WP belum membayar pajak, mayoritas didominasi para pengusaha.

"Kebanyakan yang belum membayar ini dari perusahaan-perusahaan. Biasanya mereka bayar di akhir tahun. Tapi, kami optimis target bisa dicapai," katanya

Selanjutnya dia menyebut, di luar 800.000 WP yang sudah terdata dan rutin membayar pajak, masih banyak potensi WP yang belum digarap, baik dari kalangan masyarakat maupun perusahaan.

"Kalau potensi-potensi ini dibiarkan, pemerintah rugi. Sebab peluang bertambahnya pendapatan pajak jadi hilang," ucapnya

Karena itu, mulai 2016 mendatang, pihaknya akan membenahi pengelolaan WP dengan memberlakukan sistem swakelola pajak, yakni menelusuri dan mendata ulang para wajib pajak dengan bantuan aparatur pemerintahan desa

"Mereka akan kami berikan insentif. Dengan sistem swakelola, data WP jadi lebih akurat dan potensi WP yang belum tergarap bisa diketahui, untuk selanjutnya dimasukan dalam database WP," pungkasnya.

2.      Beberapa negara seperti Filipina ,Republik Rakyat Tiongkok, dan Indonesia mengenal wajib militer dalam konstitusi mereka (legal), tetapi saat ini tidak dilaksanakan atau hanya sebatas pelatihan dasar militer wajib bagi warga (dalam kasus Filipina). Amerika Serikat menghapuskan wamil pada tahun 1975, tetapi semua warga pria berusia 18-25 tahun wajib mendaftar di U.S. Selective Service System untuk mempermudah pelaksanaan kembali wamil jika diperlukan.


3.      Pembantaian di Indonesia 1965–1966 adalah peristiwa pembantaian terhadap orang-orang yang dituduh komunis di Indonesia pada masa setelah terjadinya Gerakan 30 September di Indonesia. Diperkirakan lebih dari setengah juta orang dibantai dan lebih dari satu juta orang dipenjara dalam peristiwa tersebut. Pembersihan ini merupakan peristiwa penting dalam masa transisi ke Orde Baru: Partai Komunis Indonesia (PKI) dihancurkan, pergolakan mengakibatkan jatuhnya presiden Soekarno, dan kekuasaan selanjutnya diserahkan kepada Soeharto.

Tragedi Kemanusiaan ini berawal dari konflik internal dalam tubuh Angkatan Darat yang muncul sebagai akibat kesenjangan perikehidupan antara tentara prajurit dengan tentara perwira. Konflik laten dalam tubuh Angkatan Darat yang sudah dimulai sejak 17 tahun sebelumnya, kemudian mendapatkan jalan manifestasinya ketika muncul isu tentang rencana Kudeta terhadap kekuasaan Soekarno yang akan dilancarkan oleh Dewan Jenderal. Perwia-perwira Angkatan Darat yang mendukung kebijakan Sosialisme Soekarno kemudian memutuskan untuk melakukan manuver (aksi) polisionil dengan menghadapkan tujuh orang Jendral yang diduga mengetahui tentang Dewan Jendral ini ke hadapan Soekarno. Target operasi adalah menghadapkan hidup-hidup ketujuh orang Jendral tersebut. Fakta yang terjadi kemudian adalah tiga dari tujuh orang Jendral yang dijemput paksa tersebut, sudah dalam keadaan anumerta.

Soeharto lah yang paling awal menuduh PKI menjadi dalang dari peristiwa pagi hari Jumat tanggal 01 Oktober 1965 tersebut. Tanpa periksa dan penyelidikan yang memadai, Soeharto mengambil kesimpulan PKI sebagai dalang hanya karena Kolonel Untung ---yang mengaku menjadi pimpinan Dewan Revolusi (kelompok tandingan untuk Dewan jendral)--- memiliki kedekatan pribadi dengan tokoh-tokoh utama Biro Chusus Partai Komunis Indonesia. Hasil akhirnya adalah Komunisme dibersihkan dari kehidupan politik, sosial, dan militer, dan PKI dinyatakan sebagai partai terlarang.

Pembantaian dimulai pada Januari 1966 seiring dengan maraknya aksi demonstrasi mahasiswa yang digerakkan oleh Angkatan Darat melalui Jendral Syarif Thayeb dan memuncak selama kuartal kedua tahun 1966 sebelum akhirnya mereda pada awal tahun 1967 (menjelang pelantikan Jendral Soeharto sebagai Pejabat Presiden). Pembersihan dimulai dari ibu kota Jakarta, yang kemudian menyebar ke Jawa Tengah dan Timur, lalu Bali. Ribuan vigilante (orang yang menegakkan hukum dengan caranya sendiri) dan tentara angkatan darat menangkap dan membunuh orang-orang yang dituduh sebagai anggota PKI. Meskipun pembantaian terjadi di seluruh Indonesia, namun pembantaian terburuk terjadi di basis-basis PKI di Jawa Tengah, Timur, Bali, dan Sumatera Utara.

Usaha Soekarno yang ingin menyeimbangkan nasionalisme, agama, dan komunisme melalui Nasakom telah usai. Pilar pendukung utamanya, PKI, telah secara efektif dilenyapkan oleh dua pilar lainnya-militer dan Islam politis;[1][2] dan militer berada pada jalan menuju kekuasaan. Pada Maret 1967, Soekarno dicopot dari kekuasaannya oleh Parlemen Sementara, dan Soeharto menjadi Pejabat Presiden. Pada Maret 1968 Soeharto secara resmi ditetapkan menjadi Presiden oleh MPRS yang diketuai oleh Jendral Abdul Harris Nasution (yang memang sengaja Soeharto tempatkan setelah menangkap dan memenjarakan seluruh pimpinan MPRS yang notabene adalah tokoh-tokoh PKI dan tokoh-tokoh Soekarnois).

Pembantaian ini hampir tidak pernah disebutkan dalam buku sejarah Indonesia, dan hanya memperoleh sedikit perhatian dari orang Indonesia maupun warga internasional.[3][4][5] Penjelasan memuaskan untuk kekejamannya telah menarik perhatian para ahli dari berbagai prespektif ideologis. Kemungkinan adanya pergolakan serupa dianggap sebagai faktor dalam konservatisme politik "Orde Baru" dan kontrol ketat terhadap sistem politik. Kewaspadaan terhadap ancaman komunis menjadi ciri dari masa kepresidenan Soeharto. Di Barat, pembantaian dan pembersihan ini digambarkan sebagai kemenangan atas komunisme pada Perang Dingin.

4.      Pada masa kekuasaan Presiden Soeharto Hak untuk menyatakan pendapat bisa di bilang sangat di batasi setiap kritikan di media terhadap Pemerintah akan di “bredel”.

5.      Warga Negara yang melakukan tidak mentaati serta menjunjung tinggi dasar negara, hukum dan pemerintahan tanpa terkecuali, serta dijalankan dengan sebaik-baiknya, yang tercantum dalam pasal 28 ayat (1) UUD 1945.  Misalnya tidak memakai helm saat mengendarai sepeda motor. Walau sepele itu merupakan bentuk pelanggaran kewajiban yang di lakukan oleh warga Negara.




BAB III
PENUTUP

3.1  Kesimpulan
Sebagai warga Negara seharusnya kita tidak mengabaikan Hak dan Kewajiban sebagai warga Negara karena hal itu akan berdampak status kewarganegaraan. Seperti para pencari suaka alami mereka tidak memiliki kewarganegaraan karena banyak faktor salah satu nya adalah karena Hak dan Kewajiban mereka tak terpenuhi

3.2  Saran
Seharusnya Pemerintah selalu memperhatikan hak setiap warga Negara nya agar tidak terjadi kasus seperti pencari suaka., begitupun Warga Negara harus memenuhi kewajibannya. Karena anyak problem kewarganegaraan terjadi karena Hak dan Kewajiban Warga Negara terabaikan.



DAFTAR PUSTAKA

http://pashanurazwar.blogspot.com/2008/06/problematika-teori-kewarganegaraan.html

[2] Prof. Dr. Azyumardi Azra, MA., pendidikan kewerganegaraan,(Jakarta: Prenada Media, 2003),cet. Pertama, hal 74

[3]
[4] A. Ubaidillah, pendidikan kewerganegaraan,(Jakarta : IAIN Jakarta Press, 200), cet. Pertama, hal. 59

[5] Prof. Dr. Azyumardi Azra, MA., pendidikan kewerganegaraan,(Jakarta: Prenada Media, 2003),cet. Pertama, hal 75-76
[6] A. Ubaidillah, pendidikan kewerganegaraan,(Jakarta : IAIN Jakarta Press, 200), cet. Pertama, hal. 60-61
[7] Prof. Dr. Azyumardi Azra, MA., pendidikan kewerganegaraan,(Jakarta: Prenada Media, 2003),cet. Pertama, hal 78
[8]  http://www.kpai.go.id/publikasi-mainmenu-33/artikel/76-status-hukum-kewarganegaraan-hasil-perkawinan-campuran.html
[9] Prof. Dr. Azyumardi Azra, MA., pendidikan kewerganegaraan,(Jakarta: Prenada Media, 2003),cet. Pertama, hal 82





1 komentar untuk "CONTOH MAKALAH 5 KASUS KEWARGANEGARAAN (3 DALAM NEGERI DAN 2 LUAR NEGERI)"